Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Yuk, Pahami, Kenapa Budaya Malu, Penting Diajarkan Sejak Dini?"

30 Januari 2025   20:22 Diperbarui: 30 Januari 2025   20:22 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Budaya malu yang makin luntur (Sumber: Freepik)

"Yuk, Pahami, Kenapa Budaya Malu, Penting Diajarkan Sejak Dini?"
Oleh Karnita

"Maaf, saya malu, belum berani menemui Dino. Mungkin butuh dua hari untuk mengumpulkan keberanian dan meminta maaf." Pernahkah kamu merasakan hal serupa?

Malu itu hal yang wajar, terutama ketika kita merasa perlu bertanggung jawab atau mengakui kesalahan. Malu bisa jadi positif atau negatif. Malu yang positif justru mendorong kita untuk lebih hati-hati, menjaga perilaku, dan berbuat baik, seperti saat kita malu karena telah berbuat salah dan ingin memperbaikinya. Tapi, kalau malu yang berlebihan malah bisa membuat kita takut bertindak atau ragu.

Sayangnya, banyak orang sekarang yang sudah putus urat malunya. Mereka tidak merasa malu lagi saat menyerobot antrian, mengambil hak orang lain dalam pembagian sembako, atau bahkan mendaftar sebagai calon kepala daerah meski pernah dipenjara karena korupsi. Beberapa juga mengorbankan etika untuk kepentingan pribadi, seperti menggunakan jabatan untuk keuntungan sendiri atau menyalahgunakan bantuan sosial. Ini menunjukkan hilangnya rasa malu yang seharusnya dijaga.

Contoh lainnya, sekarang banyak orang yang sudah tidak merasa malu terlambat ke sekolah atau kantor, tidak mengerjakan tugas, atau bahkan tidak solat fardu hampir di akhir waktu. Banyak juga yang merasa tak malu malas bekerja, malas belajar, atau tidak ikut gotong royong padahal ada waktu. Tak sedikit yang merasa biasa tidak menjaga kebersihan lingkungan meski mereka tahu itu tanggung jawab bersama. Bahkan, ada yang tidak malu untuk memanfaatkan orang lain demi keuntungan pribadi, atau mengabaikan aturan di jalan, seperti melanggar lampu merah.

Gambar: Hilangnya budaya malu, membuang sampah sembarangan (Sumber: Freepik)
Gambar: Hilangnya budaya malu, membuang sampah sembarangan (Sumber: Freepik)

Padahal, malu yang positif punya banyak manfaat, lho:

  • Menjaga perilaku: Malu membuat kita menghindari perbuatan buruk.
  • Mendorong perbuatan baik: Malu bikin kita lebih termotivasi untuk berbuat baik dan memperbaiki kesalahan.
  • Bijaksana dalam bertindak: Malu membantu kita berpikir dulu sebelum bertindak.
  • Menjaga hubungan sosial: Malu membantu kita lebih peka terhadap perasaan orang lain dan menjaga hubungan yang baik.
  • Jadi, malu yang positif nggak hanya bikin kita jadi lebih baik, tapi juga menjaga keharmonisan dalam hubungan sosial.

Dua Kisah Tentang Malu yang Positif

Mari kita simak dua kisah inspiratif tentang pentingnya rasa malu yang positif:

Abu Hurairah dan Rasulullah SAW
Suatu hari, ketika masih muda dan mengembala kambing, Abu Hurairah bertemu Rasulullah SAW. Seorang lelaki menawarkan uang untuk membeli kambingnya, namun dengan rasa malu, Abu Hurairah menolaknya. Bagi Abu Hurairah, bukan hanya soal untung, tetapi amanah yang diberikan kepadanya. Rasa malu mengajarkannya untuk menjaga harga diri dan kepercayaan, meskipun godaan datang begitu mudah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun