Cinta karena menjadi pendukung pun seringkali menyedihkan. Bagaimana sampai bertaruh kehormatan, harga diri, kesantunan, bahkan nyawa diberikan.
Tidak satu kali berita hilangnya nyawa dari pendukung tim olahraga. Menyiksa binatang saja buat saya menjadi hal yang tidak masuk akal dilakukan oleh mahluk yang dianugerahi akal oleh Yang Kuasa, apalagi menyiksa manusia hingga menghilangkan nyawa buat saya jauh dari nurani dan rasa kemanusiaan, apa mereka hanya berkedok sebagai manusia padahal aslinya bukan manusia hingga sanggup melakukan penganiayaan hingga merasa berhak menghilangkan nyawa manusia.
Tidak kalah menyedihkan cinta pada pendukung partai atau calon wakil rakyat dan calon pemimpin. Cinta yang ditunjukkan tidak bisa membuat saya mengerti karena yang ditampilkan bukan informasi agar masyarakat seperti saya lebih mengerti apa yang akan dilakukan bagi rakyat yang akan diwakili atau yang kelak dipimpinnya.
Yang saya saksikan malah lebih banyak mengorek kekurangan lawannya, ujaran kebencian, dan hal lain yang membuat orang yang jongkok dalam mengerti politik seperti saya semakin jongkok bahkan sampai ke level terendah tiarap dalam memahami politik. Kenapa tidak dibuat saja edukasi yang mencerahkan biar lebih mengerti bagaimana menentukan pilihan saat pemilihan nanti. Akan sulit jika yang disajikan adalah sisi kesalahan, keburukan, persaingan yang seperti drama di televisi saja.
Sejatinya cinta adalah hal yang menguatkan, membahagiakan, manis dan bukan tragis. Hidup memang tidak bisa lepas dari cinta. Karena kehidupan dimulai oleh cinta. Esensi dari hidup adalah cinta dan esensi dari cinta adalah hati dan kebaikan. Jadi jika cinta dijadikan alasan untuk yang kelam saya pikir itu bukan cinta tetapi kebencian yang merupakan emosi dari kelemahan dan tanda dari kegagalan.
Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Karawang, Jumat 11 Januari 2019