Masuk sekolah jam 06.45 itu bukan satu hal yang mudah. Bagi siswa yang rumahnya dekat dengan lokasi sekolah tidak menjadi masalah, tapi walau begitu yang kesiangan padahal rumahnya dekat masih saja ada.
Lain hal dengan siswa yang rumahnya cukup jauh, mereka harus lebih berjuang untuk dapat tiba di sekolah paling lambat jam 06.45.
Siswa yang tinggalnya jauh memiliki berbagai alasan, diantaranya siswa tinggal berbeda kabupaten. Mereka tidak mau kos karena lebih nyaman tinggal dengan keluarga dan memilih berjuang pergi dari rumah setelah subuh. Hal itu dilakukan setiap hari selama masuk sekolah.
Ada lagi selain tinggal dengan lokasi rumah jauh ditambah dengan infrastruktur menuju rumahnya belum memadai. Ada siswa yang tinggal harus melewati beberapa desa, hamparan sawah dilanjutkan dengan jalan desa menuju rumah yang masih tanah belum tersentuh aspal atau beton.
Saat musim hujan siswa yang lokasinya seperti ini tidak bisa datang ke sekolah dengan alasan tidak bisa turun (begitu mereka membahasakannya karena lokasi rumah mereka yang berada di dataran yang lebih tinggi dibanding sekitarnya). Â Jalanan tidak bisa dilalui karena berubah menjadi bubur tanah yang cukup dalam.
Cerita siswa yang paling hebat sampai ke sekolah dengan lokasi rumah yang jauh selama saya mengajar adalah  siswa yang dari rumahnya harus pergi sejak jam 4-an dini hari.
Dia harus sudah mulai pergi dari rumah sekitar jam 4-an disaat teman yang lain masih terlelap tidur. Kemudian dia berjalan sekitar dua jam. Tidak bisa berkendaraan bahkan untuk kendaraan roda dua. Setelah berjalan dua jam dia sampai di rumah saudaranya dimana motor dititipkan.
Pergi ke sekolah dari tempat saudaranya sekitar jam 6-an. Setengah jam sampai ke sekolah. Hebatnya dia tidak pernah kesiangan. Pulangnya pun seperti itu. Dari sekolah menuju rumah saudaranya lalu menitipkan motor lalu jalan pulang 2 jam. Dia lakukan setiap hari.
Saya bertanya pada siswa itu apa tidak lelah setiap hari seperti itu dan jawabannya adalah bukan hal yang aneh karena dia sudah terbiasa melakukannya sejak masih di SMP yang jaraknya tidak berbeda dengan jarak dari rumah ke sekolah di jenjang SMK sekarang.
Hal yang paling berat adalah kalau musim hujan. Jalan kaki jam 4-an dini hari tanpa hujan saja sudah berat apalagi kalau ditambah dengan hujan, dia bilang agak susah perjalanannya karena licin dan dia harus lebih pagi lagi berangkatnya karena harus sering berteduh.
Karena tinggal di desa yang masih jauh dari akses umum sudah dipastikan tidak ada penerangan yang cukup jadi perjalanan ke sekolahnya sudah biasa ditemani oleh gelap.
"Tidak masalah karena saya hanya harus sedikit lebih berjuang untuk masa depan dan meningkatkan derajat keluarga." Begitu jawabannya dari seorang pejuang yang tak gentar oleh tempaan hidup.Siswa-siswa yang penuh daya juang seperti itu yang diharapkan membangun bangsa ini. Bahwa kesulitan bukan untuk diratapi dan disesali. Tetapi untuk dihadapi dengan sikap terbaik.
Semoga apa yang diperjuangkannya memberikan hasil terbaik dan luar biasa sebagai hadiah dari kegigihannya.
Bangga pada perjuanganmu. Semoga negara ini tegak oleh orang-orang yang berdedikasi sepertimu.
Tulisan ini dipersembahkan untuk anak bangsa yang tak lelah dalam berjuang menaklukan kehidupan serta demi tegaknya kebesaran bangsa dan negara ini.
Karla Wulaniyati untuk kompasiana
Karawang 4 Desember 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H