3. Meriam Bambu
Ini adalah permainan paling keren, dimainkan di malam-malam menjelang berakhirnya ramadan. Bunyi "dus..dus" itu terdengar sangat indah.
Permainan ini cukup murah bagi kami, karena mambu betungnya kami ambil di rawa. Masing-masing membawa minyak tanah sedikit dari rumah.
Suatu hari, Bapak membawa karbit ke rumah. Kakakku yang tahu jika menggunakan karbit suara meriam bambu akan menggelegar. Kami mencoba dan keasyikan, dan penasaran bagaimana jika karbitnya banyak.
Kami mencobanya memasukkan karbit sebesar kepalan tanganku saat itum menyulutnya dan di malam hari bunyi "duar" begitu kencang terdengar di perkampungan kami yang sepi saat itu. Meriamnya pecah, meski tidak berantakan dan melukai kami. Hanya pecah terbelah. Diiringi dengan derai tawa puas kami, tak ada tetangga yang heboh  saat itu, boleh jadi kami yang kurang peduli, hanya beberapa tetangga keluar rumah dan ikutan senyum dengan ulah kami.
Bapakku keluar, tidak marah cuma menyuruh kami merapikan pecahan bambu dan pulang ke rumah. Tetapi beberapa menit dari gegernya bunyi itu, satu mobil jeep berisi tentara berseragam mendatangi kami. Menanyakan pada Bapakku soal bunyi apa tadi.
Bapak menjelaskan, yang disambut salah satu Oom Tentara dengan geleng-geleng kepala komentar "Ragil, kamu ciwek (cengeng maksudnya) kok kelakuannya gini".
"Lain kali hati-hati, kuatir melukai loh. Cukup main meriam pakai minyak tanah aja"sambungnya yang langsung pamit dengan orang tuaku.
He he gak usah heran, beberapa ratus meter dari rumahku memang asrama kaveleri. Mereka hanya memeriksa keadaan, khawatir bunyi letusan tersebut bunyi yang berasal dari senjata berbahaya.
Ramadan memang ajaib, termasuk kenangan masa kecilku yang memang ajib.
Ah...Nak, semoga suatu hari nanti juga dirimu punya kenangan ajaib masa kecil, bukan berbatas pada kotak ajaib yang menemanimu sepanjang hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H