"Pempek mana sih paling recommended?".
Itu pertanyaan yang sering diucapkan oleh rekan yang databg ke Palembang.
Saya cuma bisa senyum, karena akan panjang senarai yang perlu jawab oleh rekan
Mulai dari keperluan apa,Kamu tujuannya apa, oleh-oleh atau menikmati saja. Karena untuk menikmati pun alasannya akan panjang, mau ke tempat yang legend, kekinian, dan panjang alasan lain.
Harga, nah ini yang kadang bikin kaget, krn harga pempek itu ada yang dari 2000 dapat 3 biji, sampe sebiji sepuluh ribu. Itu harga pempek kecil, belum bicara varian lainnya.
Kok bisa? Ya bisalah, bahan, tenpat dan merk itu berpengaruh. Meski ternyata kebanyakan teman saya seleranya sobat missqueen, gak miskin-miskin amat, tapi lidah mereka rata-rata bilang gak enak di  tempat pempek mahal, meski saya tidak memberitahukan pricelistnya saat makan.
Entah kebetulan atau tidak, teman-teman keturunan chinese yang lebih terpikat dengan rasa pempek di warung pempek mahal.Â
Jika menyebut pempek tertentu yang berharga 4000-5000 sebiji itu sudah mahal, tidak kawan itu selera middle, dan lebih dikenal karena merk dagang.Â
Seperti saya bilang, ada 2 tempat pempek mahal yang saya tahu, soal rasa ya kembali ke selera sih.
Jadi jika mau klasifikasi ada pempek asli dan pempek kw, belum ada standar sertifikasi untuk itu, dan memang tidak seperti Thailand yang menstandarkan rasa makanan tradisionalnya dengan uji baku mutu, Palembang tetap mempertahankan keanekaragaman selera ini, sebagaimana begitu beragamnya masyarakat Sumsel.
Jika teman-teman yang masa kecilnya dihabiskan  di Palembang lalu merantau.  Ketika singgah ke Palembang justru yang ditanya "masih ada yang jual pempek sepeda gak?, sepeda loh, bukan motor"tukas mereka.
Masih ada kok, meski jumlahnya tidak sebanyak dulu lagi. Bahkan di kampus tempat saya menjadi buruh, mamang PS setiap pagi selalu mangkal.Â
Banyak kenangan dengan tukang pempek sepeda. Penyelamat di kala lapar belum sarapan, cukonya yang umumnya dari cuko sintetis dan encer, dengan bahan baku ikan laut kualitas minim, tapioka yang harga terbawah dan diproduksi massal yang higinitasnya dipertanyakan justru menjadi kenikmatan bagi mulut dan tidak dirasakan di lambung efeknya di masa remaja kami.
Sampai saat ini hal demikian jadi bahan bullyan jika bertemu mengingat kenakalan masa kecil dengan mamang pempek sepeda.
Penasaran rasanya? Yok ke Palembang, sebuah kota yang begitu beragam bahkan dalam selera pempek.
Selamat pagi Indonesia
Salam Kompal, Salam Pempek,
Peh...kito behoji dulu pagi-pagi.
dak ngighup nyuko pagi-pagi dak boi. Tetap bahagia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H