Saya menangkapnya bahwa mereka harus membuat artikel terbaik untuk ditayangkan di Kompasiana hingga artikelnya layak untuk disematkan sebagai headline. Saya membayangkan artikel mereka pasti luar biasa. Namun sayangnya ternyata konsistensi menulisnya terhenti, lalu menyebutkan akan mulai menulis kembali.
Saya menangkap jika kita sudah memiliki maka jangan dibiarkan hilang dengan meninggalkannya, dalam hal menulis jika kita sudah memiliki menulis jangan berhenti karena berhenti berarti membuatnya hilang.
Mengingkari kehilangan
Hal ini sebenarnya merugikan bahwa dengan mengingkari kita tidak akan sadar bahwa sebenarnya kita kehilangan. Karena merasa memiliki seringkali kita menepis anggapan bahwa akan hilang atau pergi.
Dalam menulis saat kita sudah memiliki kegiatan menulis kita selalu yakin bahwa kita akan selalu bisa menulis, tidak terpikir akan sampai kehilangan kemampuan menulis padahal jika kita mengabaikan menulis dengan berbagai alasan seperti sibuk, selalu tidak ada ide, tulisan tidak jelas, tidak disukai pembaca, tidak semangat, dan deretan alasan yang lain maka kegiatan menulis pun akan menghilang dan lepas dari kepemilikan kita.
Sayang sekali jika diijinkan Yang Maha Kuasa memiliki kegiatan manis seperti menulis disia-siakan dengan diabaikan karena mengingkari bahwa akan hilang dan baru tersadar setelah betul-betul kemampuan menulisnya hilang padahal lewat menulis bisa memberikan kebaikan, kebahagiaan, manfaat setidaknya bagi diri sendiri dan berkah kalau bermanfaat untuk orang lain.
Catatan : setiap habis membuat satu artikel saya selalu merasa artikel saya gaje, tapi biar saja kegajeannya memperindah kegiatan manis saya dalam menulis, hehehe.
Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Rabu 13 Februari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H