Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Cerpen] Saranghae, Sarang, Sarung

14 Mei 2020   09:07 Diperbarui: 14 Mei 2020   09:12 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Febrian hanya terdiam, melihat isi lemarinya yang sudah kosong. Bisnis kulinernya hancur seketika ketika tahun lalu, ditipu oleh rekan bisnis yang ia kenal melalui media sosial. Tampilan rekan bisnisnya  yang memesona dengan selalu berbaju koko dan bersarung rapi  mematikan insting Feb. Bahwa tampilan tak selamanya menjadi penilaian. Tingkat kepercayaanya terlalu tinggi, hingga ia menggadaikan semua aset miliknya yang sebagian besar warisan sebagai anak tunggal dari kedua orang tuanya yang telah tiada beberapa tahun lalu. Kesulitan ekonomi yang telah dialaminya selama beberapa bulan ini ia tutupi dengan menjual semua aset tidak bergerak yang mereka miliki. Jangankan tas, sepatu dan baju bahkan koleksi toples plastik termasuk lemarinya pun sudah dijual. Bersyukur saat ini ada market place yang sangat membanntu ia dan istrinya menjual barang-barang yang dimilikinya. Setidaknya Febrian masih dapat menutupi aibnya, kemiskinan bagi Feb adalah sebuah aib yang harus ditutupi. Pantang baginya untuk meminta bantuan kepada temannya.

Tidak ada lagi barang yang layak untuk dijual, menjual smartphone dia dan istrinya memang cara paling mudah. Tetapi itu sama saja mengumumkan pada dunia bahwa ia telah sangat miskin. Bersyukur juga ia memiliki istri yang satu pemikiran dengannya. Meski mendapat bantuan dari keluarga dan teman-teman yang sering kongkow bareng di cafe, rumah makan favorit di kotanya,  itu perkara yang sangat mudah. Tetapi mau ditaruh dimana muka jika harus memelas meminjam uang hanya untuk sekadar makan. Paling memalukan adalah jika mereka tahu keluarga ini bangkrut karena ditipu. Tak terbayang bagaimana rasanya menahan malu cemoohan atas kebodohan ini. Bahkan untuk menutupi kondisi mereka, tak jarang mereka berdua memaksakan diri untuk hadir di acara-acara kongkow mereka dengan tetap tampil wah.

Feb mengamati sarung yang dibelinya di Yaman beberapa tahun lalu, kala bulan madu. Sejak membaca ensiklopedia saat kecil ia ingin ke Pulau Socotra yang unik. Pilihan bulan madu ke Yaman adalah toplistnya, meski sempat menjadi keributan antara ia dan istrinya. Ia membeli sarung di sana, sarung yang ia pakai bersama dengan Zatta, istrinya saat melanjutkan bulan madu di Pulau Jeju. Istrinya yang berkulit putih ini memang sangat menggemari drama korea. Bahkan tampilan make upnya pun seringkali meniru gaya artis drakor. Feb paling suka saat Zatta merajuk dengan gaya drakor. Makin telihat imut. Kata saranghae juga adalah kata yang diucap sebelum tidur oleh pasangan ini.

Meski mereka menikah telah lebih dari 5 tahun, di usia 30-an memiliki anak bukan menjadi pilihan mereka. Alasan merekaa ingin merasakan pacaran terus selama menikah. Sesuatu yang sangat mereka syukuri saat ekonomi mereka hancur, mereka tak perlu membuat seorangng atau mungkin beberapa nak ikut menderita kelaparan seperti mereka.

"Aku sedang tidak mood" ucap Zatta yang tengah terbaring di tempat tidurnya. Ia mengatkan itu saat melihat Feb mengenakan sarung itu. "Nggak kok, aku mau main ke tempat Arka, anak kost di sebelah. Tidurlah"sahut Feb pelan. Zatta tidak menanggapi, tubuhnya terlalu lelah. sudah 3 hari sahur ia hanya minum air putih dan entah berapa hari berbuka hanya dengan mi instan. Zatta bersyukur tidak ada acara bukber di hotel dan resto tahun ini. Entah  alasan apa yang akan dikemukakan jika masih ada acara seperti itu. Feb sebenarnya tidak terlalu akrab dengan Arka, mahasiswa fakultas teknik arsitektur  yang lebih sering nunggak bayaran kost itu. Kamar kostnya dalah paviliun di belakang rumah Feb. Satu-satunya sumber pendapatan Feb yang terkadang untuk membeli bensin mobil yang setelah lebaran pasti disita itu. Demi tampilan, semua benda lux yang biasa dipakai Feb dan istrinya memang masih berada di tangan mereka. Tetapi rumah dn mobil tinggal menunggu penyitaan. Bahkan rumah yang mereka rancang dan dibangun itu sudah dilelang di Balai Lelang Negara. Bukan milik mereka lagi, rumah itu sudah lama menjadi jaminan hutangnya pada sebuah bank. Uang pinjamannya termasuk yang amblas oleh penipu itu. Meski penipu tengah DPO Kepolisian. Feb tidak termasuk investor yang mencari , menggugat atau melapor ke polisi. Ia tak mau semakin lelah mengurusi hal demikian.

Feb berusaha mengetuk pintu, tak ada jawaban. Ia membuka pintu yang tak terkunci. Arka tidak ada di tempat. Entah mengapa Feb berkeinginan kuat membuka pintu freezer kulkas di ruang itu. Sejumlah frozen food memenuhi freezer itu, bakso, aneka suki, sosis, jamur enoki, ttaepoki, daging slice dengan bumbu bulgogi, kimchi. Bukan produk yang berkualitas baik, tetapi entah mengapa Feb ingin sekali menikmatinya. Ia mengambil baskom dan memindahkan semua isi freezer tersebut ke baskom. Saat ia hendak melangkah keluar, Arka masuk dan terbelalak "Mas Feb, kenapa Mas?".  Pandangan Arka tertuju pada baskom yang dipegang Feb. Feb terdiam, ia bingung mau menjelaskan apa kepada Arka. Bahkan ia sendiri tidak mengerti mengapa ia melakukan tindakan konyol ini.  Feb meletakkan baskom itu pelan-pelan di atas meja dekat freezer.

"Malam nanti kan  ulang tahun Mbak Zatta kan Mas, makanya aku cari gas portabel. Baru saja aku mau bawa ke rumah Mas. Biar kita bisa bakar bareng pas tengah malem nanti"sahut Arka dengan senyum. Sudah lama aku tidak mencium bau harum masakan dari dapur Mbak Zatta, makanya aku berniat untuk makan bareng. Mbak Zaat suka Korea. Jadi kupikir ia akan suka kan Mas"sambut Arka dengan senyum. "Eh, tapi Mas Feb tahu darimana ya. Keren ih bisa tahu duluan" sambung Arka lagi yang bejalan ke arah lemari melewati Feb. Mengambil kotak berisi kompor  gas dan alat grill portable.  Feb hanya diam, ia merasa jengah karena ketahuan hendak mencuri. Sial, dia lupa hari ini hari ulang tahun Zatta. Jangankan  menyiapkan kado, mengingat hari ulang tahun istrinya pun ia tak sanggup. Feb meraih papan kayu yang sepertinya akan bahan rak ke tengkuk Arka dengan kuat. Pukulan Feb tidak terlalu kuat, sehingga Arka masih sadar "Kenapa , Mas?" tanya Arka dengan mengerang lemah. Melihat itu, Feb segera mencekik Arka dengan sarung yang bersampir di pundaknya hingga Arka tak sadarkan diri. Tidak selesai sampai di situ. Ia mengambil sarung di sampiran baju Arka. Sarung yang biasa dipakai Arka untuk shalat.  Mengalungkannya di leher Arka, dan mengikatnya di kusen pintu kamarnya.  Feb meninggalkan paviliun itu sambil membawa kompor, panci, dan alat grill serta  bahan pangan. ia tidak dapat membawanya sekaligus. Ia sempat melihat tubuh Arka bergerak dengan erangan saat ia kembali ke tempat itu sebentar. 

Feb menyiapkan meja, menata seindah yang ia mampu. Membangunkan Zatta dan menikmati hidangan homemade korean grill buatan Arka. Zatta menikmati kejutan suaminya dengan penuh suka cita, senyumnya begitu mengembang.  Zatta tak berani merusak suasana perayaan ulang tahunnya dengan bertanya darimana makanan itu berasal. Mereka melanjutkan merayakan ulang tahun Zatta dengan berada dalam  satu sarung. Zatta yang sudah lama tidak merasa sangat kenyang dan lelah beraktifitas dalam satu sarung itu pun tertidur pulas dengan segera. Senyum saat tidur dari pipinya yang putih dew bersemu merah terlihat begitu menawan. Feb tahu, akan sangat sulit baginya untuk mendapat senyum dari perut yang kenyang dan lidah yang terpuaskan oleh hidangan favorit istrinya. Ia tak ingin kehilangan memori ini, ia mengambil sarung maroko yang baru saja ia pergunakan laksana saat bulan madu di Pulau Jeju. Membekap wajah cantik istrinya dan mencekik istrinya dengan kuat. Ada berontakan kecil dari sang istri. "Sttt..sttt..saranghae,saranghe" Feb mengucap berulang-ulang dengan diiringi isak tangis hingga tubuh istrinya terkulai lemas.

Feb memeriksa kekuatan kusen pintu kamarnya, mengambil bangku kecil. Ia mengikatkan sarung ke kusen, lalu mengalungkan leher sembari mengencangkan ikatan di lehernya dengan bantuan scarf milik Zatta. Ia menendang bangku yang menjadi tumpuan kakinya. Merasakan panas menjalar dari dada hingga matanya karena ia begitu sesak, air matanya menetes, keringatnya bercucuran, ia tak tahu jika rasa sakitnya begitu kuat hingga ia harus buang air besar dan mengeluarkan cairan dari kemaluannya meski tidak bersama Zatta. Ia tidak mau menyesal, meski ia tidak tahu apa alasannya menghabiskan 3 nyawa malam itu dengan sarung Yaman di sarangnya sendiri.

Kompal Lawan Corona
Kompal Lawan Corona

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun