Teori ini mengatakan bahwa sistem internasional yang anarki memaksa suatu negara untuk mendapatkan posisi yang paling tinggi dalam tatanan internasional. Sehingga negara perlu mengeluarkan kekuatan atau powernya semaksimal mungkin. Ekspansi militer adalah kunci bagi suatu negara jika ingin menjamin keamanan dan survivalitas negaranya. Adanya sistem internasional yang anarki dan penuh ketidakpastian akan motif atau rencana dari negara lain, maka cara terbaik bagi suatu negara untuk bertahan adalah dengan terus meningkatkan kapasitas militer yang dimiliki.
Senjata nuklir menjadi salah satu asset yang ingin dimiliki oleh negara-negara besar karena nuklir merupakan senjata pemusnah massal yang sangat berbahaya. Amerika Serikat dan Uni Soviet merupakan contoh dari negara yang tertarik dalam pengembangan kemampuan senjata nuklir tersebut. Sebuah misil yang dimiliki Uni Soviet yang dianggap sebagai peningkatan kapabilitas Uni Soviet dapat mengancam Kawasan Euro-Atlantik. Hal ini membuat NATO menanggapi ancaman tersebut dengan mengadakan sebuah pertemuan untuk membahas strategi yang akan digunakan untuk menangkal ancaman tersebut. Setelah adanya pertemuan ini, dihasilkan sebuah perjanjian Intermediate Range Nuclear Force Treaty (INF Treaty) pada 8 Desember 1987 yang mengatur mengenai penggunaan dan pengembangan sistem peluncur dan misil dengan jarak 500 -- 5500. Perjanjian INF telah menjadi sebuah kerjasama yang sangat penting terhadap keamanan Euro-Atlantik selama bertahun-tahun. Pada 2 Agustus 2019, Amerika Serikat memutuskan untuk keluar dari perjanjian INF. Mundurnya AS dianggap sebagai ancaman serius bagi perdamaian Kawasan Euro-Atlantik.
Dari sudut pandang realisme ofensif, karena sistem dunia yang sifatnya anarki (tidak ada kekuasaan tertinggi selain negara), keluarnya AS dari perjanjian INF membuktikan bahwa negara memiliki posisi yang dominan/paling tinggi dalam sistem internasional. Selain itu, adanya ancaman bagi AS karena pengembangan misil yang dilakukan oleh negara lain dan kecurigaan terhadap kapabillitas militer negara lain. AS beranggapan bahwa jika tetap berada dalam perjanjian INF akan membatasi kepentingannya dalam mengembangkan misil, sehingga sebagai negara yang berperilaku rasional , AS memilih untuk keluar dari perjanjian INF yang tentu didasarkan pada kepentingan AS yang memiliki posisi paling penting diantara pertimbangan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H