"Apa Anda merasa lebih baik dari yang lain sehingga menyuruh orang lain harus berbuat ini dan itu ?"
"Apa merasa apa yang Anda percayai lebih baik hingga orang lain dianggap salah dan membuat orang lain harus diluruskan berdasarkan versi Anda yang lebih baik ?"
"Apakah Anda sudah berkaca dan kaca Anda tidak terbalik ? Bahwa kaca kebaikan digunakan untuk melihat orang dan kaca kekurangan untuk melihat diri sendiri, jangan malah terbalik !"
"Bahkan jika yang dibicarakan adalah kebaikan dan kedamaian yang diambil dari berbagai sumber yang menurut Anda terbaik dan paling benar yang terjadi adalah menjadi hal yang tidak baik diterima oleh orang lain karena salah penyampaian juga salah waktu, apalagi kalau penyampaiannya ditunggangi ego Anda karena merasa lebih baik dan benar."
"Jadi, Anda menggurui siapa ?"
Saya tidak sedang membicarakan apapun yang sedang ramai dibicarakan, ditulis, disiarkan akhir-akhir ini. Pertanyaan- pertanyaan yang saya tuliskan di atas  adalah pertanyaan kepada diri sendiri kalau sedang berbincang dengan teman atau bahkan dengan anak sendiri jika melihat ada yang harus diluruskan.
Perasaan yang mempertanyakan apakah saya sudah baik, benar, dan lurus sampai berani untuk memperbaiki, membenarkan, dan meluruskan orang lain bahkan kepada anak sendiri.
Padahal untuk menggunakan dua kaca kehidupan saja kadang saya tertukar. Seharusnya dua kaca yang dipunyai digunakan untuk melihat kebaikan orang dan keburukan diri yang terjadi malah digunakan sebaliknya melihat keburukan orang dan kebaikan diri. Konsep dua kaca dalam hidup saya dapat saat membaca kutipan Gus Mus.
Jika akhirnya kesadaran diri datang ternyata sebenarnya saat saya berbincang dengan siapapun bukan untuk meluruskan orang lain, tetapi yang disasar lebih kepada meluruskan diri sendiri. Saya harus sering disadarkan agar diri menjadi lebih baik walau datang dari mulut atau tulisan sendiri.
Menjadi diri lebih baik dari waktu ke waktu buat saya bukanlah satu hal yang mudah dilakukan. Bagian tersulit perbaikan diri adalah kompromi dengan diri sendiri, menyadari bahwa diri banyak kekurangan dan harus mau bertindak agar menjadi yang lebih baik.
Jubah "aku" apalagi jika tebal adalah hal yang paling sulit  diperbaiki atau malah disingkirkan dan itu membutuhkan proses yang tidak mudah dan tidak sebentar.