Jalanan di luar nampak basah oleh air hujan, yang kadang turun, kadang berhenti, kadang hanya lirih turun dan hilang terhempas angin. Masih satu jam lagi perjalananku untuk menuju ke kota sebelah. Dari bus Antar Kota Dalam Provinsi itu aku tak pernah berhenti memandang ke luar jendela, suara dering telepon genggamku sesekali terdengar. Tapi, aku sama sekali tak berminat membukanya. Hari ini aku libur, aku tidak mau memikirkan pekerjaan sama sekali.Â
Semalam, hari Jumat, hari di mana pekerjaanku dikalikan dua. Biasanya aku menghadapi hari sibuk itu sambil menangis, mengumpat, dan menyesali banyak hal. Tapi kemarin benar-benar menjadi Jumat yang tenang. Aku tetap melembur sampai larut malam, atasanku masih sama menyebalkan tapi aku dapat mengerjakan semua pekerjaan dengan tanpa hambatan. "Aku ingin malam ini cepat selesai, dan besok aku main jauh," mantra itu berputar di otakku yang meluluhkan semua mood burukku hari itu. Ajaib!
Dan tibalah aku di terminal Kota Sebelah, udaranya tidak sepanas biasanya, karena mendung, syukurlah. Aku membeli minum dan duduk di depan warung dekat pintu masuk terminal. Katanya terminal di Kota Sebelah itu ditakuti banyak pendatang, banyaknya calo yang menyerang dari banyak sisi. Menakutkan memang, apalagi kalau bepergian sendirian. Â
Beberapa menit aku memperhatikan ramainya motor berlalu lalang, seorang pria berhenti di depanku, tersenyum, dan aku menghampirinya. Kita memang baru 3 kali bertemu, tapi aku sudah hafal dengan wajah "garang" itu. Matanya tajam, didukung alis tebal dengan garis wajah yang nampak sulit tersenyum membuat kesan cuek dan seram. Itu dulu yang pertama kali terlintas di pikiranku saat pertama bertemu dengannya.Â
Namun ternyata tidak seseram yang kupikirkan, dia sangat mudah tersenyum dan membuatku tersenyum. Tidak cuek juga, perhatiannya kadang membuatku bingung harus menyambutnya dengan perasaan seperti apa. "Bisa?" tanyanya sambil tangannya membantuku membuka tali helm ku. Tiba-tiba tali helm yang biasanya bisa kubuka dengan satu tangan saja, sangat sulit dibuka. Ada perasaan aneh mendapat bantuan sekecil itu, setelah aku melakukan semua hal sendirian dua tahun terakhir.Â
Perjalanan jauh itu baru benar-benar dimulai, aku duduk di jok belakang motornya. Apa yang pertama kali dia lakukan? mengarahkan kaca spionnya ke wajahku, sampai aku bisa melihat jelas pantulan wajahnya. Tetap seperti itu sampai akhir perjalanan. Beberapa hari lalu, aku hanya iseng berkata "Ingin jalan jauh" tapi ternyata dia langsung mengabulkannya, sedikit merasa bersalah sebenarnya, rasanya aku sudah lancang merepotkannya padahal baru hitungan hari berkenalan. Tapi entah kenapa aku ingin jalan jauh dengannya.
Awalnya tujuan pertama kita adalah wisata religi di pinggir kota ini. Tapi tiba-tiba dia menawarkan beberapa pilihan, dan akhirnya kita pergi menonton langit senja di dekat jembatan penghubung pulau ini dengan sebelahnya. Harusnya dari terminal ke tempat itu membutuhkan waktu 30 menit, tapi karena dia berusaha mencari jalan pintas yang katanya akan lebih cepat, malah jadi 1 jam waktu perjalanan kami. karena dua jalan yang kami lalui buntu. Hahaha kami hanya tertawa, tidak ada yang menyebalkan sama sekali bagiku. Karena menghabiskan waktu dengannya, semembahagiakan itu.Â
Dia sangat hobi bercerita, tentang apapun. Aku sempat kagum dengan cara dia bercerita yang bisa runtut, dan dia ingat banyak detail dari kejadian yang sudah lama terjadi itu. Kita sampai di pinggir  jembatan itu tepat pukul 5 sore. Tempat yang sebelumnya tidak pernah aku bayangkan akan mengunjunginya, penuh sekali dengan muda mudi yang bercengkerama di bawah langit berwarna biru cerah, dengan hiasan sedikit awan putih. Kita membeli makanan dan duduk menghadap pulau seberang. Aku tak bisa berhenti tersenyum, mengingat hari itu adalah hari libur terindahku.Â
Aku bisa jamin, kapanpun aku kembali ke tempat itu, dia adalah yang pertama kali muncul di pikiranku. Aku selalu mengingat dengan siapa aku mengunjungi suatu tempat untuk pertama kalinya. Setelah dari sana kami beranjak menuju tempat tujuan pertama kami. Baru seperempat jalan, hujan cukup deras membuat kita menepi, meskipun bagian depan kemejanya sudah basah. Bahkan di momen menyebalkan itu pun, rasa bahagiaku tidak berkurang sedikitpun.Â
Satu jam berada di wisata religi itu, kami berpisah, karena aku punya urusan dengan diriku sendiri waktu itu. Setelah itu kami bertemu dan mengantarnya belanja di deretan toko sepanjang jalan keluar. Di tengah padatnya manusia itu, dia terus menjagaku dari belakang, mengarahkanku mana jalan yang harus kulalui, aku sedikit gugup, aku sudah lama tidak mendapat bantuan seperti itu. Apalagi selama dia memilih barang, pendapatku selalu dilibatkan. ucapan terimakasih, dan pertanyaan "apakah kamu senang?" "ingin makan apa?" membuatku merasa aneh.Â