Tantangan yang Dihadapi Masyarakarat Dusun XIV dalam Melestarikan Pantai Mangrove Paluh Getah di Desa Tanjung Rejo Kecamatan Percut Sei Tuan
Dosen Pengampu :Â
Dr. Meilinda Suriani Harefa, S.Pd., M.Si
Tim Penulis :
Karen Tio Ulibasa Panjaitan, Putri Seruni, Nursakila Harahap
Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Medan, Indonesia
Pantai mangrove Paluh Getah di Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Percut Sei Tuan, adalah kawasan yang kaya akan keanekaragaman hayati dan memiliki peranan penting dalam ekosistem pesisir. Mangrove di daerah ini tidak hanya berfungsi sebagai pelindung garis pantai dari abrasi, tetapi juga menyediakan habitat bagi berbagai spesies, serta berkontribusi pada kehidupan masyarakat setempat, terutama para nelayan.
Namun, di balik keindahan dan manfaat yang ditawarkan, masyarakat Dusun XIV menghadapi berbagai tantangan dalam upaya melestarikan pantai mangrove ini. Berdasarkan wawancara dengan Kepala Desa Tnjung Rejo dan Anggota Bumdes, masyarakat setempat menunjukkan kesadaran yang tinggi akan pentingnya mangrove, namun ada beberapa hambatan yang mereka hadapi. masalah utama yang mereka hadapi adalah penebangan liar. Penebangan ini sering dilakukan oleh pihak-pihak yang mencari keuntungan cepat, karena kayu mangrove memiliki kualitas yang baik untuk dijadikan arang. suatu produk yang relatif mudah diedarkan dan bernilai ekonomis tinggi. kayu mangrove memiliki karakteristik unik yang membuatnya ideal untuk pembuatan arang. Mangrove sendiri merupakan jenis tanaman yang hidrofilik, artinya dapat hidup di air payau dan memiliki sistem root yang kuat sehingga dapat menyerap nutrisi dari air laut serta membersihkan partikel-partikel padat yang larut dalam air. Karakteristik fisik kayu mangrove, seperti ketebalan dan kerasnya, membuatnya cocok untuk dibuat menjadi arang yang berkualitas tinggi. Pihak luar menebang mangrove untuk membuat arang karena Kayu tersebut mudah dibakar dan menghasilkan arang berkualitas tinggi, sehingga banyak orang beralih ke penebangan mangrove tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjangnya terhadap lingkungan.Â
beberapa alasan utama yang berkaitan dengan permintaan pasar dan karakteristik kayu mangrove itu sendiri.Â
Pertama, permintaan tinggi untuk arang di pasar, baik domestik maupun internasional, mendorong penebangan kayu mangrove secara ilegal. Arang yang dihasilkan dari kayu mangrove memiliki kualitas yang sangat baik, seperti pembakaran yang lebih lama dan menghasilkan sedikit asap, menjadikannya pilihan favorit untuk berbagai keperluan, termasuk bahan bakar dan produk industri lainnya
Kedua, ketersediaan kayu mangrove yang semakin menipis akibat penebangan liar membuat para penebang mencari sumber baru. Kayu mangrove memiliki kepadatan yang tinggi dan kadar air yang rendah, sehingga menghasilkan arang berkualitas tinggi. Menurut penelitian, kayu bakau dengan diameter minimal 25 sentimeter sangat dicari karena dapat menghasilkan arang yang lebih baik. Dengan semakin sulitnya mendapatkan kayu bakau, para penebang sering kali melanggar aturan tidak tertulis mengenai batasan penebangan untuk memenuhi permintaan pasar.
Ketiga, aspek ekonomi juga menjadi faktor pendorong. Banyak masyarakat lokal terlibat dalam industri arang sebagai sumber mata pencaharian. Mereka sering kali terpaksa menebang mangrove meskipun menyadari dampak negatifnya terhadap lingkungan. Keuntungan dari penjualan arang cukup menggiurkan; misalnya, satu ton arang bakau dapat dijual dengan keuntungan signifikan. Hal ini menciptakan dilema antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Dengan demikian, kombinasi dari permintaan pasar yang tinggi, karakteristik unggul kayu mangrove untuk pembuatan arang, serta tekanan ekonomi lokal berkontribusi pada praktik penebangan liar yang merusak ekosistem hutan mangrove.