Menurut Wibowo dalam (Rizal, 2014) film merupakan suatu alat untuk menyampaikan sebuah pesan kepada khalayak umum melalui media cerita, selain itu film juga dapat diartikan sebagai media ekspresi artistik bagi para seniman dan insan perfilman untuk mengungkapkan gagasan dan ide cerita yang dimilikinya.
Seiring berkembangnya zaman, dan juga kemajuan teknologi, jenis-jenis film semakin bervariatif dan semakin beragam dalam jalan cerita, pengemasan film, serta penyampaian pesan yang terkandung dalam film tersebut.
Seiring dengan majunya jenis-jenis film di Indonesia, saat ini terdapat regulasi atau UU yang mengatur mengenai perfilman di Indonesia. Semua itu diatur dalam UU nomor. 33 tahun 2009 mengenai perfiman Indonesia.
UU perfilman Indonesia berisi mengenai penyensoran film di adegan-adegan tertentu. Hal tersebut dilakukan demi penjagaan terhadap film-film yang belum layak ditonton oleh usia dini, serta mengenai pantas atau tidaknya film tersebut ada untuk khalayak umum.
Pada artikel kali ini, saya akan menganalisis kasus yang pernah terjadi di Indonesia mengenai pelanggaran UU nomor. 33 tahun 2009.
- Film "The Look of Silence (Senyap)"
Film dengan judul "The Look of Silence" atau dalam bahasa indonesia berarti "Senyap" menjadi salah satu film yang melanggar UU nomor. 33 tahun 2009. Film dengan genre dokumenter asal Indonesia ini di sutradarai oleh Joshua Oppenheimer tersebut mendapat apresiasi dari komunitas luar negeri, hingga mendapatkan penghargaan dalam ajang Venice Film Festival serta berhasil masuk pada nominasi Oscar sebagai kategori film dokumenter panjang terbaik.
Film ini bercerita mengenai zaman G30SPKI dimana ada satu keluarga yang menyelidiki mengenai bagaimana anak mereka dibunuh? dan siapa pembunuh dari anak mereka?
Adik dari korban berencana untuk memecahkan belenggu kesenyapan dan ketakutan yang menyelimuti mereka. Namun ternyata, ketika mereka mendatangi orang-orang yang bertanggung jawab atas kejadian yang menimpa anak sulung mereka, sesuatu yang tidak terbayangkan terjadi, yaiyu ketika mereka tahu bahwa pembunuh kakaknya masih berkuasa atas mereka. Â Â
Film ini tayang perdana secara internasional pada bulan Agustus tahun 2014 di Venice International Film Festival, sekaligus berkompetisi bersama film yang lainnya memperebutkan Golden Lion. Sedangkan di Indonesia, pemutaran film pertama kali dilakukan pada 10 November 2014, oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Dewan Kesenian Jakarta, tepatnya di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta.
Pada pemutaran perdana film ini, penonton yang hadir untuk menyaksikan film "The Look of Silence" melebihi kapasitas gedung sehingga film ini harus melakukan dua kali penayangan. Dipeekiran, saat acara berlangsung orang-orang yang hadir untuk menonton tayangan perdana ini ada sekitar 2000 orang.Â
Film ini secara serentak tayang di berbagai kota pada tanggal 10 Desember 2014.Â
Namun, pada 29 Desember 2014 Lembaga Sensor Film (LSF) mengeluarkan surat penolakan terdapat film ini untuk ditayangkan secara umum dan di bioskop, namun dapat di tonton oleh kalangan terbatas.
Hal tersebut disebabkan karena film ini merupakan sebuah film yang berkisah tentang pencarian kebenaran yang dibutuhkan untuk mencari rekonsiliasi atas berbagai bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di masa lalu, pada masa G30SPKI tahun 1965.
Namun, dibalik adanya hal tersebut Aliansi Jurnalis Independen (AJI) memberikan Suardi Tasrif Award 2015 kepada Joshua Oppenheimer selaku sutradara film dan seseorang yang tidak diberitahu namanya (Anonim) sebagai co-sutradara. Film "The Look of Silences" pun mendapatkan rating yang memuaskan dari Rotten Tomatoes yakni 96% dengan skor rata-rata 8.8/10. Â
Daftar Pustaka:
Astuti. R.A Vita N.P. (2022). "Buku Ajar Filmologi Kajian Film". Yogyakarta: UNY Press.
Toni Ahmad ,dan Rafki Fachrizal. (2017). "Jurnal Komunikasi: Studi Semiotika Pierce pada Film Dokumenter "The Look of Silence:Senyap" Â Volume 11, Nomor 2 : h. 140.
Rafter, Nicole (2015) "Film Review: The Look of Silence," Genocide Studies and Prevention: An International Journal: Vol. 9: Iss. 2: 135-137.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H