Mohon tunggu...
Karnita
Karnita Mohon Tunggu... Guru - Guru

"Aku memang seorang pejalan kaki yang lambat, tapi aku tidak pernah berhenti." — Abraham Lincoln.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pemerasan di DWP 2025: Tegakkan Hukum dan Perkuat Pendidikan Karakter

12 Januari 2025   13:11 Diperbarui: 12 Januari 2025   13:11 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerasan di DWP 2025: Tegakkan Hukum dan Perkuat Pendidikan Karakter

Oleh Karnita

Kasus pemerasan yang melibatkan anggota Polri terhadap warga Malaysia pada acara Djakarta Warehouse Project (DWP) pada 30 Desember 2025 memunculkan beragam reaksi dari masyarakat. Insiden ini lebih dari sekadar pelanggaran hukum; ia mencerminkan masalah yang lebih besar terkait dengan pendidikan karakter dan integritas aparat penegak hukum di Indonesia. Ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga tentang bagaimana kita sebagai bangsa memahami nilai keadilan, tanggung jawab, dan sikap terhadap warga negara asing. Apakah kejadian ini hanya sebuah insiden, ataukah sebuah cerminan dari kelemahan dalam pendidikan moral dan karakter bangsa?

Pendidikan karakter menjadi aspek yang tak bisa dikesampingkan dalam membangun aparatur negara yang berintegritas. Kasus ini mengingatkan kita akan pentingnya membentuk karakter para penegak hukum, termasuk polisi, yang tidak hanya terdidik dalam hukum, tetapi juga dalam nilai-nilai kemanusiaan dan tanggung jawab sosial. Sebagai negara yang sedang bertransformasi, Indonesia seharusnya lebih menekankan pendidikan karakter dalam setiap lini kehidupan, terutama di dalam tubuh lembaga-lembaga yang berperan besar terhadap keamanan dan ketertiban.

Keprihatinan akan tindakan pemerasan ini juga seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap sistem pendidikan yang ada, terutama terkait dengan pembentukan integritas di kalangan calon-calon penegak hukum. Pendidikan moral dan etika harus menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pelatihan bagi polisi, supaya mereka tidak hanya mengetahui undang-undang, tetapi juga memahami nilai keadilan dan rasa empati terhadap sesama. Hal ini tidak hanya akan menciptakan polisi yang berkompeten, tetapi juga polisi yang dapat menjadi teladan dalam masyarakat.

Di sisi lain, kejadian ini menunjukkan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap hak-hak mereka. Dalam konteks ini, pendidikan di tingkat masyarakat tentang hak-hak asasi manusia dan cara menghadapi pelanggaran hukum oleh aparat sangatlah vital. Pendidikan semacam ini dapat memperkecil kemungkinan terjadinya pemerasan atau eksploitasi terhadap warga negara asing. Jika masyarakat sadar akan hak-haknya, mereka akan lebih mudah mengidentifikasi dan melawan tindakan ilegal, serta memperkuat peran mereka sebagai pengawas sosial terhadap aparat negara.

Namun, bukan hanya penegak hukum yang perlu mendapat perhatian dalam hal pendidikan karakter. Kejadian ini juga memberikan pelajaran bagi kita tentang bagaimana membangun sikap yang lebih terbuka dan empatik terhadap tamu asing. Pendidikan tentang keramahtamahan dan rasa saling menghargai dalam konteks global perlu diterapkan lebih luas lagi. Tanpa ini, Indonesia bisa kehilangan banyak peluang dalam bidang pariwisata, investasi, dan diplomasi.

Sekolah-sekolah di Indonesia, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, perlu mengintegrasikan pembelajaran tentang integritas, etika sosial, dan cara menjaga citra bangsa dalam konteks hubungan internasional. Hal ini akan memastikan bahwa generasi mendatang tidak hanya cerdas dalam bidang akademik, tetapi juga memiliki karakter yang kuat untuk menghadapi tantangan global, termasuk dalam berinteraksi dengan wisatawan atau mitra dari negara lain.

Pendidikan formal dan informal di Indonesia perlu menggali potensi karakter bangsa ini, mengajarkan nilai-nilai tentang pentingnya menghargai orang lain, termasuk tamu asing. Budaya saling menghargai dan menjunjung tinggi rasa keadilan adalah dasar dari pembangunan hubungan yang sehat, baik di tingkat domestik maupun internasional. Jika nilai-nilai ini tertanam dengan baik dalam sistem pendidikan kita, insiden seperti pemerasan terhadap warga Malaysia ini bisa dihindari.

Momen ini juga menjadi kesempatan untuk mengevaluasi kebijakan pendidikan di dalam institusi kepolisian. Tidak hanya soal teori hukum, tetapi juga pelatihan tentang etika dan sikap manusiawi yang seharusnya menjadi landasan bagi setiap tindakan mereka. Pendidikan ini bisa mengurangi kemungkinan perilaku menyimpang dan lebih memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.

Dalam konteks hubungan Indonesia-Malaysia, kejadian ini seharusnya tidak hanya dilihat sebagai masalah hukum, tetapi juga sebagai indikator sejauh mana pendidikan karakter dapat mempengaruhi interaksi antarbangsa. Pemerintah Indonesia harus terus memperbaiki sistem pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai universal yang akan mendukung pembangunan hubungan internasional yang lebih baik. Jika hubungan bilateral Indonesia-Malaysia tidak terganggu, hal ini justru akan memperlihatkan bahwa Indonesia mampu menjadi negara yang tegas dalam penegakan hukum sekaligus menghargai pendidikan moral di dalam setiap aspek kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun