Pendahuluan
Kekuatan global merupakan status yang diberikan kepada negara yang dianggap paling superior dibandingkan negara lainnya, serta harus memenuhi kriteria-kriteria yang dapat menjadikannya layak disebut sebagai kekuatan global. Kriteria-kriteria tersebut adalah suatu negara harus menjadi yang terbaik dan unggul dalam segala aspek dan sektor, serta mampu mempengaruhi negara lain dan menciptakan ketergantungan.
Setelah berakhirnya Perang Dingin dan runtuhnya Uni Soviet, Amerika Serikat muncul sebagai satu-satunya kekuatan global yang mendominasi kekuatan politik dan ekonomi global. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, China menunjukkan berbagai perkembangan pesat yang dapat menggeser kedudukan Amerika Serikat sebagai negara adidaya tunggal. Ketidakstabilan dinamika politik internal AS selama beberapa tahun terakhir menjadi penyebab kedudukannya sebagai negara superpower melemah. Sebaliknya, China yang sedang berada pada masa 'kebangkitan' digadang-gadang akan menjadi kekuatan global baru.
Terjadinya pandemi COVID-19 memberikan dampak buruk bagi perekonomian global. Namun, selama pandemi terjadi, China tetap menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia. China mengalami pertumbuhan ekonomi positif sebesar 3% selama pandemi COVID-19, dimana pada saat itu pertumbuhan ekonomi global mengalami penurunan menjadi minus 4%.
Pada tahun 2020, China menjadi negara penerima investasi terbesar di dunia. Jumlahnya bahkan berhasil mengalahkan Amerika Serikat yang sebelumnya menduduki posisi teratas. Berdasarkan laporan dari CNBC International, terdapat sebuah laporan hasil Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Perdagangan dan Pembangunan yang menyatakan bahwa China telah mendatangkan sebanyak US$ 163 miliar yang setara dengan Rp 2.200 triliun masuk sebagai dana investasi asing (FDI) dan AS hanya berhasil mendapatkan sebanyak US$ 134 miliar atau Rp 1.885 triliun. Selain itu, China juga merupakan negara penyedia investasi terbesar ketiga di dunia.
China tidak hanya maju dalam sektor ekonomi, tapi juga mumpuni dalam bidang pertahanan keamanan dan kekuatan militernya. Peristiwa ini tentunya memiliki tujuan yang berbeda apabila dianalisis menggunakan perspektif-perspektif teori hubungan internasional.Â
Neorealisme atau realisme struktural merupakan teori hubungan internasional yang merupakan pembaharuan dan penyempurnaan teori realisme klasik. Aliran neorealisme sangat menekankan pada struktur sistem internasional dalam menjelaskan bagaimana struktur sistem tersebut mempengaruhi perilaku negara.
Kelompok neorealis berpendapat bahwa sistem dan struktur internasional yang anarki dapat menjelaskan perilaku akumulasi power yang dilakukan oleh negara sebab ketiadaan pemerintahan manapun di dunia yang dapat melindungi negara dari berbagai ancaman, sehingga hal ini kemudian mendorong negara agar berusaha menjamin keamanan mereka sendiri dengan cara mengejar power. Dalam membahas dan menganalisis kebijakan One Belt One Road (OBOR) serta kemajuan pertahanan dan keamanan China dapat menggunakan tiga proposisi yang ditawarkan oleh perspektif neorealisme, yaitu struggle for power, self-help, dan balance of power.
Selain menggunakan perspektif neorealisme, pembahasan mengenai kebijakan OBOR dan kemajuan sektor militer China akan kami analisis menggunakan perspektif konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan teori hubungan internasional yang memandang bahwa aspek-aspek penting hubungan internasional disusun berdasarkan sejarah dan masyarakat, bukan merupakan dampak keseluruhan dari sifat manusia atau ciri khas politik. Dalam konstruktivisme, struktur-struktur yang dapat mempersatukan adalah karena adanya "shared idea" atau gagasan yang diyakini bersama, bukan karena kekuatan mental.
Pembahasan
One Belt One Road (OBOR) atau Belt Road Initiative (BRI) merupakan strategi dan kebijakan luar negeri serta ekonomi China yang diinisiasi oleh Presiden Xi Jinping. Proyek ini merupakan agenda perwujudan dari rute perdagangan kuno, yaitu Jalur Sutra. Rute perdagangan jalur sutra ini tidak hanya berbasis di daratan, namun juga di lautan. Silk Economic Road merupakan rute perdagangan yang menghubungkan China dengan Asia Tengah, Asia Timur, Asia Selatan, Timur Tengah serta Eropa dengan menggunakan jalur rel, jalan raya, dan jaringan pipa baru. Sedangkan, 21st Century Maritime Silk Road adalah rute jalur sutra berbasis laut yang menghubungkan China dengan Asia Tenggara, Asia Selatan, Afrika, Timur Tengah dan Eropa.