Implementasi dari program ini bisa dilihat bukan hanya di dunia nyata, dan di persidangan, juga di dunia digital pun strategi Attack Accuser ini bisa terlihat dan sangat bisa ditelusuri.
Pertanyaannya, efektifkah pilihan strategi ini untuk memenangkan opini publik yang nantinya potensial menjadi pertimbangan keputusan hakim?
Tentu kita tidak bisa menilainya saat ini. Nanti, sang waktu yang akan menjelaskan kepada kita, hasilnya seperti apa.
STRATEGI SELAIN ATTACK ACCUSER
Dalam Image Restoration Theory, selain strategi Attack Accuser, sebenarnya masih ada lima strategi lainnya di dalam lingkup strategi Reducing Offensiveness of Event (ROE).
Menurut saya, strategi komunikasi yang lainnya pun perlu dipertimbangkan ketika mengalami persoalan krisis komunikasi, sehingga bisa meraih simpati publik. Antara lain :
Pertama, adalah Bolstering. Yaitu dengan mengutip dan menyajikan data-data mengenai tindakan-tindakan positif sebanyak mungkin yang sudah dilakukan di masa lalu, dan bisa diterima publik dengan baik.
Kedua, adalah Minimization. Melakukan upaya-upaya yang bisa mengurangi perasaan negatif dengan cara-cara persuasi kepada publik, sekaligus meyakinkan publik bahwa yang terjadi tidaklah seburuk seperti yang dipikirkan, dipersepsikan, atau bahkan yang terjadi.
Ketiga, adalah Differensiasi. Yaitu dengan membandingkan perbedaan perlakuan atas kesalahan yang dilakukannya dengan yang dilakukan orang lain yang juga melakukan hal yang sama.
Keempat, adalah Trancendence. Yaitu dengan membandingkan suatu kejadian tetapi dalam konteks yang berbeda.
Kelima, adalah Compensation. Yaitu dengan memberikan ganti rugi sebagai bentuk tanggungjawab atau menebus kesalahan yang telah terjadi, agar perbuatannya diampuni dan reputasi balik menjadi baik.