Banyak potensi yang dapat dikembangkan dengan menanam pohon untuk ekonomi kreatif baik sebagai sumber serat, sumber pewarna alam, bahan kuliner, sumber furniture, sumber barang dekorasi dan sumber minyak atsiri.
Seperti pohon lontar yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku fashion dan kerajinan, daun jati dan kulit secang sebagai pewarna merah alami baik untuk kain ataupun makanan/minuman, ada juga tanaman indigofera sebagaipwwerna biru alami pada kain dan dapat juga enjadi pakan ternak, akar mengkudu juga pewarna merah alami.
Pemanfatanan teknologi juga dapat menaikkan mutu dan manfaat produk kehutanan seperti pemanfaatan pohon kepala  sebagai sumber gula, bahkan perusahaan pembersih terkemuka dunia scotch brite telah mengembangkan penggunaan sabun kelapa sebagai pengganti spons.
Demikian juga pohon nipah yang sejak dulu diamnfaatakaan sebagai sumber gula nira, buahnya dimakan, daunnya menjadi kerajian, saat ini niranya dapat dapat dikembangkan menjadi bio ethanol sebagai bahan bakar.
Penggunaan energi fosil yang berlebihan oleh manusia menuntut inovasi mencari alternatif energi terbarukan, salah satunya kaliandra merah yang dijadikan pellet sebagai pengganti batu bara.Emisi karbon yang dihasilkan pellet kaliandra merah dipercaya jauh lebih rendah dari pada emisi batu bara.
Kebutuhan eco fashion dunia semakin mengemuka menjadi potensi bagi Indonesia untuk mengembangkan forestry sebagaisumber serat alam seperti serat eucaliptus, serat daun nanas, serat bambu, serat pelepah pisang.
Potensi tanaman sumber minyak atsiri pun senagai tanaman sela pada forestry pun sangat berpotensi untuk dikembangkan, tanaman-tanaman ini memang sudah zaman nenek moyang diamnfaatkan sebagai sumber obat-obatan dan kosmetik seperti akar wangi, kemuning, daun nilai, cengkeh, sereh lemon, sereh wangi, sisih, mentha, kayuputih, gandapura, jeruk purut, karmie,. Krangean, kemuning, kenikir, kunyit, kunci, selasih, kemangi, biji pala, seledir, alpukat,kapulaga, klausena, kasturi, kosambi, adas, jeruk, jintan, kemukus, anis dan ketumbar, cengkeh, kenanga, ylang-ylang, melati, sedap malam, cempaka kuning, daun seribu, gandasuli kuning, srikanta,angsana, srigading, Â kayu manis, akasia, lawang, cendana, masoi, selasihansintok, cemara gimbu, cemra kipas, jahe, kunyit, bangle, baboan, jeringau, kencur, lengkuas, lempuyang sari, temu hitam, temulawak, temu putri, akar kucing, bandotan, inggu, selasi, sudamala dan trawas.
Baca juga : KPH, Cermin Kecil Tata Kelola Hutan Indonesia
Bu Titi juga menjelaskan bahwa perlu peran serta masyarakat terutama ahli di bidang fashion dan kulier memberdayaan masyarakat desa untuk mengembangkan potensi ecoproduct sebagai produk unggulan mereka melalui peningkatan keterampilanm investor dan tentu saja akses market.
Banyak best practice yang dilakukan oleh social preneur dapat dijadikan teladan dan media pembelajaran bersama untuk mengembangkan potensi unggulan desa seperti du'anyan untuk produk anyaman, javara yang mengembangkan potensi kuliner, pengembangan produk fashion dalam eco fashion week Indonesia sebagai upaya untuk pemberdayaan perempuan penenun yang menggunakan pewarna alam, serat aam dan peningkatan kehidupan penenun.