Lintasan peristiwa yang terekam si benaknya diulang-ulang. Bagaimana ia berjumpa dengan Ari yang pingsan saat upacara bendera di kelas IV, bagaimana Ari membawakan bekal lebih saat kelas I SMP agar Hendra dapat mengikuti les tambahan, bagaimana ia berpanas-panasan menunggu Hendra turun dari angkot, bagaimana ucapan Saras, mantan pacarnya mengatakan ia tak mampu mengalahkan cinta Ari pada Hendra, ratusan kenangan melintas dengan cepat.
Hingga ia teringat saat Hendri meminta jaket biru donker pemberian Ari.
"Biarkan Adekmu merasakan pura-pura mendapat kado teristimewa dari perempuan yang dicintainya", entah mengapa ucapan Hendri yang kala itu bagai angin lalu terngiang-ngiang di telinga Hendra saat ini.
Saat tamu telah pulang, hanya keluarga inti Hendra dan Ari tengah bercengkrama di ruang tengah.
" Ari, aku mau ngomong sesuatu denganmu. Berdua saja" tukas Hendra di hadapan keluarganya.
"Sila Abang ngomong di sini saja, biar semua dengar" sahut Hendri.
"Ini privasi Ndri, saya butuh bicara ini dengan Ari" jawab Hendra menatap tajam ke arah Hendri.
"Kami sudah menebak kok, Bang. Kebetulan soal perasaan memang cuma Abang yang punya privasi. Kalo aku dan Ari, semua yang ada di sini tahu".
Hendra terdiam ia menatap Ari, Â Â Â Â " Ri,aku selama bertahun di negeri orang hanya ingin mempersembahkan sebuah kado istimewa bagimu. Aku berharap dapat memberikannya di hari ulang tahunmu bulan depan. Tapi aku tak kuasa menahannya lagi" Ucapnya dengan sedikit terbata-bata.
Hendra mengeluarkan sebuah kotak kecil yang berisi sebuah cincin dengan namanya terukir di sana.
"Aku ingin menyerahkan diriku seutuhnya sebagai kado untukmu"sambungnya.
Ari tersenyum, senyum tulusnya memang tak tertandingi siapapun. Dari dulu Hendra tahu itu, meski ia tak pernah berani mengungkap.
"Makasih Kak, tak ada kado terindah selain yang kamu ucapkan 6 tahun lalu, sebelum kamu KKN" sahut Ari dengan senyumnya.
Lalu ia melanjutkan obrolan dengan keluarga Hendra
Hendra terdiam, ia menatap Mama, Papa, Kak Ribka, Hendri yang juga terus mengobrol dengan Ari, Â mengabaikan Hendra dengan rencananya untuk mengucapkan dua kalimat "Aku mencintaimu" yang disambung dengan "menikahlah denganku".
Semua bayangan indah itu musnah bahkan sebelum disampaikan.
Hendra tak pernah tahu jika 6 tahun lalu kalimat
"anak Mommy ini normal, gak naksir lah sama anak cowok kayak Ari" membawa Ari ke sebuah klinik psikiatri.
Bertahun pula Pak Najib dan Bu Najib menyemangati Pak Anwar dan bu Anwar, demikian pula dengan Rubka dan Hendri pun secara bergantian menemani Bu Anwar yang tidak henti-hentinya menangisi keadaan anaknya hingga Tuhan memulihkan Ari dengan Bayu yang senantiasa setia menjaganya.
_____________________
Hendra menatap Ari yang tengah menjemput anaknya TPA di masjid depan rumah Hendra. Satu windu jaraknya sejak terakhir ia jumpa Ari. Ari yang segera menyadari kehadiran Hendra pun menegurnya dengan ramah
"Hai Kak, apa kabar?" Ari menyalami Hendra, "Arka, kenalin ini Oom Hendra" ucap Ari kepada anak laki-laki berusia 7 tahun di hadapan Hendra.
"Jagoanmu dan Bayu?" tanya Hendra
"Iya, satu-satunya" sahut Ari. Arka yang berlari mendahului membiarkan Ari dan Hendra berjalan berdua, menyusuri jalan kampung yang belasan tahun lalu mereka lalui sepulang sekolah.
 "Maaf, tak bisa hadir di hari-hari bahagiamu dan tak dapat memberimu kado, padahal dari kita SD setiap momen pentingku, kamu selalu kasih kado ke aku, bahkan sampai saat ini"ucap Hendra.
" Ha ha... Apaan sih, kan kado gak perlu berbalas-balasan" sahut Ari tertawa.
"Istriku kagum padamu, kado-kado yang kamu berikan sejak pernikahan kami, sampai kelahiran anak kedua kami selalu unik dan eksklusif, kamu merencanakannya selalu dari jauh-jauh hari ya?" Tanya Hendra.
 "Ari, andai kamu membalas cintaku, tak perlu kita menjalani kehidupan yang aneh ini lagi. Aku mencintaimu Ari, sejak kita kecil hingga hari ini" sambung Hendra.
Ari menghentikan langkahnya ia menatap Hendra
 "Kakak, mengetahui bahwa kamu mencintaiku adalah kado terindah yang Tuhan berikan setelah Arka, terima kasih" tukas Ari.
"Mengapa kamu tidak pernah membalas cintaku, Ari?" ucap Hendra.
"Aku membalasnya Kakak, dengan mencintai orang-orang yang kamu cintai" sahut Ari.
Hendra kembali terdiam, ia mengumpat mengapa Tuhan tidak menganugerahinya kado kehidupan berupa Ari yang mencintainya atau membalas cintanya.
" Tuhan telah menyiksaku bertahun-tahun dalam cinta yang senyap dalam hati yang biru"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H