Mohon tunggu...
Karman Kurniawan
Karman Kurniawan Mohon Tunggu... Freelancer - Man

Masyarakat anti hoaks

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menyoal Sebaran Hoaks Seputar Covid-19 di Indonesia

17 Mei 2020   01:47 Diperbarui: 17 Mei 2020   03:23 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Ditengah wabah corona, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah menetapkan coronavirus-disease (COVID-19) menjadi pandemi. Artinya, virus ini sudah mewabah dan menyebar luas dunia. Mewabahnya Covid-19 ini juga menimpa Indonesia, bahkan saat ini Indonesia menduduki posisi kedua tingkat kematian di dunia.

Meski terkesan lamban, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan social distancing atau physical dintancing -- hingga Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan-kebijakan ini dibuat untuk memutus rantai virus Corona jenis baru ini.

Kebijakan tersebut intinya mengharuskan masyarakat untuk tetap tinggal di rumah, belajar di rumah, dan kerja di rumah. Aktivitas-aktivitas tersebut banyak dilakukan melalui media daring. Salah satunya penggunaan media sosial.

Seakan berjalan beriringan, penggunaan medsos dan hoaks atau berita bohong soal Corona di media sosial juga ikut menyebar. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah mendeteksi setidaknya ada 1.125 sebaran hoaks di semua platform digital.

Lewat peta penyebaran berdasarkan platform media,  Facebook berada di peringkat pertama dengan sebaran hoaks sebanyak 785 kasus, kemudian disusul Instagram 10 Kasus, Twitter 324 kasus, dan terakhir Youtube 6 kasus sebagaimana dilansir lewat laman resmi Kemenkominfo per tanggal 15 April 2020.

Temuan ini menjadi bukti bahwa hoaks di Indonesia  masih menjadi ''primadona" bagi para pelaku kejahatan digital sekaligus menjadi contoh nyata bahwa berita bohong masih menjadi PR bagi pemerintah terkait. 

Belum lagi Kebiasaan share sebelum saring seakan melengkapi kegagapan kita menanggapi informasi di media sosial.

Tanda tanya terbesar ialah Mengapa hoaks turut meluas di tengah pandemi ini?

 Mungkinkah hal ini disebabkan oleh lemahnya literasi digital masyarakat Indonesia?

Literasi digital sejatinya adalah kemampuan berpikir kritis terhadap informasi yang diterima di era digital termasuk media sosial. Kemampuan ini sangat dibutuhkan di era informasi, bahkan sifatnya wajib saat ini. Selain literasi digital, diperlukan juga kemampuan menerima, mengolah, dan memilih informasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun