Sebenarnya ini menjawab pertanyaan dari Nindy pada tulisan saya sebelumnya tentang Kasus Reynhard Sinaga: "Efek Bius Pesona Reynard Masif Bahagia Main Hakim Sendiri". Karena jawabannya cukup panjang, jadi dibuatsatu artikel lagi. Boleh kan?.
Jadinya menggelitik saya berandai-andai kasus yang sama, pelaku sama, tempus delicti sama, hanya korban WNI dan locus delicti di Indonesia. Sehingga proses peradilan pidana dilakukan di Indonesia.
Sebagai sebuah pengandaian, banyak sekali kemungkinan yang dapat terjadi. Tidak beda jauh dengan kemungkinan kekalahan Avengers melawan Thanos.
Tapi karena artikel ini mengambil tema hukum, maka akan lebih kepada celotehan bidang hukum dengan sedikit kemungkinan sosial yang mungkin terjadi.
Pertama, justru yang saya kuatirkan jika ini terjadi di Indonesia kasus Renyhard Sinaga ini tidak pernah terungkap.
Why oh why?
Ingatkah jika kasus ini terungkap karena ada laporan dari korban. Dengan budaya Indonesia, apakah yakin ada korban sodomi yang dengan sukarela akan melapor. Jika pun melapor, laporannya akan lebih pada laporan tindak kekerasan, tidak khusus kekerasan seksual. Masyarakat kita umumnya belum dapat menerima terjadinya kekerasan seksual terjadi pada laki-laki.
Sebagai negera bersistem hukum civil law, Indonesia menganut asal legalitas pada pasal 1 KUHPnya "Nullum delictum noella poena sine praevia lege poenali" yang artinya "Suatu Perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada". Kata  telah ada itu penting, bahwa dalam asas ini juga sebuah peraturan hukum tidak akan berlaku  untuk tindak pidana yang lampau atau terjadi sebelum aturan itu dibuat.
Hingga saat ini, belum ada satu peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur pidana perkosaan terhadap laki-laki, baik dilakukan oleh perempuan maupun laki-laki.
Hmmm...jika anda membaca ini protes dan teringat dengan kasus "Robot Gedek". Â kasus itu korbannya anak-anak, yang memang ada aturannya di Indonesia. Dalam pasal 292 KUHP dengan sanksi diperberat UU perlindungan anak.
Korban kasus Reynhard Sinaga ini usianya 19-20 tahun, dalam UU Perlindungan Anak, batas usia anak adalah 18 tahun. Jadi korban tidak termasuk anak-anak. Aturan ini tidak dapat diberlakukan pada Kasus Reynhard Sinaga.
Pidana perkosaan di Indonesia hanya diatur dalam pasal Pasal 285 KUHP: "barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, dian cam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama 12 tahun".