Mohon tunggu...
karin septia
karin septia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa aktif Universitas Nasional

Saya adalah salah satu mahasiswa aktif dengan konsentrasi public relations di salah satu Universitas Swasta di Jakarta yaitu Universitas Nasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Indonesia Siap Menghadapai ASO Menuju Penyiaran TV Digital

28 Juli 2022   21:02 Diperbarui: 28 Juli 2022   21:18 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

INDONESIA SIAP MENGHADAPI ASO MENUJU PENYIARAN TV DIGITAL

Karin Septia Dwi Lestari

203516516171

Ilmu Komunikasi – Public Relations

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

 

 I. Latar Belakang 

Digitalisasi TV adalah tuntutan perkembangan teknologi, yang dilakukan semua negara di dunia. Digitalisasi TV berkaitan dengan kemajuan teknologi, tuntutan kebutuhan masyarakat hingga tuntutan green economy. Dewasa ini 85% wilayah dunia telah mengimplementasikan digitalisasi penyiaran.

International Telecommunication Union (ITU) telah tetapkan kesepakatan tahun 2015 sebagai batas akhir TV Analog secara internasional. USA misalnya telah switch off analog 2009, Jepang 2011, Korea Cina & UK 2012, Brunei 2014, Singapura, Malaysia, Thailand & Filipina 2015. 

Indonesia berencana swicth off 2018 (Subiakto, 2013). Secara global kita sudah terlambat di banding negara tetangga. Apalagi kalau mau mengikuti pihak pihak pengritik selama ini, akan makin terlambat lagi.

Padahal jika terlambat mengakibatkan Indonesaia akan mengalami kerugian. Karena dengan mempertahankan sistem analog, maka itu menjadi tidak efisien, menghabiskan frekuensi, boros listrik, kualitas gambar dan suara tidak bagus, dan pengembangan broadband berbasis internet juga terhambat. 

Kalau kita tidak segera digitalisasi, Indonesia terisolir, semua pabrikan tidak lagi produksi TV, pemancar, hingga kontent Analog. Sehingga Analog menjadi langka (Subiakto, 2013). Akibatnya masyarakat Indonesia yang cenderung masih akrab dengan tv analog menjadi kesulitan sendiri dalam mengakses siaran tv.

Melalui perkembangan televisi siaran dengan sistem teknonologi digital, di satu sisi sebenarnya banyak memberikan keuntungan bagi masyarakat sebagai penerima siaran televivisi siaran. Menurut Subiakto (2013), dengan TV digital, gambar lebih jernih, bersih, bahkan kalau di mobilpun tidak terganggu. 

Salurannya juga lebih banyak. Perangkat TV digital lebih irit listrik, baik untuk tv di rumah maupun stasiun dan pemancar, sesuai dengan green economy. Kalau tv analog, satu frekuensi untuk satu lembaga penyiaran, TV Digital 1 frekuensi bisa untuk 12 saluran TV. Sehingga jumlah TV lebih banyak. 

Namun pada sisi ini pula, mereka masih cenderung belum siap menerima kehadiran teknologi ini mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia masih memiliki televisi penerima dengan sistem analog. Dalam penerapan teknologi itu, anggota masyarakat harus menggantinya ke pesawat televisi yang berperangkat sistem digital. 

Atau setidaknya mereka perlu melakukan penambahan set top box (STB) sebagai converter televisi analog ke televisi digital. Tentu ini menjadi persoalan tetrsendiri bagi anggota masyarakat pengguna.

Meskipun tv digital dalam praktiknya sebenarnya banyak memberikan keuntungan, namun dari segi penyelenggaran dianggap masih belum mendesak untuk dilaksanakan. Karena itu, rencana pengaplikasian tivi digital banyak menuai penolakan. 

Anggapan tadi diantaranya terutama muncul karena alasan dasar hukum penyelenggaraan TV digital. Menurut kalangan legislatif penyelenggaraan tv digital sebagai suatu yang salah dan mendesak agar penyelenggaraannya menunggu lahirnya UU Penyiaran yang baru. (Subiakto, 2013). 

Namun menurut Subiakto (2013) dasar hukumnya sudah sangat kuat. Menurutnya ada empat dasar hukum penyelenggaraan siaran digital, pertama adalah: UU Penyiaran, yaitu ada di penjelasan. 

