Sehari-hari kegiatan Sulton hanya mengaji, karena lulusan pesantren, semenjak setahun lalu menikah, ia masih belum memiliki pekerjaan tetap, masih serabutan asal dapat bayaran. Hasil kerja serabutan walaupun tak seberapa tetap disukuri oleh Sulton dan istrinya, Salamah, yang sama-sama alumni pesantren tempat Sulton mondok.Â
Rupanya didikan kehidupan di pesantren untuk menjadi orang yang tabah dalam menghadapi cobaan dan ujian hidup benar-benar merasuk dalam hati mereka, sehingga kondisi ekonomi yang masih kelurangan tidak menjadikan mereka mengeluh. Komitmen mereka untuk menjaga dan membanhun keutuhan rumah tangga patut diacungi jempol oleh para tetangga dan teman-temannya.
Tak ada gading yang tak retak, demikian juga rumah tangga Sulton dan Salamah, deraan ekonomi yang semakin mengguncang rumah tangganya, rupanya menghawatirkan orangtua Salamah, pak haji Romli, saudagar kaya di kampungnya, yang terbiasa dengan hidup serba cukup dengan modal kerja keras dan kemandiriannya, menghantarkan pak haji Romli sebagai orang sukses dalam usahanya.
Sebagai orang tua, pak Haji Romli, merasa kawatir dengan kondisi ekonomi anaknya yang masih morat marit dan serba kurang, namun bukan watak pak haji Romli untuk dengan mudah memberikan bantuan kepada anaknya, prinsip kerja keras adalah ukurannya, siapa yang mau sukses harus mau bekerja keras secara mandiri dan tidak boleh menggantungkan kesuksesan orang tua. Sebuah prinsip yang baik demi kemandirian anaknya.
Tiga tahun berjalan usia pernikahan Sulton dan Salamah, tanda-tanda peningkatan kesejahteraan ekonomi masih belum nampak, Salamah, mulai merasa bosan dengan kondisi ekonomi keluarga, namun tak bisa berbuat banyak untuk membantu perekonomian keluarga, apalagi saat ini, ia masih memiliki anak balita yang perlu pengawan penuh darinya.Â
Sulton, masih gigih berusaha dengan berbagai kemampuannya mencari celah usaha demi memeperoleh hasil yang lebih layak, karena beban hidup makin tambah dengan kehadiran si kecil.
Pak Haji Romli, mulai tidak sabar, ia mulai menggerutu dan mencemooh Sulton yang belum mampu menampakkan hasil dari usahanya yang masih serabutan. Tiap hari makin tidak kondusif, Sulton yang semula berusaha menahan emosi dirinya dari cemoohan mertuanya mulai sedikit menunjukkan keberaniaanya.
Perseteruan demi perseteruan antara menantu dan mertua kian menjadi walaupun tidak secara vulgar dan langsung, hanya bentuk sikap tidak senang yang diperlihatkan antara keduanya. Pernah suatu hari pak haji Romli minta diantar oleh Sulton bepergian ke stasiun kereta api, Sulton walau dengan hati dongkol tetap menuruti permintaan mertuanya. Dalam perjalanan, tak sepatah keluar dari mulut mereka, keduanya saling memendam perasaan dongkol.
Hari-hari berlalu, perseteruan bertambah runcing, Seolah ada persaingan yang harus menang salah satunya, tidak ada yang mau mengalah dan menahan diri, emosi setan sudah merasuk dan mempengaruhi keduanya. Sulton, sudah muak dan bosan dengan sindiran atau teguran langsung dari pak haji Romli, dalam benaknya mulai muncul bisik-bisik kejahatan untuk mencederai pak haji Romli.Â
Pernah suatu hari, sulton diminta mengantar pak haji romli, dalam boncengan kendaraan, niat jahat Sulton merasuk untuk menabrakkan motornya, buntu hati dan pikirannya, hanya satu tujuannya, membuat mertuanya kecelakaan, namun gagal. Tidak terjadi apa-apa dalam perjalab tersebut. Padahal saat mengebdalikan motornya, sulton sudah dibuat menyerempet-menyerempet ke kendaraan lain.
Gagal melakukan aksinya, sulton bukanya merasa bersalah, malah menjadi makin penasaran dan gusar, norma-norma dan nilai kebaiakan dalam dirinya seakan sudah punah terkubur di hadapan mertuanya. Kini sulton merencanakan tindakan yang akan lebih membahayakan mertuanya, "Santet", ya, sulton berencana menyantet mertuanya yang arogan menurutnya.Â
Segala keperluan sudah disiapkan dan amalan yang dibaca juga tidak tanggung-tanggung, sebuah surat alquran, ayat-ayat suci kalam illahi, yang digunakan untuk menyantet.Â
Malam jumat kliwon, mulailah sulton melakukan wiridnya, sehari, seminggu, sebulan, dan hampir tiga bulan ia mengamalkan wiridnya. Tidak ada reaksi ataupun akibat yang terjadi pada diri pak haji Romli, semua normal seolah tidak ada sesuatu.
Pak haji Romli masih segar bugar dan sehat seperti sedia kala, entah ia tahu atau tidak tentang perlakuan menantunya tersebut karena pak haji romli, selain sebagai pengusaha, ia juga tokoh agama di maayarakatnya, alumni pesantren yang menjadi panutan kaumnya.Â
Melihat kondisi yang biasa saja, sulton makin beresemangat untuk memperbanyak wiridnya suapaya dengan cepat bisa mencelakai mertuanya. Tiga bulan berlalu, belum nampak hasil dari usaha nyantet oleh Sulton pada mertuanya.Â
Pagi yang cerah setelah hujan semalaman, rumah sulton rusak gentingnya diterjang angin dan hujan lebat, ia sedang naik tangga memperbaiki gentingnya, tidak begitu tinggi naiknya, sambil dibantu istrinya, ia memindah dan memilah genting yang masih baik dan rusak untuk mempermudah menghitung dan memperbaikinya. Angin mulai agak memanas, karena terik matahari yang mulai meninggi, dan wuuuusssss......Â
"Aduuuuhhhh"...
Teriak sulton dengan kencang, tangganya roboh, ia terjerambab ke bawah tiang di bagian depan rumahnya. Istrinya yang terkejut, segera lari menghampiri suaminya yang masih mengerang keras karena jatuh.Â
"Masyaallah"....Â
"ada apa mas?"Â
"Gmn bisa begini?"...Â
Sambil bingung dengan keadaan suaminya, istri sulton berusaha memapah suaminya untuk bangun. Perlahan ia memapah sulton ke dalam rumah dan alangkah terkejutnya istri sulton, saat melihat kaki suamniya patah dan bengkak. Segera ia berlari dan memanggil ayahnya, pak haji romli yang sedang di dalam rumah.
Melihat kondisi menantunya yang patah kaki, pak haji romli lupa dengan perang dinginnya saat ini, dengan cepat kilat ia mengambil hp dan menelpon dokter untuk segera datang menangani kondisi menantunya.Â
Seminggu berlalu, selain dokter yang mengobati kaki sulton, ada dukun sangkal putung juga di datangkan pak haji romli untuk mengobati menantunya. Salamah, Â Istri sulton dan anaknya, otomatis tidak memiliki penghasilan buat kebutuhan nafkah mereka, pak haji romli, iba juga, ia tidak tega melihat kondisi keluarga anaknya, sedikit bantuan ia berikan buat menyokong ekonomi anaknya.Â
Setengah tahun, sejak jatuh dan patah kakinya, sulton nyaris tidak memiliki uang, biaya buat keluarganya, sepenuhnya ditanggung mertuanya. Nampaknya, kecelakaan tersebut telah mempersatukan mereka bahwa saling memahami dan komunikasi adalah solusi demi terwujudnya kedamaian.Â
Lalu bagaiamana dengan ayat-ayat suci yang digunakan sulton untuk menyantet pak haji romli dulu?. Otomatis sulton sudah tidak mewiridnya, dan malah berbuah manis sekarang, maka jangan coba-coba menyalah gunakan ayat suci untuk hal yang tidak baik.
 jangan bosan berbuat baik dan belajar memahami orang lain dengan baik.
 Wassalam....Â
#KA
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H