Mohon tunggu...
Muhammad Afif Makarim
Muhammad Afif Makarim Mohon Tunggu... -

Post Graduate Sharia Economics and Finance Student Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan : Siapa yang Seharusnya Dididik?

19 April 2014   13:31 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:29 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendidikan merupakan salah satu asas yang paling fundamental dalam pembangunan bangsa, bagaimana tidak? Dengan adanya pendidikan, maka suatu daerah dapat dikatakan bukan daerah tertinggal, sedangkan sebaliknya, apabila daerah tersebut tak tersentuh pendidikan, maka daerah tersebut dapat dikatakan daerah tertinggal. Hal inipun sepertinya senada dengan pemikiran pemerintah, oleh karenanya, mulai pemerintahan tahun 2009 sudah ada pengalokasian dana sebanyak 20% atau jika dirupiahkan dari APBN 2009 tersebut menjadi Rp 207.413.531.763.000,00untuk pendidikan dan pencanangan program wajib belajar 9 tahun, tentu untuk masa ini besaran anggaran pendidikan tersebut semakin bertambah.

Bila kita berbicara tentang pendidikan, maka kita tak akan terlepas dari sosok pengajarnya, yakni seorang guru. Dahulu kala kesejahteraan guru memang sangat minim, tak heran jika Iwan Fals menjabarkan kondisi guru yang cukup menderita dalam salah satu lagu ciptaanya. Pada kala itupun, bermunculan beberapa ungkapan tentang guru, diantaranya yang paling populer hingga saat ini adalah “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa”. Namun, tak senada dengan saat ini, awal tahun 2007, pemerintah sudah mencanangkan program sertifikasi guru yang nantinya guru tersebut dapat diberikan tunjangan atas profesinya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan guru di Indonesia.

Akan tetapi, bukan berarti dengan adanya pengalokasian dana yang cukup besar, program wajib belajar, dan sertifikasi guru tersebut pendidikan terlepas dari tindakan penyimpangan, nyatanya permasalahan itupun selalu mengiringi dengan berbagai macam jenisnya. Pada tahun lalu, tepatnya pada tahun 2013 sudah dicanangkan kurikulum 2013, yang banyak menilai bahwa kurikulum tersebut masih prematur yang kurang kesiapanya untuk pelaksanaan dilapangan, namun kurikulum tersebut sudah disahkan dan dampaknya membuat beberapa guru merasa kebingungan untuk mengaplikasikannya dalam kegiatan belajar mengajar karena kurangnya pelatihan dan sosialisasi yang diberikan pemerintah yang bersangkutan kepada guru tersebut.

Begitupun dengan kualitas guru, meski sudah lulus sertifikasi, ternyata masih ada beberapa guru yang dirasa belum ada peningkatan kualitas yang berarti pada kinerjanya, hal ini terbukti dengan hasil kajian Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) yang menyebutkan, sebanyak 40 persen guru yang lulus sertifikasi memiliki standar nilai dibawah lima.Cukup mengejutkan memang, apabila melihat presentase yang relatif besar dan dengan nilai kecil tersebut. Hal ini dapat terjadi dikarenakan banyak hal, salah satunya bisa jadi terjadinya penyimpangan orientasi guru ketika menjalani proses sertifikasi, mungkin guru tersebut tidak mengorientasikan dirinya untuk mendapatkan kemampuan yang lebih baik, tapi mengorientasikan pada nilai yang nantinya akan ia dapatkan pasca lulus sertifikasi.

Mengejutkan memang apabila membahas tentang pendidikan yang ada di Indonesia. Belum lagi tentang kasus-kasus penyimpangan guru yang belakangan ini kerap kali mencuat, dan berbagai kenakalan siswa masa kinipun sepertinya tak bisa dianggap sepele. Namun bukan berarti semua aspek dalam pendidikan ini negatif, tentu masih ada yang positif, dan alangkah lebih baik, jika sesuatu yang positif tersebut dikembang luaskan dan menjadi sesuatu yang dominan dalam harmoni pendidikan Indonesia. Ini bukanlah kesalahan sebuah sistem, tentu kita menyadari bahwa setiap program ataupun kebijakan yang diberikan tersebut berniat baik, oleh karenanya harus diiringi dengan kerja nyata yang baik, sikap yang baik dan mental yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun