Mohon tunggu...
Muhammad KarimAbdul
Muhammad KarimAbdul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa dari desain komunikasi visual Institut Seni Indonesia Yogyakarta, angkatan 2021.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kemasan Alami Legomoro sebagai Representasi Kotagede melalui Estetika Desain

18 Oktober 2024   17:41 Diperbarui: 18 Oktober 2024   17:54 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


3. Sila Ketiga, tentang Simbol dan Kreativitas

Kemasan legomoro memiliki kedekatan dengan sila ke-3 estetika desain, yang mana selain berfungsi sebagai identitas makanan tradisional. Identitas legomoro menjadi simbol dalam berbagai macam kegiatan budaya di Kotagede Yogyakarta. Seperti, kegiatan lamaran pernikahan. Dalam proses lamaran, calon mempelai pria membawa legomoro saat menghampiri rumah calon mempelai wanita. Secara politis, dari pihak laki-laki, legomoro menjadi seserahan yang menyiratkan permohonan penerimaan sebagai pasangan oleh mempelai wanita. Penerimaan sebagai pasangan tersebut, dimaknai ketika mempelai wanita menerima legomoro yang menjadi seserahan mereka.

Simbolisasi budaya dalam legomoro sendiri, tersiratkan berbagai macam bentuk dengan berbagai keterikatan makna di dalamnya. Dalam kemasannya, legomoro menggunakan dua lembar daun pisang, sebagai representasi dari iman dan takwa yang menjadi landasan dalam melengkapi, membantu dan menutupi kekurangan calon pengantin. Posisi peletakan daun pisang pada bagian luar yang menghadap ke atas (terlentang) dan pada bagian dalam diposisikan menghadap bawah (tengkurap), memberikan makna permohonan terhadap Tuhan Maha Esa, terhadap harapan yang dibawakan dalam legomoro. Permohonan tentang harapan kedua calon pengantin ini, direpresentasikan dalam bentuknya yang menyerupai prisma segitiga.

Selain melalui kemasan, pada makanannya sendiri, legomoro memiliki berbagai macam makna yang tersirat melalui penggunaan jumlah bahan dan bumbunya yang terukur dan matematis. Beras ketan sebagai bahan dasar utama legomoro memiliki arti dalam bahasa jawa yaitu  "kraketan" atau "ngraketke ikatan",  yang mana dalam bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai "merekatkan hubungan". Sehingga hal ini dimaknai sebagai bentuk harapan bagi pemberi dan penerima legomoro dapat menjalin sekaligus mempererat ikatan persaudaraan. Jumlah penggunaan bumbu-bumbu di dalamnya, seperti 11 jenis bumbu yang memiliki arti dalam bahasa jawa "sewelas" atau "welas asih" merepresentasikan harapan atas belas kasih dari Tuhan untuk kelancaran dan keselamatan selama berlangsungnya acara pernikahan. 7 potong bumbu bermakna pertolongan sehingga diartikan bahwa manusia selalu membutuhkan pertolongan Tuhan selama sepanjang hidupnya.

Seluruh makna yang terkandung dalam legomoro, secara sederhana direpresentasikan melalui kemasannya. Kesederhanaan ini terlihat dari berbagai macam bahan-bahan yang digunakan dalam penciptaan identitas melalui kemasan, baik itu bungkusnya berbahan daun pisang dan penggunaan tutus (tali bambu) sebagai pengikatnya. Kesederhanaan ini, berakhir menciptakan identitas dari makanan tradisional Kotagede di kalangan masyarakat.

4. Sila Keempat, tentang Tata Nilai dan Tata Kelola Peradaban

Dalam hal kehidupan sosial budaya masyarakat Kotagede, legomoro sebagai sebuah sajian yang erat dalam tradisi lamaran dan pernikahan masyarakat Kotagede sesuai dengan sila ke-4 estetika desain, yaitu menjadi interpretasi dari nilai gotong royong yang didasarkan pada tradisi memberikan sajian legomoro  ke mempelai wanita. Prosesi pemberian hantaran legomoro menjadi bentuk seserahan pihak pria guna merekatkan hubungan kedua keluarga dan membentuk jalinan komunikasi yang kuat dengan masing-masing keluarga. 