Dalam penjelasan disebutkan, UU ini disusun berdasarkam pokok pikiran mengantisipasi perkembangabng teknologi, seperti tekhnologi digital. Artinya teknologi digital sudah diantisipasi. Dasar hukum kedua, adalah PP 11/2005 pasal 13 ayat 1: penyelenggaraan (4) penyiaran TV analog atau Digital (5) multiplexing. 

Ayat 3 akan diatur dengan Peraturan Menteri. Dasar hukum ketiga, PP 50/2005 Penyelenggaraan Lembaga penyiaran swasta (LPS) pasal 2 ayat 1: (4) pnyiaran Tv analog atau Digital (5) multiplexing. Ayat 3 akan diatur dengan Peraturan Menteri. 

Dasar hukum k4, PP 51/2005 Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK) pasal 2 ayat 1 penyiaran Tv analog atau Digital, multiplexing. Ayat 3 akan diatur dengan Peraturan Menteri. Jadi ada 4 dasar hukum bagi munculnya Permen tentang Digitalisasi TV (Misalnya Permen no 22 tahun 2011 dan Permen no 23 tahun 2011), satu di Penjelasan UU Penyiaran dan 3 di PP no 11, 50 dan 51 tahun 2005. 

Ketiga PP itu dengan tegas menyebut akan diatur dengan Peraturan Menteri.

Sementara menurut pihak KPI, dasar hukum bagi penyelenggaraan tv digital di Indonesia sebagai cacat hukum. “KPI menyatakan, kebijakan yang ditetapkan pemerintah khususnya Kemenkominfo terkait televisi (TV) digital adalah cacat hukum. 

Judhariksawan Komisioner Badan Infrastruktur dan Perizinan KPI Pusat menuturkan, seluruh Kepmen yang ditetapkan terkait migrasi dari TV analog menuju era TV digital cacat hukum karena tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Penyiaran”. 

Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020 menyatakan dengan tegas bahwa analog switch off dilakukan pada 2 November 2022 jam 24.00. Dengan berubahnya dari siaran analog ke digital, pemerintah menjamin tayangan televisi menjadi makin jernih gambarnya, jelas suaranya dan canggih teknologinya. 

Di luar itu juga ada keuntungan lian yakni adanya devident frekuensi yang akan dimanfaatkan untuk internet berkecepatan tinggi (5G). Namun karena kesiapan lembaga penyiaran di sejumlah daerah masih perlu waktu, maka kebijakan ASO dilakukan secara bertahap. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapan dan sekaligus kendala yang di hadapai oleh masyarakat media jawa barat dalam analog switch off.

Walaupun teknologi digital di sektor penyiaran menawarkan harapan besar kearah kemajuan yang bersifat multidimensional, namun perkembangan peralihan televisi digital di dunia menunjukkan proses peralihan yang harus dipersiapkan secara menyeluruh. 

Belajar dari proses peralihan di negara maju di Eropa dan Asia yang telah sukses mengimplementasikan televisi digital, digitalisasi penyiaran harus dipahami sebagai fenomena masyarakat luas yang berdampak pada publik, kebijakan, layanan, dan industri sehingga proses peralihannya membutuhkan pendekatan yang berbeda untuk memfasilitasi kesuksesan dari transisi digital ini (Shin & Song, 2012); (ITU, 2020).

II. Pembahasan 

Televisi menjadi media penyiaran dinilai memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan masyarakat dalam berbagai dimensi. Dari aspek sosial, televisi menjadi wadah pengisi waktu luang, hiburan, informasi, pendidikan dan juga kontrol sosial (Herawati, 2015). 

Jika dilihat dari aspek politik, televisi menjadi wadah bagi para elit politik untuk menampung aspirasi dan dukungan publik (Valerisha, 2017). Tak kalah pentingnya dari aspek ekonomi, televisi merupakan industri kreatif yang memberikan kontribusi ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung (Widyatama & Polereczki, 2020).

Terlihat bahwa kehadiran televisi sangat penting karena televisi memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat dan industri, serta dinilai mampu mengubah suatu bangsa atau negara secara progresif dan radikal sebagaimana disampaikan (Syaidah, 2013).Saat ini, televisi di Indonesia sedang bertransformasi untuk memasuki era penyiaran televisi digital terrestrial free-toair/FTA (siaran tv digital gratis).

Televisi digital atau DTV adalah jenis televisi yang memakai modulasi digital dan sistem kompresi untuk menyiarkan sinyal gambar, suara, dan data ke pesawat televisi. Televisi digital adalah alat yang dipakai untuk menangkap siaran TV digital, perkembangan dari sistem siaran analog ke digital yang mengubah informasi menjadi sinyal digital berwujud bit data seperti komputer.

Penyiaran televisi digital terestrial merupakan siaran televisi tidak berbayar yang dipancarkan menggunakan teknologi digital secara terestrial melalui sarana multipleksing dan diterima dengan perangkat penerima.

Alih teknologi di bidang penyiaran ini mengacu pada keputusan pemerintah yang diwakilkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika yang menyatakan Indonesia akan melakukan perpindahan teknologi siaran dari analog menuju digital (selanjutnya disingkat menjadi digitalisasi penyiaran) dengan menggunakan standar teknologi siaran Digital Video Broadcasting – Second Generation Terrestrial (DVB-T2) dengan proses transisi yang dilakukan secara bertahap. 

Kebijakan digitalisasi penyiaran ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan keuntungan masa mendatang dari penerapan teknologi digital pada sektor penyiaran.

Secara teknis, teknologi penyiaran digital memungkinkan terjadinya penataan spektrum frekuensi radio untuk meningkatkan kapasitas jaringan transmisi yang menghadirkan saluran televisi tambahan (Standard Definition /High Definition) (Gultom, 2018) dan mampu meningkatkan efisiensi kinerja pengelolaan infrastruktur penyiaran, serta menghasilkan produk siaran audio visual dengan kualitas yang baik (Firdaus, 2020).

Ponta (2010) dan Mubarok & Adnjani (2018) menambahkan teknologi digital akan mambuat televisi lebih inovatif dan pilihan program lebih banyak. ITU (2020) pun menegaskan disrupsi digital akan memberikan keuntungan besar bagi negara, seperti negara akan mendapatkan pendapatan dari digital deviden melalui penataan spektrum frekuensi radio; 

membuka peluang baru dengan layanan baru di sektor penyiaran dan telekomunikasi, inovasi layanan baru berbasis datacasting, mengembangkan industri konten nasional, dan mengatasi kesenjangan digital.

Kualitas penyiaran TV digital memiliki hasil siaran dengan kualitas gambar dan warna yang jauh lebih patut dari yang dihasilkan televisi analog. Sistem televisi digital menghasilkan pengiriman gambar yang jernih dan stabil meski alat penerima siaran benar dalam kondisi memainkan usaha dengan kecepatan tinggi. 

TV Digital memiliki kualitas siaran berakurasi dan resolusi tinggi. Teknologi digital memerlukan kanal siaran dengan laju sangat tinggi mencapai Mbps untuk pengiriman informasi mempunyai nilai tinggi.Penerapan sistem penyiaran berteknologi digital pada dasarnya adalah merupakan sebuah inovasi, karena sebelumnya masyarakat sudah mengenal dan mengadopsi sistem siaran televisi analog.

Inovasi adalah gagasan/tindakan atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Jika diukur dengan tenggang waktu sejak digunakannya atau diketemukannya pertama kali kebaruan teori inovasi diukur secara subjektif, menurut pandangan individu yang menangkapnya. 

Jika sesuatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi (Littlejohn and Foss, 2010) Defusi inovasi adalah sebuah ide baru, dimana pihak yang punya pengetahuan tentang inovasi, dipihak lain ada yang belum tahu tentang inovasi/ide baru tersebut. 

Serta adanya saluran komunikasi yang menghubungkan kedua belah pihak tadi. Maka sebuah defusi inovasi “waktu” merupakan pertimbangan yang penting dalam proses pengambilan keputusan apakah inovasi akan diterima atau ditolak.

Selain menjanjikan beragam keuntungan, migrasi teknologi dari analog ke digital membawa konsekuensi yang tidak sederhana, baik dari segi teknis, politis, sosial dan budaya. Pengalaman di Amerika Serikat, televisi digital membawa perubahan fundamental pada bagaimana TV diproduksi, diedit, dan disiarkan. 

Penyiaran di era digitalisasi penyiaran pasti memerlukan perluasan pengertian yang keabsahaanya harus termuat pada sebuah undang-undang. Pengertian penyiaran di era digitalisasi penyiaran perlu diperluas dengan menambahkan data yang disebarluaskan disamping materi siaran yang selama ini kita terima. 

Teknologi penyebarluasannya juga tidak lagi hanya dengan menggunakan spektrum frekuensi radio baik dengan terestrial, kabel dan satelit, tetapi juga dengan menggunakan internet. 

Penyiaran di era digitalisasi penyiaran dapat diterima oleh masyarakat tidak hanya secara serempak dan bersamaan seperti yang selama ini diterima, tetapi juga dapat diterima sesuai dengan permintaan masyarakat.

Regulasi menjadi aspek utama yang memberikan efek domino bagi pelaksaanan proses peralihan televisi analog menjadi digital secara keseluruhan. Pemerintah telah menetapkan regulasi yang mengatur penyelenggaraan migrasi siaran analog ke digital, yaitu:

  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tanggal 2 November 2020 Tentang Ciptakerja.
  • Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2021 Tanggal 2 Februari 2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran.
  • Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 11 Tahun 2021 Tanggal 10 Agustus 2021 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.
  • Peraturan Menteri Kominfo Nomor 6 Tahun 2021 Tanggal 1 April 2021 Tentang Penyelenggaraan Penyiaran.
  • Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 3 Tahun 2019 Tanggal 27 Juni 2019 Tentang Pelaksanaan Penyiaran Simulcast dalam Rangka Persiapan Migrasi Sistem Penyiaran Televisi Analog ke Sistem Penyiaran Televisi Digital.
  • Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 4 Tahun 2019 Tanggal 28 Juni 2019 Tentang Persyaratan Teknis Alat dan/atau Perangkat Telekomunikasi untuk keperluan. Penyelenggaraan Televisi Siara dan Radio Siaran.
  • Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 6 Tahun 2019 Tanggal 31 Juli 2019 Tentang Rencana Induk Frekuensi Radio untuk Keperluan Penyelenggaraan Televisi Siaran Digital Terestrial pada Pita Frekuensi Radio Ultra High Frequency.

Dengan ditetapkannya Undang- Undang Ciptakerja Nomor 11 Tahun 2020 menjadi dasar hukum dimulainya proses peralihan penyiaran digital di Indonesia. 

Sebagaimana disebutkan pada Pasal 60A ayat 1 disebutkan “Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital”. Kehadiran regulasi turunannya sangat penting untuk mendukung kesiapan ekosistem penyiaran digital untuk menerima hadirnya teknologi televisi yang baru, yaitu televisi digital. 

Pada BIMTEK yang dilaksanakan pada 21 Juli 2022 mengenai ASO menuju penyiaran Tv digital ini menurut saya menggunakan teknik Glittering Generalities yang dimana pada tujuan kegiatan tersebut agar para masyarakat Indonesia mau berubah atau mengganti Tv analog ke Tv digital menggunakan perangkat set top box agar mendukung perubahan yang ada.

Kebijakan digitalisasi penyiaran televisi Indonesia merupakan sikap dari pemerintah untuk merespon tuntutan dunia internasional terhadap pesatnya perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi. Pemerintah memandang alih teknologi digital membawa harapan besar terjadinya peningkatan di bidang penyiaran, yaitu:

  • Peningkatan kualitas penerimaan program siaran televisi,
  • Penciptaan program siaran televisi yang lebih bervariasi dan bermanfaat kepada masyarakat.
  • Penciptaan jaringan distribusi baru.
  • Penciptaan peluang bagi inovasi dan layanan nirkabel, dan
  • Peningkatan efisiensi pemanfaatan spektrum frekuensi radio untuk penyelenggaraan penyiaran (Kemkominfo (2019).

Menyongsong tahap pertama analog switch off (ASO) April 2022, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sudah menyiapkan piranti set top box (STB) untuk dibagikan secara cuma-cuma kepada masyarakat tidak mampu. Sedikitnya sebanyak 6,7 juta keluarga miskin bakal mendapatkan subsidi alat untuk nonton siaran TV digital. Dengan bantuan STB gratis itu, masyarakat yang memiliki TV analog tidak perlu mengganti televisi baru.

Cukup memasang piranti agar masyarakat tetap menikmati siaran TV digital. Penyediaan STB sebagai upaya mendukung migrasi dari TV analog ke TV digital pada tahap pertama ASO yang dimulai 30 April 2022 ini. Dalam distribusi STB tersebut, Kementerian Kominfo akan menggandeng pihak ketiga. 

Mereka bertanggung jawab secara kontraktual dalam proses penyaluran sekaligus validasi. Adapun proses distribusi akan dimulai dengan pengiriman logistik STB ke gudang penyelenggara TV digital di 341 kabupaten/kota.

Setelah itu, petugas akan mendistribusikan STB dari pintu ke pintu ke penerima bantuan. Petugas lalu melakukan verifikasi dan validasi data penerima bantuan berdasarkan KTP, kartu keluarga, dan kepemilikan TV. Jika data tidak sesuai, maka STB akan dikembalikan ke gudang. 

Tahap selanjutnya adalah serah terima STB sekaligus memasang perangkat sampai berfungsi dengan baik. Saat STB telah terinstal, akan muncul kode batang (QR code) pada layar televisi. Petugas lalu memindai QR code tersebut melalui aplikasi WhatsApp dan menginput nama, NIK/KK, alamat, serta memfoto penerima bantuan dan KTP.

III. Kesimpulan

Digitalisasi penyiaran memiliki tujuan dengan ruang lingkup yang luas, namun belum diimbangi dengan pemetaan teori kausal secara holistik memandang kebutuhan sektor penyiaran secara komprehensif. Terlihat bahwa pemerintah hanya mempersiapkan peralihan teknologi saja dengan strategi peralihan yang difokuskan pada pembangunan infrastruktur penyiaran digital untuk mencapai ASO,

 belum mempertimbangkan keberlangsungan industri dan kebebasan publik selaku penikmat layanan televisi, dimana belum optimalnya strategi pengelolaan spektrum frekuensi dan kesiapan publik. Sebagai konsekuensinya, instrumen kebijakan dan proses implementasi kebijakan digitalisasi penyiaran belum sepenuhnya dipersiapkan untuk menumbuhkan industri dan masyarakat menuju era penyiaran digital.

Dalam lingkup pemerintah koordinasi dan komunikasi sangat krusial sehingga kebijakan dapat dirancang sesuai sasaran dan dilaksanakan dengan strategi yang tepat. Dalam proses peralihannya, pemerintah perlu memetakan strategi industri televisi berorientasi masa depan menuju masyarakat penyiaran yang informatif. 

Dukungan pemerintah melalui pemberian insentif dalam penyedia perangkat tambahan atau set-up-box, atau inovasi insentif dengan memanfaatkan dukungan industri dalam negeri untuk memproduksi perangkat penyiaran. Kebijakan digitalisasi penyiaran televisi Indonesia merupakan sikap dari pemerintah untuk merespon tuntutan dunia internasional terhadap pesatnya perkembangan teknologi di bidang telekomunikasi. 

Pemerintah memandang alih teknologi digital membawa harapan besar terjadinya peningkatan di bidang penyiaraan. 

Dengan ditetapkannya Undang- Undang Ciptakerja Nomor 11 Tahun 2020 menjadi dasar hukum dimulainya proses peralihan penyiaran digital di Indonesia. Sebagaimana disebutkan pada Pasal 60A ayat 1 disebutkan “Penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi, termasuk migrasi penyiaran dari teknologi analog ke teknologi digital”. 

Kehadiran regulasi turunannya sangat penting untuk mendukung kesiapan ekosistem penyiaran digital untuk menerima hadirnya teknologi televisi yang baru, yaitu televisi digital.  

IV. Daftar Pustaka 

Ashrianto, P. D. (2015). Studi Kesiapan Lembaga Penyiaran Terhadap Penerapam Sistem Penyiaran Berteknologi Digital di Yogyakarta. Jurnal Ilmu Komunikasi, 13(2), 158– 172.


V. Lampiran 

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun