Nama : Karina Mezy WhijayaÂ
NIM : 191241008
Universitas AirlanggaÂ
Mpox, dulu dikenal sebagai monkeypox, adalah penyakit zoonosis yang disebabkan oleh virus dari genus Orthopoxvirus. Pertama kali ditemukan pada tahun 1958 di monyet yang digunakan untuk riset, Mpox kemudian menjangkiti manusia pada 1970 di Republik Demokratik Kongo. Dalam beberapa tahun terakhir, penyakit ini kembali jadi perhatian global karena muncul di berbagai negara di luar Afrika, yang sebelumnya merupakan wilayah endemik. Melihat penyebarannya yang semakin luas, dibutuhkan strategi kesehatan masyarakat yang komprehensif dan efektif.
Strategi paling ampuh dalam melawan penyakit menular seperti Mpox adalah pencegahan. Dalam pendekatan kesehatan masyarakat, langkah preventif ini harus dimulai dari komunitas dan individu. Edukasi menjadi kunci awal; masyarakat perlu tahu bagaimana virus ini menyebar melalui kontak langsung dengan cairan tubuh, lesi kulit, atau benda-benda yang terkontaminasi. Oleh karena itu, pengetahuan dasar seperti menjaga kebersihan, menghindari kontak dengan hewan liar, dan penggunaan alat pelindung diri ketika berinteraksi dengan pasien menjadi sangat penting.
Di samping edukasi, vaksinasi memainkan peran besar dalam pencegahan. Vaksin cacar, yang sudah terbukti melindungi dari virus cacar, juga memberikan efek perlindungan terhadap Mpox. Beberapa negara telah menggunakan vaksin Jynneos sebagai upaya preventif, terutama di kalangan kelompok yang paling rentan. Dengan program vaksinasi yang terkoordinasi baik, risiko penularan Mpox dapat ditekan secara signifikan.
Tidak hanya itu, surveilans epidemiologis berbasis komunitas juga merupakan elemen penting dalam mencegah penyebaran penyakit. Melalui deteksi dini dan pemetaan pola penularan, otoritas kesehatan dapat merespons dengan cepat setiap kali ada laporan kasus baru, sehingga penularan bisa diminimalisir.
Meski pencegahan menjadi prioritas, upaya kuratif bagi penderita Mpox juga sama pentingnya. Sebagian besar kasus Mpox biasanya bersifat self-limiting, yaitu dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu 2-4 minggu. Namun, ada beberapa kasus yang lebih berat, terutama pada pasien anak-anak, lansia, atau orang dengan sistem imun lemah. Di sinilah peran fasilitas kesehatan menjadi krusial.
Penanganan medis untuk Mpox mencakup terapi  suportif seperti menjaga cairan tubuh, mengurangi rasa sakit, dan mengatasi infeksi sekunder. Obat antiviral seperti tecovirimat juga digunakan dalam beberapa kasus berat. Untuk mengurangi risiko penularan di fasilitas kesehatan, rumah sakit perlu memiliki protokol isolasi yang ketat serta perlengkapan pelindung diri yang memadai bagi tenaga medis.
Agar strategi preventif dan kuratif ini bisa berjalan maksimal, diperlukan kebijakan kesehatan masyarakat yang menyeluruh. Pemerintah, bersama lembaga kesehatan, harus merancang kebijakan yang mencakup panduan jelas tentang cara menangani wabah Mpox. Pembaruan data epidemiologi secara real-time juga dibutuhkan agar respons dapat disesuaikan dengan cepat berdasarkan situasi di lapangan.
Selain itu, akses yang mudah terhadap vaksinasi dan layanan kesehatan berkualitas harus diprioritaskan. Penguatan infrastruktur kesehatan dan tenaga medis sangat dibutuhkan, terutama di daerah-daerah yang berisiko tinggi. Dengan arus globalisasi yang semakin ., koordinasi lintas batas antara negara juga penting untuk memastikan wabah seperti Mpox dapat diatasi secara bersama-sama, baik melalui pertukaran informasi maupun distribusi vaksin dan obat-obatan yang merata.