Saya mendapat kiriman WA Â dari teman kantor saya yang dalam beberapa waktu ini secara rutin membawa orangtuanya berobat. Kedua orangtuanya sedang sakit. Â Begini isi WA nya, "Kar, saya merasa ngeri membayangkan masa tua saya seperti apa nantinya. Saya memperhatikan orang tua di sini tidak berdaya, keriput, di kursi roda dan masih banyak lagi"
Saya menimpalinya dengan satu kalimat yang  sangat bijak, " Jangan kuatir, kesusahan sehari cukuplah untuk sehari, Tuhan pasti menyertai sampai dengan masa tua kita.  "Saya kuatir, siapa nanti yang akan merawat saya di hari tua?" ujarnya. Dia  sampai saat ini masih single. Aku membalasnya dengan emoticon senyuman.
Lalu saya bertemu lagi dengan salah salah seorang teman, dia juga masih single. Dan dalam posisi kami yang masih single saat ini, dan pernah ada pada posisi merawat orang tua yang dalam keadaan sakit dan akhirnya wafat, memberikan topik pembicaraan bagi kami. Topik untuk memahami arti sebuah kehilangan dan  topik yang membicarakan, bagaimana nanti di hari tua. Tidak punya anak, dan tentu saja keluarga juga punya tanggung jawab masing masing. Ponakan? Sepertinya kita juga tidak bisa berharap banyak. Mereka juga punya kehidupan sendiri dan seandainya pun harus menjaga orang tua, bukankah dia akan prioritas dalam menjaga orangtuanya? Â
Satu  ketika saya mendapatkan telepon dari seorang teman yang menanyakan adakah panti yang saya ketahui untuk menampung seorang ibu yang sudah tua dan kondisi mata yang sudah tidak mendukung untuk pekerjaannya sebagai penjahit, yang tinggal seorang diri. Dan saya pun bertanya, " Apakah dia tidak punya anak?" Punya anak tiri tapi tidak ada yang mau kalau dia tinggal bersama mereka" jawabnya. Terlepas dari apa yang menjadi masalah mereka, saya pun berusaha membantu mencarikan Panti Jompo, namun ternyata tidak semudah yang saya pikirkan.Â
Panti Jompo, akan mengenakan biaya yang tidak bisa dibilang murah. Dan pada dasarnya menurut saya itu memang wajar mengingat biaya perawatan terhadap orang tua juga tidak bisa dibilang murah. Biaya makan yang layak, pemeliharaan tempat, pasti semua membutuhkan biaya. Dan satu hal, harus ada dua orang keluarga dekat yang menjadi penanggung jawabnya. Janda dan hanya punya anak tiri dan memiliki keterbatasan fisik untuk bisa survive. Hmmm...lagi lagi sebuah masalah dengan masa tua.
Namun ternyata pemikiran bagaimana nanti di hari tua ternyata  tidak saja hadir bagi  yang single atau janda tanpa anak, tetapi juga kepada yang menikah dan memiliki anak lengkap. Hal ini terungkap pada pembicaraan di sebuah WA group di mana teman teman  yang memiliki anak juga mulai memikirkan bagaimana nanti di hari tua ketika anak anak sudah memiliki keluarga masing masing dan bahkan bagi orang tua yang biasanya terbiasa mengurus anak anak terjadi syndrome empty nest.Â
Dalam pembicaraa itu akhirnya berpikir menciptakan tempat yang memang menyenangkan di hari tua, tidak kesepian di rumah. Berpikir membuat tempat tinggal bersama untuk satu komunitas, di mana dimungkinkan akan mempunyai kegiatan bersama yang lebih sesuai satu dengan yang lainnya. Satu tempat yang nyaman di mana semua bisa berkumpul bersama, dan anak anak juga tidak terlalu merasa orang tua terbuang. Dan anak anak bisa berkunjung kapan saja, tanpa harus dibebani juga untuk merawat orangtua dan bisa melakukan apa yang menjadi panggilannya.
Dengan pengalaman pengalaman di atas akhirnya saya punya pemikiran mengenai pilihan bagaimana nanti kehidupan di hari tua seandainya memang Tuhan mengizinkan kita hidup sampai tua.
Salah satunya adalah tinggal di satu tempat yang memang layak semisal panti.  Dan tidak dipungkiri bahwa pasti hal ini membutuhkan biaya. Dan memang harus dipersiapkan dari sekarang. Saya berpikir mungkin lebih baik tinggal di panti jompo saja, menjaga  privasi dari anak anak, dan mereka  bebas melakukan apa yang mereka ingin lakukan.Â
Bagi saya biarlah anak anak melakukan apa yang menjadi bagiannya tanpa direpotkan oleh kehadiran orang tua. Bukan berarti ini adalah cermin bahwa saya merasa direpotkan seandainya orangtua saya, ataupun orangtua suami saya seandainya saya menikah untuk tinggal bersama kami di hari tuanya.
Tinggal di Panti Jompo mungkin dianggap sebagai satu hal yang belum lazim bagi sekelompok orang, mengingat budaya timur di Indonesia yang membuat orangtua yang tinggal di Panti Jompo sepertinya adalah orang tua yang terbuang. Tidak diperhatikan oleh anak anaknya dan menjadi beban moral juga bagi si anak yg seolah olah tidak mau merawat orang tua.
Namun saya sedang membayangkan sebuah Panti Jompo yang sangat menyenangkan, di mana aku bisa berkumpul bersama dengan orang orang yang seusia dengan saya, melakukan program program yang baik untuk lansia dengan hal hal yang kita suka juga. Mungkin akan ada senam untuk lansia, dengan jadwal jadwal tertentu, ada ibadah rutin bersama, ada kegiatan musik bagi yang menyukai musik, membaca buku cerita bagi yang suka membaca buku cerita dan lain lain yang memang sangat menyenangkan. Atau kegiatan lain yang produktif seperti menjahit bagi yang masih memungkinkan, menulis dan lain sebagainya. Apakah mungkin ada panti jompo yang seperti ini?
Atau pilihan kedua tetap tinggal di rumah sendiri dengan menciptakan situasi yang membuat kita tidak kesepian. Mengajak saudara atau memang perawat yang memang menjaga kita, dan memperhatikan semua kebutuhan kita. Dan kemudian kita menciptakan kegiatan yang memang kita sukai dan kita lakukan, bisa jadi berkebun, mengikuti komunitas lansia dengan segala kegiatannya.
Saya juga berpikir bahwa kehidupanku di hari tua, bukanlah tanggung jawab anak sepenuhnya. Saya harus mempersiapkan diri untuk kehidupan di masa tua itu. Â Yang perlu dipersiapkan untuk masa tua adalah :
1. Â Â Â Â Dari mana biaya hidup kita
Perlu kita pikirkan dari mana biaya hidup kita, ketika kita mungkin tidak menerima gaji lagi, apalagi untuk yang tidak menerima pensiunan. Ini perlu menjadi satu persiapan. Pada saat kita produktif menabunglah untuk masa tua, bahkan jika mungkin berinvestasi dan memiliki asuransi untuk menjaga kemungkinan ada saatnya kita sakit.
Jadi pada masa usia produktif kita harus berhemat untuk kehidupan di masa tua. Sehingga di masa tua kita tidak harus menggantungkan hidup kepada anak anak, atau harus tetap bekerja keras untuk membiayai hidup. Kita harus  merencanakan keuangan jangka panjang.
2. Â Â Â Â Apa yang akan kita lakukan di masa tua kita.
Kita perlu memikirkan apa yang harus kita lakukan di hari tua, ketika kita tidak akan lagi bekerja, ketika kita tidak lagi merawat anak anak, untuk mengisi hari hari kita di masa tua. Selagi masih bisa mari lakukan sesuatu yang berguna bagi orang lain. Akan lebih menyenangkan jika itu sesuai dengan passion kita.
3. Â Â Â Menjaga kesehatan dengan memperhatikan pola hidup sekarang ini untuk memiminimalkan penyakit yang mungkin timbul akibat pola hidup yang kurang baik di masa muda dan paruh baya, seperti menjaga pola makan, rajin berolahraga dan mengurangi stress.
4. Â Â Â Â Dari segi mental kita juga harus bisa menerima kenyataan dan menghadapi bahwa di masa tua memang kita akan memiliki banyak keterbatasan sehingga tidak terlalu merasa berkecil hati ketika mungkin tidak terlalu diingat, atau diminta berbagai hal sebagaimana di masa produktif kita dulunya.
Hal hal di atas perlu  kita persiapkan untuk meminimalisir kita menjadi beban atau masa tua yang memprihatinkan. Terlepas dari hal hal yang memang bisa dipersiapkan, tetapi keluarga pastilah tetap hadir untuk bisa memperhatikan.
 Dan persiapan itu bukanlah satu hal yang sedang tidak mempercayai campur tangan Tuhan.  Kita tetap mempercayai bahwa  Tuhan juga akan tetap memelihara seperti yang telah dinyatakan dalam janji penyertaanNya, tapi kita juga perlu mempersiapkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H