Mohon tunggu...
KARISMA AULA IHSANIN
KARISMA AULA IHSANIN Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa PPG Prajabatan

Saya memiliki kepribadian ramah, mudah untuk menjalin kerja sama yang baik dan menyukai bidang komunikasi dan menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membinasakan Rantai Perundungan Anak Yuk!

19 Januari 2024   19:32 Diperbarui: 19 Januari 2024   20:33 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbicara mengenai perundungan pasti sudah tidak asing lagi didengar. Perundungan atau kerap disapa bullying ternyata masih menyelimuti kancah pendidikan di Indonesia. Sri Wahyuningsih memaparkan bahwa perundungan disebut sebagai bullying merupakan bentuk perbuatan yang merugikan secara verbal, fisik, sosial, dunia nyata dan dunia maya menyebabkan perubahan psikis dan fisik seseorang. Perundungan ini termasuk pada kasus kekerasan. Mirisnya hal ini bisa terjadi pada siapa saja, tidak mengenal waktu dan usia. Kasus ini juga terjadi pada anak di sekolah, sebaik-baiknya pengawasan dan ketatnya peraturan sekolah ternyata masih belum bisa menjamin. Kasus ini bersifat terselubung dan sering ditemui namun jarang untuk diadukan. Berdasarkan data kasus KPAI kekerasan pada anak terdapat pengaduan tercatat 2.133 kasus pada tahun 2022.

Berterima kasihlah jika kalian telah melewati masa-masa itu. Hari demi hari telah berganti, namun kasus perundangan tidak henti. Pemerintah menegaskan dan menghibau agar tidak terjadi lagi tindak kekerasan, perundungan ataupun bullying. Hal ini berlandaskan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 wujud perubahan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 9 Ayat (1a) yang menyebutkan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, sesama peserta didik, dan atau pihak lain. Kebijakan dan peraturan undang-undang telah diperketat, namun masih ada celah masuk perundungan anak di sekolah. Menyikapi kasus perundungan anak yang ada di tanah air kita, lalu apa yang perlu dirubah? pendidikan karakter bangsa. Yuk berubah!

Bapak pendidikan nasional Indonesia, Ki Hadjar Dewantara sebagai pedoman pemikiran pendidikan karakter hingga saat ini. Ki Hadjar Dewantara menghimbau bagi guru untuk membimbing dan menuntun "pamong" pendidikan peserta didik berdasarkan dengan alam dan zaman untuk memerdekakan belajar peserta didik. Namun, juga harus memprioritaskan budi pekerti melalui pendidikan berkarakter berdasarkan pondasi pancasila dan Bhineka Tunggal Ika. Tulisan ini bertujuan menyoroti pentingnya pendidikan karakter dan berbudaya luhur memerdekakan peserta didik dari belenggu perundungan di sekolah.

Rafael & Mulyatno menjelaskan mengenai konsep budi pekerti atau pendidikan karakter dari Ki Hadjar Dewantara wujud percampuran dari kognitif (pikiran), rasa dan kemajuan dorongan diri menimbulkan kekuatan. Untuk menghindari perundungan antar peserta didik harus ditanamkan sejak dini dari keluarga. Keluarga menjadi sekolah pertama menanamkan nilai moral, karakter dan sosial berdasarkan pondasi Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila. Peserta didik dapat terbekali dengan pendidikan karakter untuk menyikapi keberagaman di Indonesia berdasarkan aspek ekonomi, sosial, budaya dan agama. Dengan tujuan membentuk sikap toleransi antar keberagaman dalam meminimalisir perundungan atau bullying terhadap perbedaan tersebut. Sehingga dapat memerdekakan dirinya dan membebaskan kemerdekaan belajar peserta didik lainnya.

Setelah melihat fenomena perundungan yang ada, ternyata masih belum sepenuhnya konsep pendidikan berkarakter ditanamkan di sekolah secara optimal. Solusi yang dapat diterapkan pada masalah ini dilakukan dengan penanaman pendidikan karakter sesuai dengan prinsip Ki Hadjar Dewantara. Menanamkan nilai-nilai pada Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila dimulai sejak dini dari keluarga. Membangun relasi dan komunikasi yang positif bagi peserta didik. Selain itu, memberikan pemahaman terhadap keberagaman untuk menghindari deskriminasi antar peserta didik. Hal ini untuk membentuk peserta didik yang saling hidup dan membutuhkan orang lain. Sehingga bertujuan untuk memberikan pemahaman mengenai tindak negatif dari perundungan yang dapat membelenggu kebebasan belajar peserta didik lainnya.

Referensi:

Rafael, S. P., & Mulyatno, C. B. (2020). Modul Pendidikan Profesi Guru. National Seminar, 1(1), 671--683.

Sri Wahyuningsih, M. P. (2021). Stop Perundungan/Bullying Yuk. Stop Perundungan/Bullying Yuk, 24.

Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang perlindungan Anak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun