Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

"Ah, Bisakah Kita Mengadopsi Meritokrasi ala Cina?"

28 Januari 2025   11:08 Diperbarui: 28 Januari 2025   11:08 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Budaya Meritokrasi (Sumber: Freepik)

“Ah, Bisakah Kita Mengadopsi Meritokrasi ala Cina?”

Oleh Karnita

"Tidak ada cara lain untuk memanen pemimpin yang berkualitas, kecuali dengan menyemai kader-kader unggul dalam sistem promosi kepemimpinan yang hierarkis dan kompetitif." — Deng Xiaoping, Pemimpin Tiongkok

Kunjungan Presiden Prabowo ke Cina beberapa waktu lalu membuka cakrawala baru dalam pandangan saya. Terinspirasi oleh kemajuan pesat yang dicapai Cina, sebuah kerinduan muncul: ah, bisakah kita mengadopsi sistem meritokrasi mereka untuk Indonesia? Keinginan ini datang bukan tanpa alasan, melainkan dari keyakinan bahwa kita pun butuh pemimpin-pemimpin yang teruji, yang menapaki karier panjang melalui kompetensi, integritas, dan rekam jejak yang jelas.

Sejak reformasi ekonomi yang dimulai pada 1978 di bawah kepemimpinan Deng Xiaoping, Cina telah mengalami transformasi luar biasa. Negara yang dulunya termasuk miskin pada 1960-an kini menjadi salah satu ekonomi terbesar di dunia. Keajaiban ini bukanlah hasil kebetulan, melainkan hasil dari serangkaian kebijakan strategis yang secara revolusioner mengubah struktur sosial dan ekonomi Cina. Namun, yang paling mencolok dari perjalanan mereka adalah sistem meritokrasi yang mengedepankan seleksi pemimpin berdasarkan kemampuan dan pengalaman, yang memastikan bahwa mereka yang memimpin adalah mereka yang benar-benar layak dan teruji.

Faktor Pendorong Keajaiban Cina

Keberhasilan Cina tidak lepas dari sejumlah faktor kunci. Pertama, reformasi ekonomi yang mendalam membuka pasar dan mendorong investasi asing. Kebijakan ekonomi yang berfokus pada manufaktur dan ekspor menjadikan Cina sebagai "pabrik dunia," memproduksi ratusan barang yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Ekspor dan investasi menjadi tulang punggung ekonomi Cina yang bertumbuh stabil selama beberapa dekade.

Namun, ekonomi saja tidak cukup. Sistem pendidikan yang mendorong nilai kerja keras dan budaya yang mengutamakan disiplin juga memainkan peran besar. Pandangan konfusianisme, yang menghargai pendidikan dan ketekunan, menciptakan tenaga kerja yang kompeten dan berkompetisi secara global.

Mengapa Cina Bisa? Sistem Meritokrasi Sebagai Kunci

Salah satu aspek yang seringkali luput dari perhatian dalam memahami keajaiban Cina adalah sistem meritokrasi yang diterapkan dalam kepemimpinan negara tersebut. Di Cina, seleksi dan promosi pemimpin berdasarkan pada kemampuan dan kinerja, bukan kekuasaan atau hubungan keluarga. Di sinilah terletak salah satu kekuatan utama Cina: para pemimpin yang berkompeten dan berintegritas, yang telah menjalani pendidikan dan pengalaman yang panjang sebelum memegang jabatan tinggi.

Meritokrasi politik ini melahirkan pemimpin-pemimpin yang memiliki visi jelas, kompetensi tinggi, dan integritas yang kuat. Dalam sistem ini, proses seleksi yang ketat memastikan bahwa yang memimpin adalah mereka yang benar-benar mampu mengelola negara, bukan yang hanya memiliki  logistik besar, modal popularitas, dekat dengan kekuasaan,  atau berasal dari garis keturunan tertentu. Pemilihan pemimpin yang berbasis pada kemampuan menjadikan Cina sebuah negara dengan struktur pemerintahan yang efisien dan berorientasi pada pembangunan berkelanjutan.

Pembelajaran untuk Indonesia: Ah, Bisakah Kita Mengadopsi Keajaiban Itu?

Gambar: Aspek Meritokrasi (Sumber: Freepik)
Gambar: Aspek Meritokrasi (Sumber: Freepik)

Melihat kisah sukses Cina, timbul pertanyaan: Ah, bisakah Indonesia mengadopsi keajaiban meritokrasi ala Cina? Indonesia, dengan potensi besar yang dimilikinya, tentu memiliki banyak peluang untuk tumbuh. Namun, berbagai tantangan, terutama dalam sistem pemerintahan yang sering kali tersandera oleh politik praktis, menghalangi potensi tersebut untuk terwujud secara optimal.

Di Indonesia, meskipun ada beberapa upaya untuk memperbaiki sistem seleksi kepemimpinan, masih banyak kekurangan dalam pelaksanaannya. Jabatan penting sering kali lebih dipengaruhi oleh koneksi politik atau patronase daripada berdasarkan kemampuan individu. Hal ini tentunya menghambat pembangunan yang lebih terarah dan berkelanjutan.

Menghadapi Kendala Politik dalam Pembangunan

Ketidakstabilan politik yang seringkali terjadi di Indonesia menjadi salah satu tantangan terbesar dalam menciptakan kebijakan yang efektif dan berkelanjutan. Lingkungan politik yang penuh konflik memperlambat implementasi kebijakan yang diperlukan untuk pembangunan jangka panjang. Keberagaman suara politik yang kadang bertabrakan menghalangi terciptanya kebijakan yang stabil dan menyeluruh.

Jika ada harapan untuk menuju Indonesia Emas 2045, maka jalan untuk memperbaiki sistem meritokrasi dalam pemerintahan adalah sebuah langkah yang tak bisa dihindari. Indonesia perlu membangun iklim politik yang lebih inklusif, transparan, dan kolaboratif, di mana suara rakyat lebih didengarkan dan kebijakan pembangunan yang berkelanjutan bisa dijalankan tanpa gangguan politik yang berlebihan.

Indonesia Emas 2045: Mungkinkah?

Gambar: Perjalanan karier panjang yang teruji   (Sumber: Freepik)
Gambar: Perjalanan karier panjang yang teruji   (Sumber: Freepik)

Mencapai visi Indonesia Emas 2045 tentu bukanlah hal yang mudah. Namun, dengan memperbaiki sistem meritokrasi dalam pemerintahan, Indonesia dapat menapaki jalannya menuju negara maju. Sebagai contoh, sistem seleksi yang mengutamakan kemampuan dan prestasi—seperti yang ada di Cina—dapat membantu Indonesia dalam menyiapkan pemimpin yang benar-benar teruji dan kompeten, yang mampu menghadapi tantangan global.

Namun, untuk mencapainya, Indonesia harus mengatasi tantangan struktural yang masih menghambat, seperti ketimpangan sosial dan ekonomi yang lebar. Pendidikan yang merata dan infrastruktur yang lebih baik adalah dua komponen penting yang harus diperhatikan dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.

Meritokrasi sebagai Pilar Kebijakan Ekonomi

Cina tidak hanya fokus pada kebijakan ekonomi yang rasional, tetapi juga mengembangkan sistem meritokrasi yang kokoh. Sistem ini memungkinkan pemimpin yang dipilih memiliki visi yang terarah untuk mengelola ekonomi, mendukung perkembangan teknologi, serta mengelola sumber daya alam dengan bijak. Begitu pula Indonesia, untuk mewujudkan kemajuan ekonomi jangka panjang, harus memperbaiki sistem seleksi kepemimpinan agar dapat menciptakan pemimpin yang memiliki kompetensi, integritas, dan visi yang jelas.

Sebagai langkah konkret, Indonesia perlu mengadaptasi beberapa elemen dari sistem pendidikan dan pelatihan kader yang diterapkan di Cina. Pembangunan sektor-sektor kritikal seperti manufaktur, teknologi, dan energi terbarukan juga harus menjadi fokus utama, diiringi dengan kebijakan yang dapat menciptakan pemimpin yang visioner dan berkompeten.

Mewujudkan Indonesia Emas: Keajaiban yang Bisa Dicapai

Keajaiban yang terjadi di Cina bukanlah hal yang mustahil bagi Indonesia. Dengan memperbaiki sistem meritokrasi, mendorong kebijakan yang berkelanjutan, dan memastikan pemimpin yang terpilih berdasarkan kemampuan, Indonesia bisa mencapai potensi penuhnya. Saatnya kita untuk berani bermimpi besar dan bekerja keras menuju Indonesia Emas 2045.

Bangkitlah Indonesia! Kita bisa mengadopsi keajaiban meritokrasi ala Cina, jika kita berkomitmen untuk menjalani perubahan yang nyata dan berkelanjutan. Keajaiban itu bisa kita wujudkan, asalkan kita memiliki tekad dan langkah yang tepat. Wallahu a’lam.

Penulis adalah pemerhati kebijakan publik

Sumber:

https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2024/02/13/meritokrasi-rahasia-keajaiban-china

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun