Beberapa hal dalam hidup memang perlu diperbaiki, karena sejatinya menjalani hidup berarti melakukan perbaikan kecil yang terus menerus, entah perbaikan karena rusak atau memang sedang ingin memodifikasi. Kalau kata mamahku sih gitu, tapi gua belum menyadarinya waktu dia masih ada, kaya apaan sih, pandangan hidup yang aneh, hidup itu yang sekumpulan waktu yang dilewati entah dengan penyesalah atau dengan kebanggaan.
Akan tetapi suatu waktu aku bertemu denganOm Prans, dia kawan mamah waktu masih kerja di Bandung, katanya sih sempet suka sama mamah, tapi mamahnya malah nikah sama papa. Kalau kata orang mah telat mengungkapkan berujung merelakan, begitulah kisah Om Prans dengan percintaanya.
Semenjak tahu Om Prans pernah suka, mamah pernah bilang "kenapa dulu gak gercep bilang sih, gua udah terlanjur nerima lamaran, lu baru bilang kalau suka sama gua, lu pikir gua gak nyesek apa?" ucap mamahku pada Om Prans di suatu sore di atap rumah kami, karena yah mamah juga tahunya bukan dari Om Prans tapi tari teman mereka Diana.
Sekelumit kisah yang jika mungkin terjadi mungkin aku tidak lahir kedunia ini, tapi jika lahir dan jadi anak mereka berdua , sepertinya aku belum sanggup, karena akan banyak mata yang memandang dan membandingkanku dengan pencapaianku dengan percapain mereka berdua.
Oke kembali ke obrolan ku dengan cinta tak sampainya mamah, yang sebenernya sampai sih, orang suka sama suka cuman gak bilang aja. Obrolan kami sore itu tentang berubah, kami ngobrol gak sampai direkam karena kalau direkam ada sebuah kewajiban untuk membagikan, lah orang ada dokumentasinya masa dipendem sendiri, begitu pikirku.
Obrolan dibuka dengan pertanyaan kabar dan segelas kopi yang disuguhkan Om Prans untukku, aku menyesap kopi yang sebenarnya masih panas, tapi setelah panas tuh selalu ada dingin jika berbicara tentang kopi yang diminum, mungkin para penikmat kopi lebih mengetahuinya.
"Kenapa pertanyaanya gak bilang, kamu udah besar yah, padahal dulu ketemu om masih kecil banget, atau ih sekarang kamu kurusan padahal dulu gendut." Ucapku pada Om Prans yang masih sibuk dengan kopi yang ditanganya.
"Karena itu adalah sebuah pertanyaan yang bisa dicari pertanyanya bukan cuman lewat bertanya, apalagi sekarang sudah banyak anak muda yang berpikir basa basi seperti itu terkadang menyakitkan, aku hanya ikuti alur saja jika yang ditanya tidak ingin ditanya atau dibahas itu yah aku tanyakan kabar saja, itu pertanyaan paling masuk akan saat bertemu orang kembali setelah sekian lama, kalau kata generasi kalian, karena bukan berbicara tentang keingin tahuan diriku saja tapi tentang apa yang terjadi pada pihak yang ditanya." Jawabnya, aku tak pernah berekpetasi akan dijawab dengan jawaban sepanjang itu untuk pertanyaan yang aku lontarkan, karena kebanyakan orang tua hanya akan menjawab, "Yah mau saja."
"katanya mau nanya soal berubah, apa yang berubah?" tanya nyah dengan Gerakan tangan meletakan kopi seolah percakapan serius akan segera dimulai tanpa distraksi secangkir kopi.
"Kata orang banyak hal yang semestinya berubah ketika sesorang ditinggalkan, aku sendiri merasa semenjak ditinggal  mamah pergi kondisiku gini-gini aja yah om." Sepertinya ini lebih ke pernyataan daripada pertanyaan, karena memang aku merasa tidak ada yang berubah pada diriku.
"Ada kok yang berubah, biasanya kamu ngobrol depan teras rumah atau di baklon sama mamah kamu sambil ngopi kan, sekarang malah jauh-jauh ke Bandung." Jawabnya dengan mata menerawang seolah bertanya, mamahmu pergi bodo, masa itu bukan perubahan.
"Iyah sih, dirumah juga udah gak ada siapapun, aku cuman sendirian, tapi yah om bukan perubahan itu loh, perubahan drastis yang membuat kita kaya bummmmmm jadi orang lain dalam sekejap." Sanggahku padanya dengan Gerakan tangan seolah ada sesuatu yang meledak.
"Kata mamahmu saja, hidup itu adalah sekumpulan perbaikan, kamu gak bisa berubah dengan hanya satu perbaikan, kerusakan yang timbul karena ditinggalkan memang besar, seperti sebuah rumah yang tekena gempa, tapi rumah terkena gempapun tidak semuanya membutuhkan perbaikan extream karena kerusakannya tidak selalu sama. Mungkin rumah yang dibangun oleh mamahmu, yaitu kamu keluarganya satu-satunya itu adalah sebuah rumah tahan gempa, jadi meski kerusakan rumah lain akibat gempa sangat dasyat kerusakan yang kamu alami tidak begitu dasyat, jadi yah gak berubah banyak." Dia kembali menatap mataku, seolah berkata sok kuat banget jadi anak kecil, mentang-mentang udah beres persiapan mamahnya.
Asumsiku pada Om Prans memang sedikit aga negative soal maksud sebenarnya, karena dia memang sebenaranya berkata seprontal yang aku jelaskan. Dia hanya menempatkan pada siapa dia berbicara, pembicarannya dengan mamah tidak sesopan perbicaranya denganku, mereka sering kali mengucapkan kata-kata yang sebenaranya jika tidak saling mengenal akan saling menyakiti.
Aku kembali terdiam memikirkan apa yang Om Prans katakana, seolah benar tapi aku belum menangkap maknannya. Setelah diam cukup lama aku menyadari satu hal, mamah adalah seseorang dengan pendokumentasian yang sangat mutakhir, dia menuliskan semuanya, bahkan ada buku harian yang seolah ditulis olehku, dia menulis semua yang terjadi padaku, semua obrolan kamu, semua hal penting yang terjadi, mengelompoknya dalam sebuah folder yang diberi nama dengan namaku.
Begitupun perjalanannya dia menuliskan semuanya, merekam semuanya dan menyimpanya dalam area pribadi di youtube, sebagai server yang tidak akan kehilangan data dengan mudah, kemudian dia juga menyiapkan semua keuanganku, membuka bisnis yang sudah tak perlu aku awasi dan menginfestasikan banyak uang dalam reksadana dan emas.
Aku memang kehilangan dirinya dalam bentuk tubuh seorang manusia, tapi ceritanya, pemikiranya bahkan tanggung jawabnya tidak hilang. Ini adalah sebuah perbaikan yang dia lalukan setiap hari untuk mempersiapan rumah tahan gempa, mungkin karena terlahir dari keluarga dengan harapan hidup cukup rendahlah yang membuat dia memutuskan melakukan semua ini.
Perubahan besar memang terjadi pada diriku, aku harus mulai melakukan perbaikan kecil untuk masih bisa tetap hidup di dunia ini, aku mulai berbicara dengan Om Prans untuk menanyakan pertanyaan yang biasa aku tanyakan pada mamah, aku mulai  berbicara dengan para penanggung jawab bisnis untuk mengetahui sampai mana dan bagaimana bisnis berkembang, aku mulai belajar cara berinvestasi dan satu lagi aku mulai belajar caranya mendokumentasikan momen, meskipun saat ini belum ada keluarga yang akan mencariku saat aku pergi.
Aku mulai berpikir untuk hidup, aku juga mulai berpikir untuk melakukan perbaikan. Perbaikan yang membawaku pada sebuah ketenangan karena bahagia adalah sesuatu yang sangat samar, tapi ketenangan hidup adalah sesuatu yang cukup jelas untuk diperjuangkan.
Tidak ada tanggapan atau pertanyaan kembali setelah jawaban Om Prans, aku kembali meminum kopi yang diikuti oleh Om Prans, kami menutup pembicaraan dengan sebuah tradisi yang biasa dilakukan bersama mamah, diakhir dengan diam dan kopi yang habis, setelah kopi dan diam cukup aku berpamitan pada Om Prans karena hari minggu cukup cepat berlalu, aku harus bekerja senin paginya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H