Bumi Manusia adalah roman karangan dari Pramudya Ananta Toer, yang filmnya mulai tayang tanggal 15 Agustus 2019 di bioskop bioskop. Â Buku Roman yang mengangkat kisah percintaan dari Minke (pribumi terpelajar yang suka menulis) dan Annelis (Indo, putri seorang Nyai Ontosoroh) dengan latar belakang zaman kolonial ini, menurut saya bukanlah sekadar kisah percintaan. Â Ada banyak pesan yang bisa diambil dari roman ini.
Minke seorang pelajar pribumi yang mempunyai posisi rendah di zaman itu menjadi dipandang karena mempunyai kemampuan menulis yang baik. Dia menyampaikan pemikiran pemikirannya lewat tulisan tentang berbagai hal. Minke jatuh cinta kepada Annelis, Putri Tuan Herman Mellena seorang Belanda yang menikahi Nyai Ontosoroh sebagai istri tidak sah, ataupun yang pada zaman itu disebut dengan Nyai. Kisah kehidupan Minke, Annelis, Nyai Ontosoroh dan Tuan Melena menjadi isi roman ini.
Salah satu pesan yang bisa diangkat dari Roman Bumi Manusia  yang akan di bahas tulisan ini adalah, bagaimana di dalam kisah buku Bumi Manusia ini,  tulisan memiliki  kekuatan yang luar biasa. Sebuah tulisan bisa sangat mempengaruhi. Kekuatan untuk menggiring opini, kekuatan untuk meluruskan satu pandangan yang salah, kekuatan tulisan yang bisa menggerakkan orang, karena setuju dengan pemikiran dari si penulis.  Walaupun memang buku ini adalah sebuah roman yang merupakan fiksi, namun saya tetap mendapatkan bahwa dalam sebuah karya fiksi pun bisa diambil bahwa tulisan memiliki sebuah kekuatan dalam menyampaikan pesan.
Ada beberapa momen yang saya bisa angkat bagaimana sebuah tulisan ternyata sangat mempengaruhi melalui buku Bumi Manusia ini. Pada zaman itu pandangan terhadap seorang Nyai sangat negatif, dianggap rendah karena hanya merupakan istri simpanan dari seorang Belanda. Namun dalam sebuah tulisan tokoh Minke yang akhirnya melihat dengan dekat sosok seorang Nyai, maka dia menuliskan bahwa pandangan orang terhadap seorang Nyai sebenarnya tidak selamanya benar. Karena pada dasarnya, menjadi Nyai bukanlah pilihan dari yang bersangkutan. Dan menyampaikan bagaimana Nyai Ontosoroh yang dia kenal adalah seorang yang terpelajar. Melalui tulisan kita bisa meluruskan pandangan orang lain terhadap sesuatu yang salah.
Kemudian moment yang sangat kental menunjukkan, bahwa sebuah tulisan memiliki sebuah kekuatan adalah, pada saat Hermen Mellena meninggal dunia  dan membawa Minke, Nyai dan putrinya harus masuk pengadilan, dan akhirnya masuk surat kabar. Berbagai pendapatpun dilontarkan melaui tulisan terhadap seorang Nyai, Minke dan Annelis, beserta issue hubungan Minke dan Annelis,  perebutan harta dan issue hukum dan perbedaan perlakuan antara pribumi dan Belanda . Akhirnya perang melalui tulisan pun terjadi. Opini dari pihak lawan pun dibalas dengan tulisan. Coba bayangkan melalui tulisan bisa terjadi perang. Bukankah tulisan benar benar satu hal yang sangat memiliki kekuatan.
Moment yang sangat penting lagi pada saat harta yang dibangun bertahun-tahun oleh Nyai Ontosoroh akhirnya akan beralih kepada Mauritz (anak sah dari Tuan Mellena) secara hukum Nyai yang hanya seorang gundik tidak memiliki hak apapun terhadap usaha yang dia kelola dengan segenap tenaganya, bahkan hak asuh terhadap putrinya Annelis. Â Lagi lagi di sini tulisan memegang peran, Minke dalam karya ini mengatakan bahwa tidak ada lagi yang dimiliki, satu-satunya hanyalah menulis. Menulis perlakuan tidak adil itu. Walaupun pada akhirnya perjuangan itu kalah, saya tetap melihat bahwa tulisan mempunyai satu kekuatan untuk menyatakan perbuatan ketidakadilan.
Walaupun ini hanya sebuah karya fiksi, bisa menyampaikan banyak pesan moral. Salah satu pesan moral yang memang kita bahas dalam tulisan ini, bahwa memang di dalam buku ini diungkapkan betapa tulisan itu memilki kekuatan yang sangat besar. Moment-moment di atas yang sudah dipaparkan menunjukkan  bahwa tulisan bisa menggiring opini, bisa merupakan sarana untuk melakukan protes, sarana menyampaikan nilai nilai, dan menyampaikan opini. Sudah baca bukunya? Kalau belum, bacalah, rasanya tidak dapat berhenti membaca sebelum menyelesaikannya. Pramudya Ananta Toer memang sangat piawai meramu cerita ini, meramu sejarah, feodalis, percintaan dan  konflik yang membuat roman ini jadi menarik dan sarat dengan pesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H