Aku mengenalmu pertama dari sekeping koin
Lalu beralih ke lembaran buku cerita
Kisah nelangsa para ksatria dan para putri
Bertahan hidup dengan memanfatkanmu
Lalu melupakanmu ketika berada di Kota Raja
Atau Tempat para monster, kurcaci dan peri ,Â
hantu dan demit hingga siluman bersembunyi
Pantang untuk didekati
Pindah ke buku sejarah
Bagaimana dirimuÂ
yang katanyaÂ
tak menghasilkan apa-apaÂ
kecuali buah maja
Beralih rupa gilang gemilangÂ
menjadi negeri penakluk Nuswantara
Buku sejarah juga bercerita bagaimana dirimu dikuasai
Melalui domein verklaring dalam Agrarische Wet 1870
Hingga saat merdekaÂ
beralih rupa pada penguasaan negara
Merubah wajahmu sesungguhnya
Melupakan siapa yang sesungguhnya punya hak atas dirimu
Tak kenal lagi apa itu rimba belantara
Kita hanya mengenal hutan
Meski pecintamu tak sudi disebut "Orang Hutan"
Bangga menepuk dada pada sebutan rimbawan
Kamu bagai primadona
Yang menaburkan harapan kesejahteraan
Tetapi hanya sebagian dirimu yang bisa dijamah
Dengan susah payah demi sebuah kata legalitas
Tapi legal pulaÂ
yang memporak porandakanmuÂ
demi kesejahteraan dalam bentuk lain
Ah... apalah makna keanekaragaman hayati
Buat mereka yang tak peduli
Ketika teriakan panas menggilaÂ
karena deforestasi di bumi
Muncul ide para cendikia
Bahwa sawit adalah tanaman hutan
Ah pantaslah beberapa tahun laluÂ
aku jajan dengan koin bergambar sawit
Selamat merayakan puisi hutan di dalam hutan puisi
Palembang, 21 Maret 2019
Kartika Kariono
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H