Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca, (Kadang-kadang) Menulis, Menggambar Pola/Gambar Sederhana

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Mom Shaming", Perundungan yang Menyakitkan Hati

15 Maret 2019   18:05 Diperbarui: 16 Maret 2019   13:00 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Awal mendengar istilah shaming adalah body shaming. Shaming bagian dari bullying atau perundungan terutama secara verbal. 

Makna body shaming yang saya ambil dari salah satu artikel di portal berita online adalah, "Body shaming berarti bentuk ujaran atau ungkapan yang ditunjukkan kepada orang tertentu dengan tujuan menjelek-jelekkan atau mendiskreditkan kondisi fisik seseorang secara keseluruhan atau spesifik mulai dari wajah, rambut, sampai ke bagian tubuh yang lebih di bawah lagi seperti torso, pinggul, paha, kaki." 

Setelah body shaming saya mendengar book shaming, writer shaming, lalu sekarang saya mendengar istilah mom shaming. Dua kata yang cukup menggelitik nurani karena mom -- ibu, mamah, emak, bunda, panggilan lainnya untuk perempuan -- bagi saya adalah kata yang memiliki derajat tinggi bagi seorang manusia. Tempat keberadaan cinta. Semesta bagi anak dan tidak lupa rumah tempat kebahagiaan. 

Jika cinta adalah dunia maka ibu adalah semesta. 

Rumah adalah tempat pulang dimana ibu berada. 

Ibu adalah pemandu awal seorang anak manusia dalam menjalani hidup karena kehidupan tidak memberikan panduan manualnya. Lewat ibu kita belajar banyak agar siap menjalani kehidupan. Ibu adalah cinta yang selalu memberi yang tak harap kembali. 

Shaming adalah kata yang buat saya mengandung kebencian, kesombongan, keegoisan, merendahkan. 

Karena merasa lebih baik maka seperti berhak untuk merendahkan orang lain. Selain itu perilaku merendahkan tidak jarang karena mengungkapan kebencian dan kesombongan yang menyelimuti diri. Jubah ego yang dimiliki bisa sebagai salah satu pencetus sikap merendahkan orang lain. 

Jika kata mom dan shaming dipadukan maka terciptalah istilah mom shaming. Merendahkan seorang ibu dalam menjalankan peranannya. 

Bagaimana cara mengasuh, memberi makan, memakaikan pakaian, cara menggendong, merawat, mendidik, diberi ASI atau susu formula, segala hal dikomentari sehingga seorang ibu selalu salah hingga timbulah rasa bersalah karena selalu merasa tidak benar dalam mengurus anak. 

Pelaku mom shaming melihat bahwa ibu yang menjadi korban mom shaming melakukan sesuatu yang salah dalam mengurus anak karena bisa jadi menyandarkan standar pengurusan anak pada dirinya yang dirasa yang paling baik dan benar.

Padahal tiap orang memiliki cara, standar, penanganan yang berbeda karena banyak hal berbeda yang melandasinya. Latar belakang pendidikan, pengasuhan, ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Sejatinya setiap ibu berusaha melakukan hal terbaik bagi anak-anaknya. Ibu bisa melakukan apapun untuk memastikan kebahagian, kenyamanan, keamanan, keselamatan di kehidupan anaknya. 

Seorang ibu tidak mengenal lelah, siap siaga dan stand by guna memastikan anaknya aman dan nyaman. Mengalah lapar asal anaknya kenyang. Mengalah letih asal anaknya terpenuhi kebutuhan dan mendapat kebahagiaan. Bahkan berani mempertaruhkan nyawa dari sejak awal kehadiran anak.

Lalu dengan percaya dirinya seseorang melakukan mom shaming karena merasa diri lebih baik. Sangat menyakiti dan melukai hati seorang ibu jika dianggap apa yang dilakukan salah apalagi kalau menjadi bahan olok-olok terutama jika seorang ibu sudah berusaha maksimal merawat anak-anaknya. Orang tidak tahu secara utuh apa yang sudah dilalui dan dilakukan seorang ibu untuk anaknya. 

Menjadi ibu bukan hal yang mudah, pasti menemukan banyak liku kesulitan. Sebaiknya justru jika seorang ibu mendapatkan kesulitan maka dibantu, dikuatkan, diperhatikan, diberitahu dan dididik dengan sebaiknya agar lebih baik bukan malah menjadi kesempatan untuk dipermalukan dan direndahkan. 

Jika merasa sudah baik, benar, derajat lebih tinggi bukan berarti orang lain buruk, salah, derajat lebih rendah hingga bisa dirundung dan direndahkan dalam hal apapun juga untuk peranannya sebagai ibu karena mom shaming adalah perundungan yang menyakiti dan melukai hati.

Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Jumat 15 Maret 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun