Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Merenung Bersama Bung Krismas Situmorang: Transformasi Ujian Nasional untuk Masa Depan Pendidikan

19 Januari 2025   08:54 Diperbarui: 19 Januari 2025   08:54 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Sidang mengikuti UN (Sumber: Freepik)

Merenung Bersama Bung Krismas Situmorang: Transformasi Ujian Nasional untuk Masa Depan Pendidikan

Oleh Karnita

Rencana untuk mengembalikan Ujian Nasional (UN) pada 2026 kembali mendapat perhatian publik, setelah Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mandikdasmen) Abdul Mu'ti mengumumkan bahwa UN akan dilaksanakan kembali mulai tahun ajaran 2025/2026. Meski begitu, konsep baru untuk UN tersebut masih dalam tahap persiapan. Pendapat dari berbagai pihak pun bermunculan, termasuk dari pakar pendidikan seperti Bung Krismas Situmorang, yang menawarkan kritik tajam terkait kebijakan ini.

Bung Krismas, dalam artikelnya yang dimuat di Kompasiana pada Januari 2025, mengemukakan pandangannya terkait perlunya evaluasi terhadap kebijakan UN. Dia menekankan bahwa UN seharusnya tidak hanya menjadi alat ukur kelulusan, tetapi juga menjadi instrumen yang lebih adil dalam memetakan kualitas pendidikan di seluruh Indonesia. Namun, ada banyak tantangan yang perlu diperbaiki agar UN tidak memperburuk ketimpangan yang ada di sistem pendidikan kita. Penulis setuju dengan banyak kritik Bung Krismas, tetapi juga berpendapat bahwa UN yang kembali digelar pada 2026 perlu diperbaiki dengan serius agar tetap memberikan manfaat bagi siswa dan kualitas pendidikan di Indonesia.

Dampak Psikologis bagi Siswa

Bung Krismas Situmorang dengan tegas mengkritik beban psikologis yang ditimbulkan oleh UN. Menurutnya, UN selama ini telah menjadi sumber stres besar bagi banyak siswa, bahkan mengarah pada kecemasan dan tekanan yang menghancurkan kesehatan mental mereka. Dalam artikelnya, Bung Krismas menjelaskan bahwa tekanan untuk lulus UN dengan nilai tinggi sering kali membuat siswa merasa terperangkap dalam sistem yang menilai mereka semata-mata berdasarkan hasil ujian, bukan proses pembelajaran yang mereka jalani.

Penulis sepakat dengan pandangan Bung Krismas bahwa UN, meskipun dimaksudkan untuk mengukur kualitas pendidikan, sering kali memaksa siswa untuk lebih fokus pada hasil ujian, mengabaikan proses belajar yang seharusnya menjadi bagian penting dari pendidikan. Namun, penulis juga berpendapat bahwa meskipun penghapusan UN diharapkan bisa mengurangi tekanan, tantangan yang muncul adalah bagaimana menjaga motivasi siswa dalam belajar tanpa adanya ujian formal. Tanpa ujian yang memotivasi, siswa mungkin kehilangan tujuan jangka pendek yang jelas dalam pendidikan mereka. Oleh karena itu, meskipun penghapusan UN memberi peluang untuk mengurangi stres, penulis berpendapat penting untuk tetap mempertahankan sistem penilaian berbasis kompetensi yang tetap memberikan tantangan bagi siswa, agar mereka tetap semangat dalam belajar.

Gambar: Siswa sedang mengikuti UN (Sumber: Freepik)
Gambar: Siswa sedang mengikuti UN (Sumber: Freepik)

Perspektif Ekonomi dan Ketimpangan Akses Pendidikan

Bung Krismas juga menyoroti ketimpangan akses yang semakin jelas terlihat dengan adanya UN. Menurutnya, UN sering kali memperburuk ketidaksetaraan, karena siswa dari daerah dengan akses terbatas atau keluarga miskin cenderung kesulitan dalam mempersiapkan ujian. Mereka tidak memiliki akses yang sama terhadap fasilitas belajar, seperti bimbingan, kursus, atau teknologi pembelajaran. Ketimpangan ini semakin diperburuk dengan adanya industri bimbingan belajar yang hanya bisa diakses oleh siswa dari keluarga yang mampu.

Penulis sepakat dengan kritik Bung Krismas mengenai ketimpangan akses ini, dan berpendapat bahwa jika UN kembali digelar, pemerataan kualitas pendidikan harus menjadi prioritas utama. Penulis mendukung peralihan ke Asesmen Nasional Berbasis Kompetensi (ANBK) yang lebih menekankan pada kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi, yang lebih adil karena tidak terlalu bergantung pada fasilitas eksternal yang mahal. Namun, penulis juga menekankan bahwa pemerintah harus memastikan semua daerah, terutama yang tertinggal, memiliki akses yang memadai terhadap teknologi dan infrastruktur pendidikan. Tanpa pemerataan ini, ketimpangan pendidikan akan semakin meluas.

Sosiologi Pendidikan dan Fokus Pembelajaran

Bung Krismas juga mencatat bahwa fokus pendidikan kita terlalu terpusat pada materi yang diujikan dalam UN, sehingga sering mengorbankan pembelajaran yang lebih holistik dan kreatif. Sekolah-sekolah cenderung lebih fokus pada mata pelajaran yang akan diujikan, sementara mata pelajaran non-akademik seperti seni dan olahraga sering kali dikesampingkan. Hal ini, menurutnya, menciptakan sistem pendidikan yang sempit, di mana siswa hanya terlatih untuk mengerjakan soal ujian, tanpa mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreativitas.

Penulis sependapat dengan Bung Krismas bahwa penghapusan UN memberi kesempatan bagi pendidikan untuk kembali fokus pada pembelajaran yang lebih holistik, yang mencakup pengembangan karakter dan keterampilan hidup siswa. Pendidikan seharusnya tidak hanya berfokus pada pencapaian akademik semata, tetapi juga pada pengembangan kreativitas, kemampuan berpikir kritis, dan keterampilan yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Meski demikian, penulis juga berpendapat bahwa meskipun penting untuk mengembangkan aspek non-akademik, pencapaian akademik tetap harus dijaga dengan baik agar siswa tetap siap menghadapi jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

Profesionalisme Guru dalam Menghadapi UN: Kebebasan dalam Mengajar Tanpa Terbatas pada Ujian

Dalam konteks pengajaran, Bung Krismas menilai bahwa kurangnya profesionalisme guru sering kali disebabkan oleh sistem yang terlalu terfokus pada persiapan ujian, bukan pada pengembangan kreativitas dan potensi siswa. Guru terjebak dalam rutinitas mengajarkan materi yang akan diujikan, dan tidak diberi kebebasan untuk mengembangkan metode pengajaran yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa.

Penulis sependapat bahwa penghapusan UN seharusnya memberi ruang bagi guru untuk merancang pembelajaran yang lebih menyeluruh dan mendalam sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Namun, penulis juga menekankan pentingnya tetap ada mekanisme evaluasi yang jelas untuk memastikan kualitas pengajaran yang tidak mengorbankan standar pendidikan. Kebebasan yang diberikan kepada guru harus diimbangi dengan pelatihan yang memadai dan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa setiap sekolah tetap dapat memberikan pendidikan yang berkualitas.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, penulis setuju dengan banyak pandangan yang disampaikan oleh Bung Krismas Situmorang mengenai perlunya evaluasi mendalam terkait kebijakan Ujian Nasional. Meskipun UN dapat memotivasi siswa untuk belajar lebih baik, seperti yang dicontohkan oleh beberapa penelitian tentang dampak penilaian sumatif, tantangan besar adalah bagaimana membuat sistem ujian ini lebih adil dan tidak menambah ketimpangan yang ada dalam pendidikan.

Sementara itu, jika pemerintah bersikukuh untuk melaksanakan kembali Ujian Nasional pada tahun 2026, maka persiapkanlah segala perbaikannya dengan sungguh-sungguh. Jangan sampai langkah ini justru menjadi sebuah perjalanan tanpa arah, seperti dalam peribahasa, "Tak jelas hulu hilirnya." Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa, dan setiap kebijakan yang diambil haruslah mencerminkan komitmen untuk menciptakan sistem yang adil, merata, dan berbasis pada kompetensi. Mari kita pastikan bahwa perubahan yang kita buat bukan hanya sekadar wacana, melainkan langkah nyata yang mendekatkan kita pada cita-cita pendidikan yang lebih baik untuk semua.

Penulis adalah praktisi Pendidikan dan pengamat kebijakan publik

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun