Mohon tunggu...
Karina AuliaPurwanti
Karina AuliaPurwanti Mohon Tunggu... Editor - kominfo kelompok 22 kkn RDR ke-77 UIN Walisongo

kominfo ini merupakan devisi komunikasi dari kelompok 22 KKN RDR UIN Walisongo

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Fenomena Childfree Prespektif Al-Qur'an

20 November 2021   06:04 Diperbarui: 20 November 2021   06:43 475
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Nama : Hilda Ellisya Rohmah
NIM : 1804026096

Abstrak
Pernikahan dalam agama Islam merupakan suatu hal yang luhur dan sangat disakralkan. Menikah bukan hanya dilakukan untuk menghalalkan hubungan antar lawan jenis. Dalam agama Islam menikah juga dimaknai sebagai ibadah kepada Allah SWT. Menikah merupakan sunnah Rosul yang dilaksanakan berdasarkan keikhlasan, tanggungjawab diantara kedua belah pihak serta atas dasar ketentuan ketentuan tertentu.

Diantara tujuan dari pernikahan yaitu sebagai penyempurna agama. Dengan menikah seseorang telah melaksanakan sunnah Rosul, menjaga diri dari zinah dan tujuan lainya adalah untuk mempunyai keturunan yang sholeh dam sholehah sehingga dapat menciptakan generasi yang beriman kedepanya.

Pendahuluan

Belakangan ini di Indonesia dihebohkan dengan isu baru yakni childfree. Istilah childfree ini mungkin tidak asing lagi ditelinga masyarakat, bahkan telah banyak masyarakat yang telah mengikuti tren tersebut. Istilah childfree ini digunakan untuk menyebut orang orang yang telah berkeluarga atau menikah namun memilih untuk tidak memiliki anak, baik anak kandung, anak tiri ataupun anak angkat. istilah childfree ini familier dalam agenda feminisme yang menganggap childfree sebagai pilihan perempuan untuk menentukan jalan hidupnya.

Berbagai alasan membuat banyak orang yang telah membina keluarga untuk memutuskan melakukan childfree, mulai dari latar belakang keluarga, kesehatan, pertimbangan gaya hidup, finansial hingga alasan terkait emosional.

Sebagai sebuah pilihan hidup, childfree tentu memiliki dampak yang sangat besar, baik dampak positif maupun negatif. Salah satu yang mungkin terjadi adalah stigma negatif dari masyarakat bahkan keluarga sendiri, yang bisa jadi menimbulkan tekanan sosial bagi pasangan yang memilih keputusan untuk melakukan childfree.

Namun terlepas dari itu semua, childfree merupakan pilihan yang bebas dilakukan oleh siapapun, tanpa terkecuali, karena memilih childfree berkaitan dengan hak asasi dan hak memilih manusia. Setiap orang berhak untuk memutuskan tidak memiliki anak, baik untuk semantara waktu atau selamanya.

Penganut  tren childfree berpendapat, sungguh egois apabila memaksakan diri untuk memiliki anak di tengah kondisi yang serba kekurangan. Membesarkan anak merupakan tanggung jawab besar yang membutuhkan kesiapan finansial, mental juga emosional yang matang. Mereka yang mengikuti tren childfree sangat memikirkan masa depan. sebagai orangtua mereka tidak ingin memiliki anak yang tidak terdidik dan serba kekurangan atau hidup dalam kondisi yang tidak layak, apalagi menjadikan seorang anak sebagai investasi masa tua.

Lalu bagaimana islam memandang gaya hidup childfree tersebut dan bagaimana hukumnya dalam al Qur'an dan hadis ?

Pembahasan

Dalam Al-Qur'an dan hadis sendiri tidak ada keterangan yang mewajibkan bagi setiap pasangan yang telah halal untuk mempunyai anak. Namun perlu kita ketahui bahwah memiliki anak merupakan fitrah manusia. Meneruskan keturunan dan memiliki banyak keturunan merupakan salah satu tujuan syariat dan sunnah Nabi Muhammad SAW. dalam Al-Qur'an juga dijelaskan bahwah tujuan dari pernikahan adalah untuk meneruskan generasi sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Q.S Al-Baqarah ayat 187 :

Artinya : Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka, Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benag putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan campuri mereka ketika beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa.
Dalam Kitab Tafsir Ibnu Katsir di jelaskan bahwa makna dari penggalan ayat   adalah " dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu (yaitu anak)".   Begitu juga dalam Kitab Tafsir Jalalain dalam kitab tersebut penggalan ayat  juga bermakna "carilah (apa-apa yang telah ditetapkan Allah bagimu) artinya apa yang telah diperbolehkan-Nya seperti bercampur atau mendapatkan anak".

Tafsiran lengkapnya sebagai berikut : "(Dihalalkan bagi kamu pada malam hari puasa berkencan dengan istri-istrimu) maksudnya mencampuri mereka. Ayat ini turun menasakhkan hukum yang berlaku di masa permulaan Islam, berupa pengharaman mencampuri istri, begitu pula diharamkan makan minum setelah waktu Isyak. (Mereka itu pakaian bagi kamu dan kamu pakaian bagi mereka) kiasan bahwa mereka berdua saling bergantung dan saling membutuhkan. (Allah mengetahui bahwa kamu akan berkhianat pada) atau mengkhianati (dirimu) dengan melakukan jimak atau hubungan suami istri pada malam hari puasa. Hal itu pernah terjadi atas diri Umar dan sahabat lainnya, lalu ia segera memberitahukannya kepada Nabi saw., (maka Allah pun menerima tobatmu) yakni sebelum kamu bertobat (dan dimaafkan-Nya kamu. Maka sekarang) karena telah dihalalkan bagimu (campurilah mereka itu) (dan usahakanlah) atau carilah (apa-apa yang telah ditetapkan Allah bagimu) artinya apa yang telah diperbolehkan-Nya seperti bercampur atau mendapatkan anak (dan makan minumlah) sepanjang malam itu (hingga nyata) atau jelas (bagimu benang putih dari benang hitam berupa fajar sidik) sebagai penjelasan bagi benang putih, sedangkan penjelasan bagi benang hitam dibuang, yaitu berupa malam hari. Fajar itu tak ubahnya seperti warna putih bercampur warna hitam yang memanjang dengan dua buah garis berwarna putih dan hitam. (Kemudian sempurnakanlah puasa itu) dari waktu fajar (sampai malam) maksudnya masuknya malam dengan terbenamnya matahari (dan janganlah kamu campuri mereka) maksudnya istri-istri kamu itu (sedang kamu beriktikaf) atau bermukim dengan niat iktikaf (di dalam mesjid-mesjid) seorang yang beriktikaf dilarang keluar mesjid untuk mencampuri istrinya lalu kembali lagi. (Itulah) yakni hukum-hukum yang telah disebutkan tadi (larangan-larangan Allah) yang telah digariskan-Nya bagi hamba-hamba-Nya agar mereka tidak melanggarnya (maka janganlah kamu mendekatinya). Kalimat itu lebih mengesankan dari kalimat "janganlah kamu melanggarnya" yang diucapkan pada ayat lain. (Demikianlah sebagaimana telah dinyatakan-Nya bagi kamu apa yang telah disebutkan itu (Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya bagi manusia supaya mereka bertakwa) maksudnya menjauhi larangan-Nya."
Salah satu tujuan dalam pernikahan adalah untuk mencapai suatu kebahagiaan dan tercapainya sakinah dalam suatu hubungan berkeluarga. Mengenai hal ini Rasullah telah menganjurkan kita supaya menikahahi perempuan perempuan yang subur untuk melahirkan banyak keturunan.  
Diantara dalil yang menjelaskan bahwah memiliki banyak anak merupakan salah satu dari sunnah Nabi Muhammad SAW yaitu :

Telah menceritakan kepada kami Ya'qub bin Humaid bin Kasib berkata, telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Al Harits Al Makhzumi dari Thalhah dari 'Atha dari Abu Hurairah ia berkata, "Rasulullah SAW bersabda, "Hendaklah kalian menikah! Karena aku akan berbanyak-banyakan umat dengan (adanya) kalian."

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Yazid bin Harun telah mengabarkan kepada kami Mustalim bin Sa'id anak saudari Manshur bin Zadzan, dari Manshur bin Zadzan dari Mu'awiyah bin Qurrah dari Ma'qil bin Yasar, ia berkata; seorang laki-laki datang kepada Nabi lalu berkata; sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang mempunyai keturunan yang baik dan cantik, akan tetapi dia mandul, apakah aku boleh menikahinya? Beliau menjawab, "Tidak." Kemudian dia datang lagi kedua kalinya dan beliau melarangnya, kemudian ia datang ketiga kalinya lalu Rasulullah bersabda, "Nikahkanlah wanita-wanita yang penyayang dan subur (banyak keturunan), karena aku akan berbangga kepada umat yang lain dengan banyaknya kalian."
Kesimpulan

Fakta adanya penganut childfree adalah sebagai akibat dari kurangnya iman dan takwanya umat ini, akibat dari melalaikan segala nikmat dan kekuasaan-Nya,  keberkahan hidup individu, dan berkeluarga tidak terwujud. Memiliki anak merupakan rizki yang telah Allah SWT berikan kepada kita, tidak semua orang berkesempatan atau di izinkan memiliki anak, seharusnya ketika kita diberikan kesempatan oleh Allah untuk menjaga amanah-Nya patutlah kita lebih bersyukur dan bertakwah kepada-Nya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun