Mohon tunggu...
Dewi Kartika
Dewi Kartika Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Ruang Terbuka Hijau, Fasilitas Publik yang Mampu Selamatkan Kehidupan

30 September 2015   17:09 Diperbarui: 30 September 2015   17:22 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini, nyaring tersiar kabar status darurat kabut asap di Sulawesi Selatan yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan. Kasus ini bukanlah satu-satunya yang sedang mengemuka, melainkan sudah menjangkit hampir di seluruh wilayah negeri. Ada banyak kebakaran lain yang terjadi. Kasus di Pontianak, Pekanbaru, dan Jambi merupakan beberapa di antaranya. Sejumlah titik api ditemukan di berbagai penjuru. Kita mungkin terheran-heran mengapa ini sampai terjadi.

Sebuah lembaga riset, Center for International Forestry Research (CIFOR) menyatakan bahwa lebih dari sembilan puluh persen kebakaran hutan disebabkan oleh faktor manusia atau sengaja dibakar. Dengan iming-iming keuntungan ekonomi, sekelompok orang dengan teganya membakar lahan. Rendahnya kesadaran warga mengenai pentingnya keseimbangan sistem ekologi bagi kehidupan sepertinya menjadi akar utama permasalahan. Sementara faktor pencetus rendahnya kesadaran adalah minimnya pendidikan dan pengetahuan lingkungan yang benar.

Populasi hutan semakin hari semakin berkurang sebagai dampak perkembangan zaman dan industri. Indonesia sebagai negara dengan luas hutan tropis kedua terbesar di dunia setelah Brazil, justru mengalami proses pengurangan luas hutan terparah. Ini dibuktikan dengan pernah tercatatnya nama negara kita di Guinness Book of Record sebagai negara dengan laju deforestasi tercepat pada April 2007. Bagaimanapun, tak ada yang dapat menggantikan fungsi pepohonan dan aneka tumbuhan hijau sebagai sumber udara bersih dan menyehatkan bagi manusia. Hutan (tumbuh-tumbuhan) merupakan penyeimbang iklim dunia. Fungsinya sebagai filter sangat berpengaruh besar dalam menjaga planet kita dari dampak buruk emisi rumah kaca dan pemanasan global.

Laju pertumbuhan penduduk, perkembangan budaya, dan pengaruh modernisasi menjadi beberapa penyebab bergesernya kehidupan sosial masyarakat yang semula merupakan masyarakat kawasan pedesaan menjadi masyarakat kawasan perkotaan maupun kawasan metropolitan, yang tentunya sarat dengan aktivitas industri. Berbarengan dengan ini, pengubahan lahan hutan menjadi kawasan industri dan pengerukan hasil hutan bagi kepentingan industri kian sering terjadi. Peningkatan jumlah penduduk juga telah menyulap lahan hutan menjadi hunian.

Akhirnya luas hutan dari tahun ke tahun semakin menipis hingga mencapai angka yang mengkhawatirkan. Pada tahun 1950 hutan Indonesia memiliki luas 162 juta hektar, pada tahun 1985 seluas 119 juta hektar, pada tahun 1997 seluas 98 juta hektar, dan pada tahun 2005 menjadi 85 juta hektar. Menurut Forest Watch Indonesia (FWI), luas hutan di Indonesia sampai tahun 2013 menyusut lagi menjadi 82 juta hektar atau sekitar 46 persen dari luas daratan Indonesia.

Indonesia merupakan paru-paru dunia. Bisa kita bayangkan apa jadinya kondisi negara lain jika paru-parunya saja sudah sakit-sakitan. Ada banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan oleh pemerintah. Salah satu langkah penyelamatan yang dapat dilakukan adalah melalui melakukan penataan ruang kota dengan memberikan perhatian khusus bagi optimalisasi pelestarian dan pertumbuhan flora di dalamnya. Angka pengrusakan hutan dan kawasan cagar alam perlu diminimalisir.

Perlahan-lahan, kita perlu membenahi kembali kerusakan yang terjadi meskipun dengan cara sekecil-kecilnya. Pun jika ada banyak pembukaan lahan demi kepentingan lain, maka perlu dipikirkan langkah tepat agar kawasan hijau, tanaman serta hewan—terutama spesies endemik kita—tetap lestari dan masyarakat awam tidak menjadi korbannya. Sebagai bagian dari langkah pemulihan ini, mengoptimalkan pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) dapat menjadi aksi tepat yang bisa diambil.

Pemerintah telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang sebagai penyempurna undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang No 24 Tahun 1992 dengan topik yang sama. Di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, terdapat dua unsur yang disebutkan, yaitu konsep pengaturan tata ruang kota dan aturan mengenai penyediaan ruang terbuka hijau sebagai fasilitas publik.

Perombakan lahan hutan menjadi kawasan industri, kawasan tempat tinggal penduduk, dan fasilitas-fasilitas publik lainnya, dengan berbagai pertimbangan dan alasan, bisa jadi merupakan hal yang tidak bisa dihindari meskipun kenyataannya perbuatan tersebut merugikan. Maka menyulap sebagian ruang publik menjadi area bermanfaat ganda, yakni dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat sebagaimana fungsinya sebagai ruang publik yang sekaligus diharapkan dapat menjadi wahana penyeimbang iklim merupakan langkah pintar.

Di dalam UU No 26 Tahun 2007, sebagaimana disebutkan sebelumnya, di samping tertulis aturan mengenai penataan ruang, tertera pula pembangunan ruang terbuka hijau (RTH) sebagai bagian dari penataan ruang kota di Indonesia. Ruang terbuka hijau yang dimaksud adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Ruang terbuka hijau ini terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat.

Ruang terbuka hijau (RTH) publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Sedangkan ruang terbuka privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas, antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit harus 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota dengan proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 20 (dua puluh) persen dari luas wilayah kota.

Menurut Lab. Perencanaan Laskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian IPB (2005), ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut, yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. RTH, baik publik maupun privat, memiliki fungsi utama (intrinsik), yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (ekstrinsik), yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi.

Berkenaan dengan ruang publik, gagasan ruang publik muncul setelah seorang Filsuf Jerman beraliran Frankfurt, Jurgen Habernas memperkenalkan ide ruang publik dalam bukunya yang berjudul The Structural Transformation of the Public Spere : an Inquire Into a Category of Borjuis Society. Habernas (dalam Siahaan, 2010) menyimpulkan public sphere (ruang publik) sebagai wilayah sosial yang bebas dari sensor dan dominasi. Di ruang publik ini setiap individu tanpa terkecuali dapat saling berinteraksi dengan bebas dan melakukan kegiatan yang mereka minati sesuai dengan tipologi ruang publiknya.

Karakteristik ruang publik diantaranya adalah ruang tempat masyarakat berinteraksi, melakukan beragam kegiatan secara berbagi dan bersama, meliputi interaksi sosial, ekonomi dan budaya, dengan penekanan utama pada aktivitas sosial; ruang yang dikelola dan dikontrol secara bersama-sama—baik oleh instansi publik maupun privat—didedikasikan untuk kepentingan dan kebutuhan publik; ruang terbuka yang aksesibel secara visual maupun fisik bagi semua tanpa kecuali; dan ruang dimana masyarakat mendapat kebebasan beraktivitas (Sunaryo, et al, 2010).

Car dkk (dalam Sunaryo, et al, 2010) menyusun tipologi ruang publik di Eropa ke dalam beberapa tipe, diantaranya taman publik, square dan plaza, memorial, pasar, jalan, taman bermain, ruang terbuka komunitas, jalur hijau, perbelanjaan dalam ruang, ruang spontan dalam lingkungan hunian, dan tepi air.

Pembangunan ruang publik dilakukan berkaitan dengan peranannya yang ditilik dari beberapa aspek. Aspek tersebut meliputi aspek ekonomi, kesehatan, sosial, dan lingkungan. Carmona (dalam Parlindungan, 2013) menguraikan peranan ruang publik dari segi ekonomi antara lain untuk memberi pengaruh positif pada nilai properti, mendorong performa ekonomi regional, dan dapat menjadi bisnis yang baik. Dari aspek kesehatan, ruang publik berperan dalam mendorong masyarakat untuk secara aktif melakukan gerakan fisik, menyediakan ruang informal dan formal bagi kegiatan olahraga, dan mengurangi stres.

Dari aspek sosial, ruang publik berfungsi untuk menyediakan ruang bagi interaksi dan pembelajaran sosial pada segala usia, mengurangi resiko terjadinya kejahatan dan sikap anti-sosial, mengurangi dominasi kendaraan bermotor sehingga angka kecelakaan dapat berkurang, serta mendorong dan meningkatkan kehidupan berkomunitas. Sedangkan dari aspek lingkungan, ruang publik berperan dalam mendorong terwujudnya transportasi berkelanjutan, meningkatkan kualitas udara, mengurangi efek heat island dan polusi, serta menciptakan kesempatan untuk berkembangnya keanekaragaman hayati.

Ruang terbuka hijau dapat dimanfaatkan sebagaimana pemanfaatan ruang publik lainnya. Contoh dari ruang terbuka hijau adalah taman kota, kebun raya, kawasan hutan lindung, cagar alam, alun-alun, beragam area rekreasi dan olahraga, dan lokasi lainnya yang memenuhi kriteria RTH. Selain sebagai kawasan konservasi bagi vegetasi/tumbuhan, ruang terbuka ini juga dapat digunakan oleh warga untuk berkumpul dan mengambil manfaat keberadaan area ini dari beberapa aspek yang telah dijelaskan. Tak hanya itu, pemerintah daerah juga dapat mengimplementasikan konsep RTH sebagai ruang publik untuk skala yang lebih formal, dimana masyarakat dapat bebas berpendapat, berbicara, berdebat, terlibat dalam isu-isu politik, atau mengambil keputusan di dalamnya.

Bumi adalah satu-satunya habitat manusia. Karena itu setiap warga negara memiliki tanggung jawab untuk menjaganya. Jika warga dan pemerintah daerah bekerja sama dalam mengoptimalkan fungsi RTH, maka wilayah kita tidak akan gersang sepenuhnya. Atau setidaknya, ada sedikit upaya untuk mencegah percepatan laju pengurangan luas lahan disebabkan oleh kebakaran hutan dan menjaga keseimbangan iklim dunia.

Referensi:

UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Sunaryo, R. G., Soewarno, N., Ikaputra, I., & Setiawan, B. (2010). Posisi Ruang Publik dalam Transformasi Konsepsi Urbanitas Kota Indonesia.

Siahaan, I. J. (2010). Ruang Publik: Antara Harapan dan Kenyataan. Bulletin Tata Ruang.

Forest Watch Indonesia. (2015). Nasib Hutan Alam Indonesia. Majalah Intip Hutan.

Lab. Perencanaan Lanskap Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian – IPB. Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan .(2005). Makalah Lokakarya : Departemen Pekerjaan Umum.

Parlindungan, Johannes. Konsep Ruang Publik. [Ppt]. Tersedia di http://johannes.lecture.ub.ac.id/files/2013/04/KONSEP-RUANG-PUBLIK.ppsx. Diakses pada tanggal 26 September 2015.

Zamzami. Menyelamatkan Hutan Kita dengan Moratorium. (31 Maret 2015). [Artikel Online]. Tersedia di http://www.greenpeace.org/seasia/id/blog/menyelamatkan-hutan-kita-dengan-moratorium/blog/52454/. Diakses pada tanggal 26 September 2015.

Ari Susanto. Apa yang paling banyak menyebabkan kebakaran hutan di Indonesia? .(4 September 2015). [Artikel Online]. Tersedia di http://www.rappler.com/indonesia/104764-kebakaran-hutan-indonesia-cifor. Diakses pada tanggal 29 September 2015.

Fikaisa, Yusrianti. (2 April 2014). Selamatkan Hutan Kita. [Artikel Online]. Tersedia di https://yusrifikaisa0126.wordpress.com/2014/04/02/selamatkan-hutan-kita/. Diakses pada tanggal 26 September 2015.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun