Mohon tunggu...
Karina Cahyawati
Karina Cahyawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Hobi Membaca

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mutazilah, Aliran Rasional dalam Teologi Islam yang Menginspirasi Zaman

2 Desember 2024   12:52 Diperbarui: 2 Desember 2024   12:52 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mu'tazilah adalah aliran teologi dalam Islam yang muncul pada abad ke-8 di Basra, Irak. Aliran ini dimulai ketika Wasil bin Atha memisahkan diri dari gurunya, Hasan al-Bashri, karena perbedaan pandangan tentang status seorang Muslim yang melakukan dosa besar. Dikenal sebagai aliran yang mengutamakan rasionalitas, Mu'tazilah menekankan pentingnya akal dalam memahami ajaran agama dan menjawab berbagai masalah teologis.

Mu'tazilah merumuskan lima prinsip utama yang dikenal dengan al-usul al-khamsah. Prinsip pertama adalah tauhid (keesaan Tuhan), yang mengajarkan bahwa Allah tidak memiliki sifat-sifat yang menyerupai makhluk-Nya. Prinsip kedua adalah al-'adl (keadilan Tuhan), yang menegaskan bahwa Tuhan Maha Adil dan memberikan kebebasan kepada manusia untuk memilih serta bertanggung jawab atas perbuatannya. Pandangan ini berbeda dengan Jabariyah, yang berpendapat bahwa semua perbuatan manusia sudah ditentukan oleh Allah.

Prinsip ketiga adalah al-wa'd wa al-wa'id (janji dan ancaman), yang mengajarkan bahwa Allah akan memberi pahala kepada orang yang taat dan hukuman kepada yang melanggar, kecuali jika mereka bertaubat. Prinsip keempat adalah al-manzilah bayna al-manzilatayn, yang menyatakan bahwa seorang Muslim yang melakukan dosa besar tidak bisa dianggap sepenuhnya mukmin, tetapi juga tidak kafir. Mereka berada di antara dua posisi tersebut. Terakhir, amr bil ma'ruf wa nahi 'anil munkar adalah kewajiban setiap Muslim untuk menegakkan yang baik dan mencegah yang buruk dalam kehidupan sosial.

Selain itu, Mu'tazilah juga dipengaruhi oleh filsafat Yunani, khususnya Neoplatonisme. Mereka menggabungkan rasionalitas dengan wahyu untuk menjelaskan konsep-konsep teologis seperti kehendak bebas manusia dan keesaan Tuhan.

Pada masa pemerintahan Khalifah al-Ma'mun dari Dinasti Abbasiyah, Mu'tazilah mencapai puncak kejayaannya, ketika ajaran mereka menjadi doktrin resmi negara. Namun, setelah Khalifah al-Mutawakkil mendukung aliran Sunni tradisionalis, pengaruh Mu'tazilah mulai memudar. Meskipun demikian, pendekatan rasional mereka tetap berpengaruh pada tokoh-tokoh besar seperti Al-Farabi dan Ibn Sina. Bahkan hingga sekarang, nilai-nilai Mu'tazilah tetap relevan dalam menghadapi tantangan zaman modern.

Mu'tazilah mengajarkan pentingnya rasionalitas, keadilan, dan tanggung jawab manusia dalam memahami agama. Meskipun pengaruh politik mereka memudar, gagasan mereka tetap menjadi sumber inspirasi dalam diskusi teologi dan filsafat Islam hingga kini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun