Mohon tunggu...
Kartika Kariono
Kartika Kariono Mohon Tunggu... Pengacara - Ibu Rumah Tangga

Mengalir mengikuti kata hati dan buah pikiran

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Take One (Baca:Tekwan)

25 Juli 2016   13:58 Diperbarui: 25 Juli 2016   14:05 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekitar di tahun 1823, sebelum keberangkatannya kembali ke Inggris. Sir Stamford Raffless bermaksud ingin melakukan ekspedisi ke Pulau Sumatera yang telah ia sebuat sebagai rumah baginya. Ekspekdisi kali ini bukan untuk mencari negeri jajahan lagi sebagaimana ia lakukan di tahun 1811, tetapi lebih mengarah pada melengkapi jurnal pengetahuannya baik sejarah, adat maupun flora dan Fauna khususnya di Pulau Sumatera.

Suatu hari ia bermaksud mengunjungi  koleganya di Palembang, Sultan Ahmad Najamuddin Prabu Anom. Beliau merupakan Sultan Terakhir Kesultanan Palembang yang menggantikan Sultan Mahmud Badarudin II yang dibuang ke Ternate akibat kalah perang saat Karena sejak penyerangan besar-besaran yang dilakukan oleh Mayor H.M. De Kock di tahun 1821. Sejak saat itu Kesultanan Palembang berada di bawah kekuasaan Kolonial Belanda.

Raffless tidak bersedia untuk merapat di Benteng Kuto Besak (Sekarang berada di depan Ampera) , ataupun Kuto Gawang (Sekarang petilasannya menjadi  Pabrik PT.Pupuk Sriwijaya),  karena artinya perlu melewati dua benteng yakni Gomorah (Pulau Kemaro) dan Benteng Borang. Ia khawatir akan memicu ketegangan dengan pemerintah kolonial Belanda jika kapal berbendera Inggris masuk ke Ibukota Kesultanan Palembang, sudah cukuplah bagi Raffles pengalaman ketegangan hubungan dua negara imprealis di Palembang pasca traktat London 1814. Bahkan Raffles pun menghindari untuk melakukan pertemuan di wilayah kepungutan ( daerah seputaran keraton Kesultanan Palembang )

Dalam situasi politik yang demikian panas  Raffles juga memandang perlunya menjaga keamanan Prabu Anom, yang saat itu tidak lebih hanya sebagai “Penguasa Boneka” kolonial Belanda di Sindang  (daerah-daerah yang berada  perbatasan), karena itu Raffless memilih pertemuan daerah sikap ( dusun-dusun yang sebagian penduduknya ditugaskan membantu pekerjaan memenuhi urusan rumah tangga keraton).

Ketika merapat di Muara Sungsang (saat ini berada di dekat Pelabuhan Tanjung Api-api) , yang merupakan Pintu Gerbang Kesultanan Palembang dan merupakan salah satu Sikap Kesultanan Palembang, Raffles mengirimkan pesan melalui merpatinya kepada Sultan yang berada di Kuto Gawang.

Sultan Najamuddin Prabu Anom sangat gembira mendapat kabar tersebut,tampaknya ia bukan orang yang tidak tahu budi. Ia masih teringat jasa baik tim suksesnya satu itu, ia ingat betul bahwa ia dapat menjadi Sultan Palembang pada tahun 1812, lalu diturunkan pada bulan Juli 1813, namun berkat bantuan koleganya itu pada Bulan Agustus 1813 ia dapat naik tahta lagi, sampai pada bulan nopember 1818 diturunkan lagi, tetapi setelah kalahnya Palembang, Belanda sejak tahun 1821 menyerahkan pemerintahan kesultanan kepadanya kembali.

Jika bukan buah kerja timsesnya itu, tidak mungkin beliau dapat duduk santai menatap deburan riak kecil sungai Musi yang ditiup angin di teras Kuto Gawang.

Sayangnya Raffles tidak dapat lama-lama singgah di Palembang, karena itu Sultan pun buru-buru menemuinya, ia bersama Depati  (Pesirah/Kepala Marga) yang mengajak serta beberapa kriyo (Kepala Dusun) dari beberapa dusun di sekitar Wilayah Sungsang.

Sudah menjadi kebiasaan Sultan untuk menjamu tamu yang dihormatinya, namun karena kendala jarak yang jauh dari keraton serta waktu yang terburu-buru, Sultan memutuskan hanya untuk membawa makanan kecil dari ibukota,yakni Pempek. Sejenis makanan yang terbuat dari campuran Daging Ikan, Sagu Rumbia, Garam dan Air dan dihidangkan dengan saus yang terbuat dari campuran gula merah, bawang putih, cabe dan air yang disebut cuko. Saat itu makanan ini telah terkenal di Palembang, dan menjadi hidangan saat menjamu tamu karena bentuknya yang menyerupai dimsum.

Singkat cerita, kedua kolega ini bertemu di dermaga Sungsang “ Apa Kabar Sultan yang Agung?” , Raffles yang telah fasih berbicara bahasa Melayu menambut Raffles dengan sumringah.

“Ah, Tom,  yang manakah yang disebut Agung” sahut Sultan.

“Ah…Palembang itu Kesultanan kaya, wilayahnya membentang dari Empat Lawang dan Rejang di sebelah barat, Rawas di Sebelah Utara, Kisam dan Makakau di selatan dan pulau Bangka-Belitung di Sebelah Timur.  Belum lagi hasil pertambangan timahnya, hasil perkebunan dan kehutanan seperti lada, katun, gambir, nila, tembakau, sirih, buah pinang dan rami” sahut Raffles

“Ah… itu dulu, memang kas kami penuh dengan  sistem tibang dan tukong, tapi semua diporakporandakan oleh Belanda” sahut Sultan dengan bersungut.

“Ah…sudahlah kawan, mari kita bercerita saja mengenang masa lalu yang akan tercatat sebagai sejarah pada generasi mendatang” jawab Raffless.

Mereka bercengkrama satu sama lain, bercerita banyak hal meski Raffles berusaha menghindari urusan Politik, karena ia telah memutuskan untuk pensiun dan kembali ke Inggris dengan tenang. Sambil bercerita , pempek dihidangkan. Raffles yang lidah bule langsung teriak ketika makan pempek beserta cuko, "Ohw...it's too spicy" ucapnya. "But...I really like the fishcake"sambungnya. Ia mencoba makan tanpa cuko, ternyata tak sesedap perkiraannya.

Raffles termangu, Sultan merasa tidak enak hati, padahal biasanya para tamu saja doyan sekali makan pempek. Sampai Seorang Depati bertanya "Sir, apa makanan kegemaranmu?".

" I really like soup" jawabnya berbinar, “apalagi sejak kesehatanku menurun, kau tahu Sofia telah meninggal di Buitenzorg (Bogor) , 4 anak-anakku juga meninggal di Bengcoolen (Bengkulu). Aku sering mengeluh sakit pada dadaku. Jadi aku suka pada makanan yang berkuah segar seperti sup” sahut Raffles.

Sultan mati gaya,ia tidak membawa koki andalan, karena perempuan satu-satunya yang tugasnya sebenernya penterjemah, sebut saja Bikcik Kompal ditugaskan oleh buat memasak, karena perempuan  Palembang kan terkenal jago masak.

Bikcik kompal bingung, karena ada bahan makanan disuruh buat Sup, bahkan garam pun tidak ada.

Bikcik Kompal langsung ke Sungai, dia lihat udang keliaran, sebagai daerah perbatasan antara Sungai dMusi dengan Selat Bangka, banyak sekali Udang di Muara Sungsang. Dengan cekatan  bikcik menangkap dan menyianginya.  Di tepian sungai itu tumbuh bengkoang liar dan bunga sedap malam yang sudah mengering, juga ada jamur kuping yang tumbuh di batang-batang pohon mati. Bik Cik Kompal membersihkan bahan-bahan tersebut sebagai pengganti sayur dan merebusnya, sebenarnya saat  ia agak kuatir soal rasa,  saat itu air sungai tengah pasang naik sehingga air sungai di Mauara tersebut terasa asin.

Agar tamu menunggu lama,  bahan pempek dicubit kecil-kecil, dan langsung direbus satu persatu, dan segera  dihidangkan. Kemudia ia mencacah mentimun, juga bawang perai dan daun seledri sebagai bahan tambahan dan mempercantik penyajian hidangannya.

Sultan, Para Depati dan Kriyo bengong dengan makanan yang dihidangkan, Raffles berbinar, aroma kaldu udang yang segar di hidungnya memicu selera makannya. Ia langsung menikmati hidangan itu. Ia lalu berkomentar " You're genius. You make the fishcake into small pieces so I can take one by one".

Sultan yang sempet lagi tanya lagi terjemahan keburu mau komen "Woi Bik Cik, tekwan ini mantap nian”. Lalu dengan lahap memakan hidangan itu.

“Tekwan?” tanya Raffles

“Bekotek samo kawan (bercerita dengan kawan)…ha…ha…”  Sultan buru-buru menyahut.

Sebagaimana masa dulu, sabda Sultan adalah peraturan, maka hidangan tersebut  hingga saat ini disebut tekwan.

"Baiklah , Raffles, sampai di sini perjumpaan kita. Mungkin ini pertemuan terakhir kita" ucap Sultan saat hendak pergi

" Masih banyak yang dapat kita ceritakan Sultan, hendak kemana" sahut Raffles

"Ado gawe (ada pekerjaan) " ucap Sultan sambil berlalu.

Itulah di Palembang, sampai saat ini jika tidak dapat menjelaskan alasan dipilihkan kalimat "Ado gawe"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun