Salah satu proyek agresif Tiongkok dalam menjalin kerjasama globalnya diwujudkan melalui inisatif forum satu sabuk satu jalan "One Belt One Road (OBOR) atau Belt Road Initiative (BRI)" yang mengajak hampir 100 negara, untuk ikut berpartisipasi, Beijing, 14-15 Mei 2017. Proyek ambisius 'Jalur Sutra abad 21' ini, bertujuan mendorong pembangunan infrasruktur jalur perdagangan Tiongkok kuno dari Asia ke Eropa, ditambah Afrika melalui darat dan laut. Seiring dengan itu, Tiongkok juga membangun The Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), dengan investasi mencapai 4 triliun dollar AS (Kompas, 15/5/2017).
Ide besar Tiongkok ini ibarat angin segar baru di tengah gencarnya kebijakan proteksionisme dari AS dan sebagian negara Barat saat ini. OBOR dan AIIB ini akan memperkuat kerjasama dan konektivitas di berbagai bidang, mencakup aspek sosial, ekonomi dan budaya. Tentu saja juga akan memperkuat pengaruh Tiongkok di berbagai kawasan akibat kucuran pendanaan infrastruktur massif tersebut. Dengan demikian, Tiongkok jelas ingin menunjukkan komitmennya pada dunia untuk memimpin globalisasi dan perdagangan bebas.
Meskipun, beberapa Negara tidak menyambut baik proyek besar ini seperti India dan sebagian negara Eropa, namun harus diakui bahwa Tiongkok di bawah Xi Jinping telah berubah menjadi aktor utama globalisasi saat ini. Seperti globalisasi tua dan globalisasi baru tersebut, dampak negatif dan positif akan selalu berjalan beriringan. Yang menjadi pelajaran penting adalah bagaimana suatu negara dapat memanfaatkan kesempatan menjadi peluang besar membangun ekonomi dalam negeri, sama seperti Tiongkok memanfaatkan globalisasi selama ini.
Mengutip ajakan Presiden Joko Widodo menyikapi bayang-bayang proteksionisme dan globalisasi baru ini, Indonesia penting untuk tetap optimis mengejar kepentingan nasionalnya, bahwa masa depan kemakmuran dunia adalah Asia. Dengan proteksionisme, Indonesia misalnya, begitu penting menghidupkan kerjasama perdagangan regional seperti ASEAN dan menggalang kerjasama dagang bilateral lainnya. Disamping itu, sangat perlu terus memperkuat daya saing nasional agar bertumbuh sejajar dan berdaya saing dalam setiap dinamika ekonomi global terkini. ***
Penulis adalah Staf Pengajar di FE UMI-Medan, Alumnus Hubungan Internasional, Tunghai University, Taiwan
Sumber:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H