Menyebut salah satu daerah di Provinsi Jawa Barat (Jabar) bernama Purwakarta tentu saja  mengingatkan akan makanan atau oleh -- oleh khasnya yaitu kue Simping dan Sate Maranggi.
Bahkan, sekarang di gadang-gadang mendapat julukan sebagai Kota Manggis, karena beberapa tahun kebelakang, Purwakarta telah menghasilkan buah manggis dengan kualitas terbaik dan mampu merajai pasar Asia dan China.
Bagi saya, Purwakarta merupakan kota kedua setelah Bandung, dimana sudah memiliki keterikatan sejak lama, apalagi sekarang saya tinggal disini.
Pertama kali mengenal dan menginjak bumi Purwarkarta usai lulus Sekolah Dasar di Bandung tahun 1985 saya melanjutkan Sekolah Menengan Pertama (SMP), lalu kembali ke Bandung melanjutkan Sekolah Menengah Atas (SMA), bekerja, dan beraktivitas.
Duapuluh tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 2015 saya ke Purwakarta, tapi tahun 2016 kembali ke Bandung. Pada masa itu saya sudah aktif bersepeda, sehingga selama setahun itu saya tetap beraktivas di dunia sepeda, apalagi di Purwakarta juga tak kalah intensnya dan banyak pegiat sepeda di sini yang sudah saya kenal baik.
Setelah sempat empat bulan tinggal di Karawang, pada pertengahan Januari 2023 saya kembali ke Purwakarta, aktivitas sepeda tetap saya lakukan meski tak seintens dulu dan hanya sendirian saja yaitu keliling perkampungan sekitar rumah atau keliling kota sambil memotret sudut -- sudut kota yang humanis.
Bike to Heritage
Purwakarta, yang pada tahun 2023 memasuki hari jadinya yang ke-189 ini, menjadi salah satu dari sekian daerah di Indonesia yang memiliki perjalanan sejarah pada masa kolonoial, Belanda. Maka tak heran jika di Purwakarta banyak jejak peninggalannya yang sebagian masih lestari atau terpelihara dengan baik.
Diantara jejak - jejak peninggalannya tersebut berupa gedung -- gedung tua dengan gaya arsitektur Eropa dan bersejarah serta masuk dalam Cagar Budaya seperti Rumah Kembar, Stasiun Kereta Api, Kantor Badan Koordinator Wilayah (Bakorwil) Provinsi Jabar, dan Pendopo. Â