Dari perspektif budaya, pemberian hantaran legomoro menjadi salah satu hal yang merefleksikan  pemahaman pihak mempelai pria mengenai tatanan nilai adat istiadat yang sampai saat ini masih diyakini masyarakat Kotagede. Legomoro tidak hanya menjadi barang hantaran semata, namun kehadiran legomoro itu sendiri menyiratkan makna  komitmen yang dibawa pihak mempelai pria untuk menghormati nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi nenek moyang masyarakat Kotagede. Prosesi Ini menjadi tempat penyampaian niat baik , saling menghormati, dan penerimaan kedua belah pihak yang nantinya akan disatukan dalam pernikahan. Legomoro menunjukkan bahwa pernikahan dalam konteks budaya Jawa tidak hanya sekedar penyatuan individu, namun juga menjadi representasi dari ikatan sosial yang nantinya akan terbentuk dalam  penggabungan dua keluarga yang berdasar pada  tradisi nenek moyang Kotagede. 

5. Sila Kelima, tentang Femininitas, Maskulinitas, dan Kesetaraan

Dalam budaya pernikahan masyarakat Kotagede, sajian legomoro memiliki kaitan erat dengan sila ke-5 estetika desain, yang berkaitan dengan sifat feminitas dan maskulinitas dalam kebudayaan pernikahan tersebut. Legomoro pada proses melamar menjadi seserahan atau hantaran dari pihak mempelai pria kepada mempelai wanita yang merepresentasikan penerimaan lamaran mempelai pria oleh mempelai wanita sebagai bentuk komitmen kedua mempelai. Dalam proses lamaran tersebut fungsi legomoro tidak hanya menyatukan dan mengeratkan kedua mempelai namun juga menyatukan hubungan kedua keluarga besar. Keberadaan sajian legomoro identik dengan unsur maskulinitas yang dibawa oleh pihak mempelai pria ke mempelai wanita yang menjadi perantara komunikasi bahwasannya pihak mempelai pria berkeinginan untuk melamar mempelai wanita. Selain itu, ikatan dalam legomoro mengandung filosofi hubungan keterkaitan antara pria dan wanita dalam kesetaraan yang terjalin dalam hubungan pernikahan, di mana maskulinitas dan feminitas yang bekerja berdampingan.


KESIMPULAN


Meskipun tren modernisasi terus berkembang, nilai estetika dan simbolis pada makanan tradisional seperti legomoro tetap relevan. Kemasannya yang khas, dengan tutus dan daun pisang, telah menjadi identitas kuat yang menghubungkan legomoro dengan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat Kotagede. Namun, potensi legomoro untuk lebih dikenal luas di luar wilayah tersebut masih terbuka lebar.

DAFTAR RUJUKAN

Adhirajasa, K. (2023, Januari 28). Legomoro. Diambil kembali dari Penelitian Pariwisata:

https://penelitianpariwisata.id/legomor o/

Barriyah, I. Q., Susanto, Moh. R., Retnaningsih, R., Dewobroto, B. T., Sugiyamin, & Sudirman, A. (2020). Exploring Kotagede's

Traditional Culinary Tourism Strategy as a Culture and Tourism Reinforcement in Yogyakarta. International Journal of Recent Technology and Engineering, 8(1C2),  641--645. https://doi.org/10.4108/eai.20-9- 2019.2292087

Cahyana, B. (2022, Desember 6). Mengenal Legomoro, Kuliner Wajib saat Hajatan di Kotagede Jogja. Diambil kembali dari Harian  Jogja:

https://jogjapolitan.harianjogja.com/re ad/2022/12/06/510/1119601/mengenal-legomoro-kuliner-wajib-saat-hajatan- di-kotagede-jogja

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun