Mohon tunggu...
Karisma Nabila
Karisma Nabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Saya mahasiswa

Pembahasan yang akan di bahas yaitu mengenai hukum perdata islam di indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Sejarah, Makna dan Pendapat Mengenai Pencatatan Perkawinan

22 Februari 2024   20:20 Diperbarui: 22 Februari 2024   20:25 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  • Berikan Analisis sejarah pencatatan perkawinan di Indonesia
  • Sejarah pencatatan perkawinan Sebelum diundangkannya UU No. 1  Januari 1974 tentang perkawinan, Adriaan Bedner dan Stijn van Huis menjelaskan: "Sebelum tahun 1974, masyarakat Indonesia harus mengikuti banyak peraturan berbeda mengenai perkawinan yang diwarisi dari pemerintah kolonial. Dengan cara yang  pragmatis, pemerintah kolonial tidak pernah berusaha untuk mewajibkan semua warga negaranya tunduk pada satu undang-undang, namun hanya melakukan intervensi dalam urusan keluarga jika diperlukan oleh tekanan  dari luar, misalnya Gereja di Belanda menginginkan ketentuan khusus bagi semua umat Kristiani, India adalah milik Belanda.

  • Tanggal 1 Januari 1974 tentang perkawinan, karena dengan berlakunya undang-undang ini tercapai kesatuan hukum di bidang perkawinan yang merupakan cita-cita utama kemerdekaan Indonesia. Konteks Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang  Perkawinan adalah gagasan unifikasi hukum dan reformasi hukum. Gagasan unifikasi hukum merupakan upaya untuk menegakkan suatu peraturan hukum nasional yang  berlaku bagi seluruh warga negara. Sementara itu, gagasan reformasi hukum pada dasarnya adalah untuk memenuhi aspirasi-aspirasi yang membebaskan dari kebutuhan masa kini dan menempatkan status suami-istri dalam perkawinan pada kedudukan yang setara baik  hak maupun kewajibannya.

  • Peraturan Terkait Pencatatan Nikah menurut UU Nomor Pasal 1 Tahun 1974 tentang perkawinan diatur dalam ayat 1 ayat (2), khususnya: "Setiap perkawinan harus dicatat menurut ketentuan undang-undang yang berlaku. masa setelah diundangkannya UU No 1. Tanggal 1 Januari 1974 tentang perkawinan merupakan masa disatukannya UU Perkawinan Nasional dengan UU Nomor 12 Tahun 1974. No. 1 Tahun 1974 sebagai ketentuan undang-undang, dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam sebagai peraturan pelaksanaan. Selama ini perlu dilakukan "pencatatan nikah" yang kemudian disertai dengan bukti berupa akta nikah.
  • Mengapa Pencatatan Perkawinan diperlukan?

  • Menurut ketentuan Pasal 2 UU 1/1974, semua perkawinan harus dicatatkan menurut undang-undang yang berlaku. Artinya setiap perkawinan harus dicatatkan sesuai dengan Peraturan undang-undang yang berlaku. Jika kedua ayat  Pasal 2 UU 1/1974 itu saling berkaitan, maka pencatatan perkawinan dapat dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan, yang menentukan nilai sah perkawinan, di samping untuk memenuhi peraturan syarat-syarat perkawinan. Menurut hukum agama dan kepercayaan masing-masing. Dan mengapa pencatatan perkawinan sangat diperlukan adalah karena pencatatan perkawinan dimaksudkan untuk memberikan kepastian dan perlindungan bagi para pihak yang melangsungkan perkawinan, sehingga memberikan  bukti otentik atas perkawinan yang telah dilangsungkan, dan para  pihak mempunyai kemampuan untuk mempertahankan perkawinan  tersebut dihadapan orang lain. Sebaliknya jika perkawinan itu tidak dicatatkan, maka perkawinan yang ditandatangani oleh para pihak tidak mempunyai kekuatan hukum atau bukti  perkawinan.

  • Berikan analisis makna filosofis, sosiologis, religious, dan yuridis pencatatan perkawinan?
  • Filosofis, Perkawinan yang baik menurut syariat Islam didasarkan pada Pancasila, terutama sila pertama yaitu beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Filosofi praktek pencatatan perkawinan bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan keamanan hukum baik bagi yang bersangkutan maupun orang lain. Menurut para pengamat penegakan hukum, dari sudut pandang filosofis, pencatatan perkawinan seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman berupa kepastian, kekuatan dan perlindungan hukum kepada pelaku perkawinan (suami istri). Dengan demikian apabila tidak dilakukan pencatatan perkawinan, maka akibat hukumnya adalah tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak dapat menikmati hak jaminan kewarganegaraan setelah perkawinan.

  • Sosiologis, Disini pihak yang melakukan perkawinan nikah siri sering kali dianggap perzinahan tanpa perikatan pernikahan, sehingga berdampak pada istri yang sulit bersosialisasi dimasyarakat, begitu halnya seperti anak yang lahir pada perkawinan yang tidak dicatat maka dianggap tidak sah secara yuridis, tetapi secara agama dianggap sah maka pentingnya pencatatan perkawinan agar tercipta nya kemaslahatan dalam masyarakat dan keluarga.
  • Religious, Secara religious tidak mempermasalahkan pencatatan jadi tidak ada dampak yg sangat dari sisi religius, karena dalam agama yg menjadi masalah ialah anak yg lahir di luar nikah, sedang jika menikah sirih asalkan sah maka dianggap pernikahan itu sudah sah secara agama.
  • Yuridis, Perkawinan yang tidak tercatat oleh negara sangat merugikan bagi kedua belah pihak terutama pihak perempuan dikarenakan hal itu dianggap tidak sah oleh negara.

  • Dan apabila kedua pasangan tersebut mempunyai Anak, seorang anak ini hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu kandung dan keluarga ibu saja tidak dengan ayah. Dan apabila seorang istri bercerai dari seorang suami maka Tidak bisa menuntut harta gono gini dihadapan hukum karena dianggap tidak saholeh negara.

  • Bagaimana menurut pendapat kelompok anda tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiolog religious dan yuridis?

  • Pentingnya pencatatan perkawinan sangat diakui dalam berbagai kelompok, termasuk sosiolog, agama, dan hukum. Secara sosial, menurut kelompok kami pencatatan perkawinan sangat membantu masyarakat mengenali hubungan legal antara pasangannya. Karena secara agama, pencatatan dapat mencerminkan komitmen dan persetujuan dalam lingkup keagamaan agar diakui oleh pihak keluarga. Secara yuridis pula, pencatatan memberikan dasar hukum yang diperlukan sebelum melakukan pencatatan perkawinan. Jika pernikahan tidak dicatatkan, dampaknya dapat melibatkan ketidakjelasan status hukum dan sosial pasangan tersebut dalam perkawinan. Dari segi hukum juga dipandang, mereka mungkin tidak mendapatkan hak-hak yang melibatkan status pernikahan. Sosial dan agama juga dapat mempengaruhi hal tersebut karena adanya ketidakjelasan yang dapat menimbulkan stigmatisasi atau ketidakpastian dalam hubungan. Oleh karena itu, pencatatan perkawinan dianggap penting untuk memastikan kejelasan dan perlindungan hukum buat kedua pasangan.

1. Sri Nur Hamdana (222121099)
2. Karisma Nabila Fatmi (222121104)
3. Siti maymunnah (222121051)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun