Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca, (Kadang-kadang) Menulis, Menggambar Pola/Gambar Sederhana

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Tulisan yang Menjadi Bumerang

3 Januari 2020   11:05 Diperbarui: 4 Januari 2020   23:35 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya memiliki beberapa kesukaan yang sama dengan anak-anak saya. Menonton film dan mendengarkan musik adalah irisan terbesarnya, walaupun kami berbeda levelnya.

Level saya terutama dalam memaknai sebuah lagu hanya sebatas menikmati, tidak jarang lirik lagunya pun tidak saya mengerti karena memang lagu yang saya minati adalah lagu barat yang sering tidak jelas terdengar liriknya dan saya tidak mencaritahu tentangnya.

Berbeda dengan level anak saya terutama si sulung dia bisa sampai menganalisa makna dan bahkan tidak jarang ada hal yang melatarbelakangi sebuah lagu.

Seperti kemarin saat mendengarkan lagu si sulung menjelaskan bahwa lagunya memiliki makna bahwa jalani saja kehidupan ini karena apa yang dilakukan akan kembali ke diri seperti bumerang.

Saya berpikir ada lagu sedalam itu maknanya dan buat saya konsepnya bagus, "apapun yang dilakukan akan kembali ke diri seperti bumerang."

Konsep bumerang itu sepertinya berlaku juga dalam menulis.

Beberapa waktu lalu saya jarang menulis tetapi kegiatan membaca tetap dilakukan. Kebanyakan saya membaca di portal berita, status di FB, dan IG.

Saya menemukan banyak artikel yang isinya tidak mengedukasi malah terkesan hoax sampai toxic.

Ada artikel yang isinya menjelekkan, perundungan, kebencian, hal negatif dan toxic lainnya. Kesulitan,  kesusahan, kemalangan yang dialami seseorang malah tidak jarang mendapat olok-olokan alih-alih bersimpati. Buat saya menyeramkan.

Karena sekarang banyak berita yang ditayangkan di portal berita secara online maka biasanya bisa dikomentari.

Serupa dengan artikelnya yang toxic dan negatif berkomentar pun tak kalah seramnya. Seakan menambah keseruan toxic artikelnya, komentar pun tidak kalah toxicnya.

Komentar toxic tidak saja pada artikel yang toxic, untuk artikel yang tidak sesuai dengan pembaca berdasarkan berbagai alasan pun akan sama menyeramkannya.

Saya tidak tahu kenapa kearifan bangsa ini seperti luntur. Buat saya menulis itu seperti bertutur maka bisa dilihat bagaimana perangai seseorang dari apa yang diungkapkan dalam bentuk tulisan.

Apa karena tidak bertemu langsung secara fisik maka bisa bertutur (tulisan) semaunya ?. Bisa jadi artikel negatif sengaka dibuat semata hanya untuk keuntungan karena banyak yang berminat membaca juga rating tanpa mengindahkan apa yang patut dan baik untuk ditulis.

Buat saya tulisan atau komentar adalah termasuk jejak kehidupan yang ditinggalkan bukan hanya sekedar iseng. Bahkan bisa menjadi tanaman untuk diri sendiri.

Ungkapan yang menyebutkan bahwa kehidupan itu seperti bumerang, apa yang diberikan maka itu yang didapatkan, tepat menjelaskan tentang apa yang ditanam akan kembali ke diri.

Life truly is a boomerang. What you give, you get.  (Dale Carnagie)

Menulis artikel yang positif apalagi mengedukasi buat saya akan selalu menjadi satu pilihan terbaik.

Membagikan kearifan hidup, hikmah dari satu masalah -- dibanding malah dirundung -- mengedukasi tentang satu ilmu, memberikan solusi dari satu masalah, menyebarkan kebaikan tentu akan jadi satu jejak kebaikan dalam hidup walau hanya lewat tulisan dan beragam kebaikan pun akan kembali pada diri.

Karena hal positif pun bisa jadi sebuah bumerang untuk diri.

Positivity is like boomerang. The more we put it out there, the more it come back to us. (Jon Gordon)

Tulisan yang positif akan menjadi bumerang bagi yang menuliskannya setidaknya kebaikan dan ilmu akan tersebar, menjadikannya hidup yang manfaat, dan jangka panjangnya amalan baik yang menjadi tiket keberpulangan nanti. Begitupun berlaku kebalikannya.

Tetapi bukan berarti mengkritisi satu hal menjadi hal tabu yang tidak boleh dilakukan. Jika kritisi ini mengedukasi dan memberikan solusi maka kritisi ini akan menjadi satu hal kebaikan juga bukan ? Berbeda dengan kritisi tapi dengan nyinyiran yang hanya memperlihatkan ketidaksukaan karena tidak sepaham tentu akan masuk ke toxic juga.

Di awal tahun ini semoga semangat kebaikan dan positif semoga selalu menyertai kita semua dan memberikan energi untuk bangsa ini yang di awal tahun sudah terkena bencana banjir di beberapa tempat termasuk di daerah saya Karawang.

Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Jumat 3 Januari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun