"Mengajar adalah jalan untuk menyentuh kehidupan, membentuk masa depan. Jika nama saya dikenang sebagai guru yang baik, itu adalah kehormatan terbesar yang bisa saya terima." - APJ Abdul Kalam
Di tengah derasnya arus kehidupan yang terus bergerak cepat, ada sosok yang mengingatkan kita tentang makna pengabdian sejati---tanpa pamrih, tanpa mengharapkan lebih.
Dialah Empan Supandi, seorang guru honorer yang dengan penuh tekad menempuh perjalanan 11 kilometer setiap hari, menuju MTs Thoriqul Hidayah di Sukabumi.
Setiap pagi, ia menyusuri jalan berbukit dan ladang perkebunan, melewati perjalanan panjang dengan harapan dapat memberikan secercah ilmu kepada anak-anak bangsa. Tak jarang, gaji yang diterimanya tak lebih dari Rp 200 ribu per bulan, namun ia tetap berjalan dengan senyum, tanpa keluhan.
Kisah Pak Empan ini seolah mengingatkan kita untuk merenung, untuk mengkaji kembali makna pengabdian itu sendiri. Banyak di antara kita yang sering kali menganggap remeh pekerjaan kita atau merasa tak puas dengan apa yang kita terima.
Barangkali kita tidak berjalan kaki sejauh itu, namun bisa jadi kita memiliki kesempatan untuk lebih mensyukuri dan memberi lebih dari yang kita pikirkan.
Semangat dan Pengabdian Tanpa Batas
Pak Empan adalah cermin ketulusan yang mengajarkan kita arti sebenar dari pengabdian. Meski dalam keterbatasan, ia tetap mengutamakan dedikasi dan memberikan yang terbaik bagi murid-muridnya.
"Saya bukan mencari final, hanya ingin menyumbangkan yang saya bisa," kata Pak Empan dengan rendah hati.
Kalimat ini bukan hanya menggugah, tetapi juga menjadi cambuk bagi kita yang mungkin lebih beruntung dalam hal status dan kesejahteraan. Betapa banyak di luar sana guru yang menempuh perjalanan penuh tantangan, namun tidak pernah mundur dari tugas mulia ini.
Di balik perjuangannya yang luar biasa, ada nilai besar yang harus kita tangkap, terutama bagi para pendidik. Betapa sering kita melupakan untuk mensyukuri posisi kita, meski gaji yang diterima mungkin tidak terlalu besar.