Penting juga untuk memastikan transparansi dalam proses seleksi dan pengalokasian formasi PPPK. Guru honorer sering kali merasa bahwa proses ini tidak dilakukan secara objektif. Oleh karena itu, Pemprov Jawa Barat harus memastikan bahwa setiap langkah dalam seleksi PPPK dilakukan dengan penuh transparansi dan tidak ada pihak yang dirugikan. Sistem yang lebih terbuka dan akuntabel harus diterapkan untuk menghindari kecurangan dan ketidakadilan.
Di sisi lain, pemprov juga harus memerangi fenomena "guru honorer siluman" yang terdaftar dalam Dapodik tanpa benar-benar mengajar. Hal ini merugikan mereka yang memang telah bekerja keras dan setia mengabdi. Proses verifikasi data harus lebih ketat untuk memastikan hanya guru yang benar-benar layak yang terdaftar dan mendapatkan kesempatan untuk diangkat menjadi ASN.
Dalam menghadapi tantangan ini, Pemprov Jawa Barat seharusnya tidak hanya mengandalkan kebijakan administrasi. Pemerintah harus mendengarkan suara guru honorer dengan lebih serius, bukan hanya sebagai massa yang melakukan unjuk rasa. Mereka adalah ujung tombak pendidikan yang sangat penting bagi masa depan Indonesia. Ketidakadilan yang mereka alami adalah cerminan dari masalah besar dalam sistem pendidikan yang harus segera dibenahi.
Para guru honorer, meskipun menghadapi ketidakpastian dan tantangan berat, harus tetap optimistis dan terus berjuang dengan cara yang elegan dan bermartabat. Sabar bukan berarti diam, tetapi tetap berjuang dengan cara yang bijaksana. Perubahan yang diinginkan memang tidak akan datang dengan cepat, tetapi dengan langkah yang tepat dan bersama-sama, perubahan itu pasti bisa terwujud. Pendidikan yang berkualitas membutuhkan semua elemen pendidikan, dan guru honorer layak mendapatkan tempat yang adil dalam sistem pendidikan ini.
Penulis adalah praktisi dan analis Pendidikan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H