Tetiba jadi banyak yang serba tahu, menjadi tenaga medis, scientist, pakar ilmu dan pengetahuan sayangnya semua menjadi tenaga ahli dadakan.
Para tenaga ahli dadakan itu sangat rajin membagikan segala hal yang berkaitan dengan Covid-19 yang sayangnya hanya meneruskan berita yang didapat tetapi tidak ditelusuri kebenarannya bahkan sampai ke tingkat menyebarkan berita hoax yang akhirnya berhadapan dengan pihak berwajib, contoh berita hoax dan jadi masalah diantaranya katanya corona bisa menular lewat tatapan.
Panic buying terjadi terutama bagi barang yang berkaitan dengan pandemi Covid-19 ini seperti rempah-rempah, masker, hand sanitizer, dsb.
Tidak sedikit orang jahat beraksi karena melihat peluang keuntungan dengan penyebaran berita hoax juga melakukan penimbunan barang-barang yang diburu banyak orang agar bisa dijual mahal.
 2. Santuy.
Ini golongan yang buat saya cukup menarik. Sementara orang menanggapi panik pandemi yang menyebar ke seluruh dunia tanpa terkendali tetapi ada orang-orang yang tetap "santuy" menanggapinya.
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata 'santuy' tidak ada alias tidak termasuk dalam kaidah berbahasa Indonesia.
Kata santuy diartikan para anak milenial sebagai plesetan kata lain dari santai
Santuy adalah sinonim dari santai.
Walaupun pemberitaan memberitakan berbagai akibat pandemi, pemerintah menganjurkan social distancing, membatasi berada di keramaian, tidak mengadakan acara yang mengumpulkan banyak orang dan tetap diam di rumah. Untuk yang golongan santuy seperti tidak terpengaruh dengan itu.
Terlihat dengan hasil kebijakan pemerintah agar beraktifitas dari rumah, belajar dan bekerja malah mendorong untuk piknik. Kegiatan dan kerumuman masal masih banyak terjadi. Padahal untuk penularan tidak perlu banyak yang sakit, satu orang saja yang sakit akan menularkan banyak orang yang kontak dengan si sakit.