"Kita gak bisa juga melawan arus klik bait dalam dunia kepenulisan artikel populer" ucap Iqbal Aji Daryono, yang sore itu tengah berperan sebagai guru kelas menulis artikel populer di Roca Cafe, Demang Lebar Daun Palembang.
Klik bait itu memang asyik untuk memancing orang membuka tulisan kita.Baik yang pro dengan opini kita ataupun para haters.
Hal ini dipilih karena endurance  baca kita juga makin mengikuti pola digital yang serba cepat, jadi makin kita males baca lama-lama.
 (((Kita)))
Tulisan yg pendek pun yang tidak lebih dari 400 kata juga kadang kaum penyu (penyungkan maksudnya) akan malas membaca atau mencari info lebih lanjut.
Kebanyakan yang terjadi malah share tanpa dibaca terlebih dahulu, lalu komentar dengan mendahulukan persepsi yang kadang kuat imajinasinya.
Tingkat pendidikan dan penguasaan big data dalam literasi digital juga tidak berbanding lurus, banyak kok guru-guru saya yang tingkat keilmuan dan kepakarannya luar biasa masih bisa sebar hoax di media sosialnya, Â apalagi cuma sekedar klikbait.
Tingkat pendidikan dan penguasaan big data dalam literasi digital juga tidak berbanding lurus, banyak kok guru-guru saya yang tingkat keilmuan dan kepakarannya luar biasa masih bisa sebar hoax di media sosialnya, Â apalagi cuma sekedar klikbait.
Pun perkembangan literasi selalu mengagungkan untuk membaca buku, dan literasi seringkali dibatasi pada kemampuan membaca dan berhitung.
Padahal literasi dasar itu terdiri dari 6, yakni literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial, dan literasi budaya dan kewargaan.
Bahkan, seringkali hoax yang tersebar adalah literasi dasar yang memang seharusnya dikuasai saat menempuh pendidikan dasar.
Misalnya saja efek fenomena halo matahari, awan ataupun yang masih kasat mata disangkutpautkan dengan kiamat. Padahal itu fenomena alam biasa, yang ada pada ensiklopedi dasar. Cari di google juga gampang. Lalu kisah dihubungkan dengan betapa ini azab kepada pemerintahan yang tidak adil.
Atau berita telur palsu , beras bebahaya karena ditetesi oleh iodine, yang berulang-ulang setiap tahun. Penyebarannya dibumbui dengan opini kegagalan kebijakan pemerintah dalam menjaga rantai pasok pangan.
Lucunya, berita-berita hoax demikian ada di grup pencinta sains atau bahkan di akun medsosnya guru.
Ya... 3 hoax yang paling banyak beredar yang masih didominasi isu politik, agama, kesehatan ini seringkali dishare tanpa disaring.
Tidak sedikit pula kasus penyebaran hoax yang dilaporkan berdasarkan UU ITE yang melibatkan oknum guru dan dosen. Padahal sebagai pengajar, mereka merupakan garda terdepan untuk mencapai cita-cita bangsa ini "mencerdaskan kehidupan bangsa". Tentu untuk menjalankan misi bangsa ini dibutuhkan yang cerdas literasi, termasuk literasi digital bukan.
Tidak jarang pula hoax yang disebar justru mengancam keutuhan NKRI, dulu isu sara hanya jadi isu laten, sekarang sangat terbuka di media sosial.
Tantangan untuk memilah informasi yang perlu disaring sebelum disharing juga makin berat, terlebih informasi makin cepat beredar disertai terlalu banyaknya informasi.
Klikbait tidak salah, tetapi bumbu komentarvmiss informasi tanpa  membaca lebih jauh ataupun cek dan ricek juga tidak kalah berbahaya dengan hoax.
Bapak Ibu Guru setanah air, selamat hari guru, selamatkan anak bangsamu dari kejahatan hoax, cerdaskan anak didikmu dimanapun berada dari klikbait.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H