Oleh: Karmila
Mahasiswa Program Studi Tadris IPS
Fakultas Tarbiyah, IAIN Parepare
05 Januari 2025
Pelecehan seksual bukan sekadar sentuhan fisik yang tidak diinginkan. Bentuknya jauh lebih luas, mencakup ucapan bernuansa seksual, komentar tidak senonoh, siulan menggoda, hingga pelecehan berbasis digital seperti pengiriman pesan atau gambar bermuatan seksual tanpa persetujuan. Lebih parah lagi, penyebaran konten intim tanpa izin dan ancaman berbasis gender di media sosial semakin marak terjadi.
Sayangnya, pelecehan seksual masih sering dianggap remeh. Banyak yang menganggapnya hanya sebagai “candaan” atau “godaan biasa.” Padahal, dampaknya sangat serius bagi korban, baik secara psikologis, sosial, maupun mental. Ketakutan, trauma, hingga depresi adalah realitas yang harus mereka hadapi. Tidak jarang, korban mengalami penurunan kepercayaan diri, menarik diri dari pergaulan, hingga mengalami gangguan kesehatan mental yang berkepanjangan.
Pelecehan Seksual di Indonesia Masih Jadi Masalah Serius
Di Indonesia, pelecehan seksual sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari bagi banyak orang, terutama perempuan. Data dari SIMFONI PPA mencatat bahwa hingga saat ini terdapat 25.791 kasus pelecehan seksual, dengan mayoritas korban adalah perempuan (22.345 orang), meskipun laki-laki juga mengalami pelecehan (5.630 orang).
Angka ini bukan sekadar statistik. Di baliknya, ada ribuan individu yang harus hidup dalam bayang-bayang trauma dan ketakutan. Namun, masih banyak korban yang memilih diam karena takut akan stigma sosial atau kurangnya kepercayaan terhadap sistem hukum. Tak sedikit pula kasus yang tidak terungkap karena korban merasa tidak memiliki kekuatan atau keberanian untuk melawan.
Selain itu, pelecehan seksual juga sering terjadi di lingkungan kerja, sekolah, dan bahkan dalam lingkup keluarga. Banyak kasus yang tidak terlaporkan karena korban bergantung secara finansial atau emosional pada pelaku. Hal ini semakin memperburuk situasi karena para pelaku merasa bisa lolos dari hukuman dan mengulangi perbuatannya tanpa konsekuensi.
Mengapa Korban Memilih Diam?
Salah satu tantangan terbesar dalam penanganan kasus pelecehan seksual adalah budaya menyalahkan korban (victim blaming). Banyak korban enggan melapor karena takut dianggap “mengundang” pelecehan dengan pakaian atau sikap mereka. Selain itu, masyarakat sering kali meremehkan pengalaman korban dan bahkan membela pelaku, terutama jika pelaku adalah orang berpengaruh atau memiliki kekuatan finansial.
Tak hanya itu, sistem hukum yang belum sepenuhnya berpihak pada korban juga menjadi penghalang besar. Banyak kasus pelecehan yang berakhir tanpa kejelasan, dengan korban yang justru mendapatkan tekanan sosial, sementara pelaku tetap bebas berkeliaran. Ketidakjelasan hukum dan proses peradilan yang panjang membuat banyak korban merasa putus asa untuk mencari keadilan.
Saatnya Bertindak Dukngan dan Penegakan Hukum yang Lebih Kuat
Korban pelecehan seksual tidak boleh dibiarkan berjuang sendirian. Kita semua memiliki peran dalam mencegah dan menangani kasus pelecehan seksual. Masyarakat harus berhenti menyalahkan korban dan mulai memberikan dukungan, baik secara moral maupun hukum.
Selain itu, pemerintah dan aparat hukum harus mengambil langkah yang lebih tegas. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, sehingga tidak ada lagi kasus pelecehan yang dibiarkan begitu saja. Hukuman yang tegas akan memberikan efek jera bagi para pelaku dan mencegah pelecehan seksual semakin merajalela.
Tak hanya itu, edukasi juga harus digalakkan sejak dini. Kurikulum sekolah perlu memasukkan pendidikan tentang kesetaraan gender dan pencegahan pelecehan seksual agar anak-anak dan remaja memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai batasan dalam berinteraksi. Kampanye sosial dan program advokasi juga harus terus diperkuat agar semakin banyak orang yang sadar dan berani melawan pelecehan seksual.
Pelecehan seksual bukan masalah sepele. Ini adalah ancaman nyata yang bisa menimpa siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama untuk memerangi pelecehan seksual, mulai dari edukasi, penghapusan stigma terhadap korban, hingga penegakan hukum yang lebih tegas.
Selain itu, masyarakat harus lebih peka terhadap kasus pelecehan seksual dan tidak ragu untuk memberikan dukungan kepada korban. Membangun lingkungan yang aman dan nyaman bagi semua orang harus menjadi prioritas.
Dengan kesadaran yang lebih tinggi, dukungan yang kuat, dan kebijakan yang berpihak pada korban, kita bisa menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari pelecehan seksual. Sudah saatnya kita berhenti diam dan mulai bertindak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H