Mohon tunggu...
Karon Marantina Purba
Karon Marantina Purba Mohon Tunggu... Auditor - Profesional

Profesional yang berminat juga di bidang tulis menulis

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Peranan Keluarga dalam Pencegahan Bunuh Diri

17 Januari 2020   21:53 Diperbarui: 17 Januari 2020   22:00 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berita CNN menyatakan bahwa Organisasi Kesehatan Dunia  (WHO)  melaporkan bahwa setiap detik terdapat satu orang yang melakukan bunuh diri. Angka orang yang kehilangan nyawa akibat bunuh diri bahkan lebih parah dari orang yang terbunuh dalam perang.

Dan akhir akhir ini juga kita semakin sering membaca berita mengenai tindakan bunuh diri atau percobaan bunuh diri.

Bahkan seringkali kita melihat adalah orang orang yang menurut kita tidak sepantasnya bunuh diri, karena mereka adalah publik figure, seperti artis bahkan rohaniawan yang sepertinya tidak menunjukkan permasalahan dalam kehidupannya sehari hari. Secara kasat mata seringkali membuat tanda tanya mengapa mereka sampai melakukan tindakan tersebut.

Sesungguhnya apa yang menyebabkan mereka melakukan tindakan itu? Healthline menyatakan bahwa penyebab bunuh diri adalah biopsikososial (gabungan aspek biologis, psikologis dan sosial), lingkungan dan sosiokultural (gabungan aspek sosial dan kultural)

Tindakan bunuh diri ini pada dasarnya adalah hal yang erat kaitannya dengan issu kesehatan mental seperti depresi, skhizofrenia, gangguan kecemasan yang bisa berujung kepada tindakan bunuh diri.

Tindakan bunuh diri juga dapat disebabkan oleh karena pelecehan seksual, menghadapi permasalahan yang dirasa tidak ada solusinya dan adanya budaya  yang menganggap bunuh diri itu merupakan hal yang lazim dilakukan.

Terlepas dari apapun yang menjadi penyebab dari bunuh diri, maka yang paling dipengaruhi adalah mental. Dalam tatanan  kehidupan sosial masyarakat Indonesia, keluarga masih dianggap sebagai institusi sosial yang penting dan paling dekat kepada setiap individu. Jadi seharusnya keluarga bisa merupakan alat yang bisa mencegah tindakan bunuh diri tersebut.

Kesehatan mental sangat dipengaruhi oleh pola asuh dan cara orang tua memperlakukan anak. Keluarga semestinya menjadi tempat bagi individu individu untuk menjadi tangguh dan mampu menghadapi berbagai permasalahan hidup.

Jadi keluarga merupakan institusi sosial yang secara dini dapat mencegah adanya bunuh diri. Keluarga merupakan benteng stress, khususnya di  kita mengalami tekanan. Karena itu, hubungan dengan pasangan dan anak anak sungguh-sungguh perlu dijaga agar tetap harmonis

Penelitian menunjukkan bahwa anak anak yang mendapat perlakuan yang hangat dalam keluarga, dicintai dan support yang baik dalam keluarga mempunyai kecerdasan emosional yang jauh lebih baik dan memiliki semangat hidup yang tinggi dibandingkan dengan dengan anak anak yang mendapat perlakuan buruk dalam keluarga, untuk mengelola masalah masalah kehidupan.

Anak anak yang berasal dari keluarga yang kurang harmonis secara emosi seringkali menjadi tidak stabil. Banyak mengalami luka emosi, dan cenderung mengalami depresi.

Anak anak yang dibesarkan dengan perkataan perkataan kasar, diperlakukan dengan kasar, merasa tidak dicintai dan disayangi mempunyai kecenderungan untuk menyakiti diri sendiri, dan memiliki keinginan yang tinggi untuk bunuh diri.

Dari pemaparan di atas maka bisa dikatakan bahwa keluarga merupakan  pencegah utama tindakan bunuh diri sejak dini. Semenjak individu individu ada dalam keluarga di mana dengan keluarga harmonis, di mana anak anak medapatkan suasana yang sehat untuk perkembangannya secara emosi.

Keluarga yang merupakan orang terdekat bagi pelaku bunuh diri seharusnya memiliki peranan yang penting dalam upaya pencegahan bunuh diri ataupun untuk menekan angka bunuh diri terlepas apapun yang menjadi penyebab dari bunuh diri tersebut.

Apabila penyebab bunuh diri juga karena adanya pelecehan atau tindakan kekerasan, maka keluarga jugalah orang pertama yang seharusnya memberikan support untuk membantu pemulihan dari trauma yang ditimbulkan dan memberikan dukungan bahwa masih ada harapan, walaupun korban mengalami hal tersebut.

Terkadang kondisi kesehatan mental juga terjadi karena memang adanya kelainan hormonal atau susunan kimia di otak yang seringkali membuat penderitanya menjadi lebih mudah stress dan depresi. Dalam hal ini keluarga yang merupakan orang terdekat dari penderita  yang bisa memberi support untuk menjalani pengobatan yang berkenaan dengan hal tersebut, seperti psikiater,  sehingga tidak menjadi lebih parah dan menjadi kecenderungan untuk bunuh diri.

Keluarga juga harus memahami bahwa isu kesehatan mental ini adalah hal yang perlu disikapi dengan sikap terbuka sehingga penderita mendapat dukungan yang baik dan ditangani dengan baik pula.

Keluarga jangan justru menjadi malu karena memiliki anggota keluarga yang mengalami masalah dalam kesehatan mental, sehingga penderita menjadi tertekan dan memperparah kondisi penderita , dan keinginan bunuh diri semakin kuat.

Apapun itu penyebabnya,  jika seseorang penderita mengalami kecenderungan bunuh diri, keluarga merupakan orang yang pertama untuk menjadi pendengar yang baik dan berempati terhadap alasan untuk melakukan bunuh diri, dan memberikan dorongan kepadanya untuk tidak melakukan hal tersebut.

Keluarga mendampingi di masa masa sulit bagi penderita yang mengalami kecenderungan untuk bunuh diri tersebut. Bukan justru menjadi orang yang menghakimi dan menganggap penderita kurang beriman.  Pada dasarnya individu yang memiliki kecenderungan  bunuh diri itu tahu, bahwa bunuh diri itu salah.

Dalam kondisi normal niscaya orang tidak akan melakukan bunuh diri. Jangan biarkan mereka yang memiliki keinginan bunuh diri sendirian, sendiri tanpa teman sepenanggungan. Mereka butuh teman untuk berjaga melewati masa masa sulitnya. Perhatian, penerimaan, dan kepedulian yang tulus adalah sangat penting. Keluarga sebagai orang terdekat merupakan posisi strategis untuk melakukan hal ini.

Daftar Bacaan :

https://news.detik.com/kolom/d-4741028/menekan-angka-bunuh-diri

https://lifestyle.kompas.com/read/2019/10/22/194548020/depresi-dan-bunuh-diri-di-indonesia-diprediksi-meningkat-mengapa?page=all

https://c3i.sabda.org/15/apr/2006/konseling_menyikapi_bunuh_diri_diiringi_simpati

https://kebijakankesehatanindonesia.net/25-berita/berita/1937-hari-pencegahan-bunuh-diri-pentingnya-kesehatan-jiwa-sejak-dini

https://www.liputan6.com/health/read/4081448/cepat-atasi-depresi-cegah-risiko-bunuh-diri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun