Artikel kedua yang ditulis di Sabtu ini. Yang pertama tentang serial penulis (pemula) begitupun untuk tulisan kedua. Kali ini saya ingin menuliskan ruh bagi sebuah tulisan.
Sejak saya kecil suka buku dan ingin memiliki perpustakaan di rumah. Impiannya dinding rumah itu penuh oleh buku, itulah sebabnya saya selalu senang ke toko buku yang banyak berjejer buku. Saya lebih senang beli buku di toko nyata dibanding online untuk menikmati berada di tempat yang penuh harta --- buat saya toko buku itu seperti tumpukan harta seperti menikmati sampulnya, judulnya, gambarnya, melihat sinopsis, bahkan menikmati aroma buku yang masih baru buat saya momen yang menyenangkan.
Jenis buku yang saya baca sangat beragam. Saat kecil yang saya baca kebanyakan buku pelajaran, dongeng, legenda, majalah anak, koran. Beranjak remaja buku yang dibaca bertambah cerita dan novel percintaan. Saat SMA dan kuliah buku yang saya baca kebanyakan keagamaan. Saya merasa sebagai orang awam sehingga buku keagamaan jadi yang paling lama saya baca sampai sekarang agar saya punya rujukan dalam menjalani kehidupan yang dibungkus oleh agama.
Saat dewasa buku yang saya baca makin beragam, yang bahasan yang paling disukai adalah psikogi, pembahasan tentang ilmu, kebaikan dan cinta. Makanya sampai sekarang jika jalan menuju Alloh itu banyak maka saya memilih ilmu, kebaikan dan cinta.
Sampai sekarang keinginan memiliki perpustakaan di rumah belum bisa diwujudkan. Buku yang saya miliki baru beberapa rak saja. Belum disimpan dalam tempat yang lebih layak agar terlihat keindahannya.
Ada momen Alloh memberikan ijin pada saya untuk memiliki impian memiliki perpustakaan sperti yang saya inginkan.  Perpusatakaan yang  saya miliki sifatnya tak terbatas. Besarnya, isinya, bentuknya, dan  yang hebat perpustakaan itu penulisnya saya sendiri. Nama perpustakaannya Kompasiana.
Walau bukan perpustakaan secara fisik sehingga saya tidak bisa menikmati momen menyenangkan saat melihat buku tapi saya juga mendapat kesenangan dengan perpustakaan saya ini. Tersedia berbagai tema seperti humaniora, gaya hidup, hiburan dan sebagainya.
Saya ingin perpustakaan saya di Kompasiana --- yang berisi tulisan saya --- Â memiliki ruh seperti buku yang saya baca.
Tulisan yang dibaca menjadi hal yang menyenangkan karena bisa membawa yang membaca kemanapun karena tulisan yang dibaca memiliki ruh. Memindahkan ide, hati, dan jiwa dari penulis ke pembaca.
Ruh macam manusia yang hidup karena beraga dan memiliki ruh. Begitupun tulisan, raga tulisan rangkaian kalimat yang tersusun sehingga membentuk menjadi artikel utuh. Sedangkan ruh tulisan adalah nyawa dari tulisan yang dibaca.
Tidak semua tulisan memiliki ruh. Tulisan yang dibuat oleh seseorang yang menyatu dengan tulisannya biasanya akan menjadi tulisan yang hidup. Banyak artikel yang sekedar tulisan saja, tidak ada kesan apa-apa dari apa yang disampaikan dalam tulisannya. Saya pikir kemungkinan penulis masih harus memperbanyak jam terbang membaca dan menulisnya (saya masih di level ini).