Mohon tunggu...
Karla Wulaniyati
Karla Wulaniyati Mohon Tunggu... Lainnya - Senang Membaca, (Kadang-kadang) Menulis, Menggambar Pola/Gambar Sederhana

Let the beauty of what you love be what you do (Rumi)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Ketika Macet Membawa ke Tempat Piknik Murah Meriah

24 Desember 2018   15:56 Diperbarui: 24 Desember 2018   16:26 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah 10 hari liburan semester dan  akhir tahun  berlalu. Untuk yang memiliki dana maka liburan bisa bepergian kemanapun. Berlibur keluar kota, daerah bahkan luar negeri. Namun bagi yang tidak memiliki dana liburan, alternatif kegiatan untuk mengisi liburan perlu dipikirkan.

Selama 10 hari baru dilewati di rumah karena suami belum libur, lalu berkunjung ke Bandung karena si sulung tinggal untuk kuliah disana dan nonton Bumblebee di mall terdekat. Karena pompa di rumah Bandung ngadat maka hampir dua hari dilewati di rumah  (lagi).

Hari ini pun rencananya mau kontrol ke rumah sakit untuk konsultasi kesehatan. Sehingga tidak jalan-jalan lagi. Pergi ke tempat wisata jadi seperti syarat untuk yang namanya liburan dan kami belum kemana-mana jadi kesannya belum liburan.

Setelah menelpon rumah sakit ternyata hari ini dokternya tidak ada --- yeeaaa bisa jalan-jalan deh --- dan memutuskan untuk pergi ke tempat wisata yang ada di Bandung saja.

Pilihannya berendam air hangat atau ke taman bunga. Dipilih berbagai tujuan wisata lalu diputuskan ke daerah Parompong.  Karena macet suami memilih jalan alternatif --- dia banyak hapal jalan di Bandung karena tinggal lama saat kuliah --- tapi kemanapun jalannya yang ditemui kemacetan.

Kami sampai di daerah Ciumbuleuit dan tujuan wisata ganti arah ke tempat yang belum pernah kami kunjungi di daerah Punclut, nama tujuan wisatanya D'Dieu Land. Area yang dibuka pada Desember 2017 dengan menawarkan beragam permainan dan udara sejuk.

Karena macet yang cukup lama sejak mobil akan naik ke daerah Punclut dan kebetulan sudah jam makan siang saat menemukan rumah makan khas yang banyak berjejer dipinggir jalan akhirnya diputuskan berhenti untuk istirahat, sholat dan makan.

Ternyata makan di pinggir jalan malah menjadi seperti piknik yang murah meriah. Menikmati kemacetan --- saya baru tahu bila tidak sebagai pelaku yang ikut didalam kemacetan ternyata kemacetan bisa jadi pemandangan tersendiri --- santai dan istirahat di tempat makannya karena area lesehan yang cukup luas, sholat dan tentunya makan dengan menu Sunda pisan.

Menu makanannya nasi merah kecuali si bungsu nasi putih, pepes-pepesan ---pepes jamur, jambal, peda --- cumi yang lumayan besar dipanggang sama seperti ayamnya dipanggang juga, ikan asin, sambal dan lalaban, usus dan kulit ayam dan juaranya jengkol goreng. Jangan tanya lahap dan enaknya rasa makanannya, nyaris semua tambah lagi tambah lagi nasinya. Uang yang dihabiskan pasti jauh lebih sedikit dibanding makan di tempat hang out tengah kota.

Habis makan perut kenyang, melihat masih macet diputuskan tidak cepat-cepat menyudahi lalu ngopi atau minum bandrek dulu saja, si sulung malah bisa buat artikel, saya juga tak mau kalah menulis.

Kalaupun tidak bisa ke tempat wisata manapun kami tetap merasa piknik walau hanya di tempat makan pinggir jalan.

Sebenarnya yang kami incar adalah waktu kebersamaan yang dihabiskan bersama. Kebersamaan dengan keluarga sangat berharga tiap detik waktu yang dihabiskannya. Saya sangat menyukai menghabiskan waktu bersama keluarga dengan segala dramanya termasuk menyaksikan si sulung dan si bungsu berebut dan berantem untuk alasan apapun.

Kebersamaan ini akan membekas setidaknya menjadi kenangam manis. Saya tidak mau anak-anak memiliki kenangan yang menyesal karena tidak mempunyai memori kebersamaan.

Spent time with those who you love. One of these days you will say either , I wish I had or I'm glad I did. (Zig Zagler)

Bersyukur karena masih diijinkan berada dalam semesta kebahagiaan walau dalam bungkusan macet yang mengantarkan ke tempat wisata murah meriah dan memberikan kebahagiaan atas kebersamaan yang berusaha dijejakkan bersama orang-orang tercinta.  

Happiness cannot be travelled to owned, earned, worn or consumed. Happiness is the spiritual experience of living every minute with love, grace, and gratitude. (Denis Waitley)

Karla Wulaniyati untuk Kompasiana
Bandung, Senin 24 Desember 2018

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun