Untuk yang memiliki usia seperti saya dimana kolagen berkurang yang menyebabkan jika merengut akan berakibat menambah kerutan lalu menambah garisan kerutan di dahi saya maka hal itu tidak menyenangkan.
Walau isi perbincangan tidak ada perundungan, ujaran kebencian, saling menyalahkan tapi ketajaman perbincangan politik tetap ada. Jadi yang awalnya saya pikir dengan munculnya dagelan politik ala Nurhadi sebagai pelengkap panggung politik yang panas, serius, dan banyak lika-likunya tapi ternyata politik tetap politik walau kadang saya melihat kelucuan juga saat mendengar penjelasan para pakar politik tetapi kelucuan yang berbeda dari yang disajikan Nurhadi sang capres fiktif itu.
Tetiba saya jadi bertanya apa saya salah menyematkan dagelan politik, yang semula saya pikir dagelan politik ditampilkan oleh capres dengan no 10 yang merupakan capres fiktif yang berhasil mengulur ketegangan yang terjadi dari capres resmi lewat guyonan-guyonannya tetapi ternyata dagelan politik terjadi justru di arena sungguhan yang akan mengusung pemilihan resmi menentukan pemimpin bangsa dan negara tercinta ini.
Ternyata saya tetap tidak mengerti dan memutuskan sekarang ini tetap jongkok saja dalam memahami politik, daripada kerutan di dahi bertambah karena merengut kalau berusaha memahami politik.
Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Ahad 13 Januari 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H