Masa Depan Danau Toba
Danau Toba adalah cadangan air tawar terbesar, setidaknya di Asia Tenggara. Kurun waktu 5-15 tahun mendatang air tawar adalah rebutan internasional karena semakin langka nya.Â
Demikian pun pariwisata. Malaysia 10 tahun terakhir, menjadi tujuan utama pariwisata di Asia Tenggara. Indonesia hanya nomor 4, tertinggal dibanding Thailand dan Singapura. Setahun saja Malasya dikunjungi 24 juta wisatawan, sementara Indonesia hanya 7 juta orang, itupun kesulitan.
Posisi strategis Sumut dengan kekayaan alam dan sumber daya manusianya, sebenarnya sangat berpotensi setidaknya menyamai Malasya. Sebutlah potensi Danau Toba. Unik dan melegenda, hanya saja salah kelola. Belum lagi eksisting budaya serta kearifan lokalnya yang beragam. Sumut butuh pemimpin ahli manajemen yang berkeadilan, berkomitmen dan bergairah.
Hancurnya Negara bangsa (Kenichi Ohmae:2002) dalam era otonomi dan zaman modern kontemporer memungkinkan bangkitnya ekonomi kawasan ataupun regional tak terbatas. Â Dan posisi Gubernur disini sangat menentukan. Sumut yang kaya raya, sudah saatnya ekuivalen dengan kehidupan riil warganya.
Akhirnya, mengutip semboyan Bangsa Belanda yang popular hingga saat ini, setiap kali membicarakan tentang Indonesia, berbunyi; "Ga niet sterven voor dat je het Toba meer heb gezien," (Jangan mati sebelum injak Danau Toba walau sekali sajapun). Pilgubsu 2013-2018, menjadi ajang pertarungan masa depan Danau Toba internasional, orang-orang merindukannya, kiranya sang arsitek Danau Toba, menduduki kursi Sumut I. Semoga. ***Â
Penulis Bergiat di Perhimpunan Jendela Toba (Toba Window), Sumut.
*Terbit di Harian Analisa, 30 November, 2012
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H